Quantcast
Channel: The Naked Traveler
Viewing all articles
Browse latest Browse all 194

Perjalanan Sial 32 Jam (Bagian 2)

$
0
0

(Sambungan dari sini)

Karena ditinggal 2 abang Honduras, kami terpaksa naik taksi sendiri. Perut yang keroncongan masih belum bisa diisi karena di sekitar kantor imigrasi tidak tampak ada rumah makan. Pikir saya, nanti makan di terminal bus aja. Setelah menunggu lama, akhirnya sebuah taksi berhenti tapi… di jok belakang ada dua orang cowok gede banget! Takut ketinggalan bus, akhirnya kami naik. Tentu saya milih duduk di depan karena bakal nggak muat, sementara si Yasmin terpaksa duduk di belakang (mereka bertiga tampak seperti angka 100!). Duh, sial apa lagi neh? Saya memegang pepper spray, berjaga-jaga takut dibekap.

Rupanya taksi menurunkan kami di kantor shuttle bus jurusan ke Palenque, bukan di terminal bus! Tadinya mau tukar uang dan makan, eh gagal maning! Bus berangkat jam 3 sore atau 10 menit lagi. Saya hanya sempat beli sebotol air mineral dan biskuit. Grrr…

Setengah jam jalan, dua orang abang Honduras naik bus kami lagi. Loh? Dua jam kemudian supir bus menurunkan mereka di tengah hutan. Loh? 15 menit kemudian, mobil distop oleh polisi federal. Saya dan dua lelaki gede tinggal di dalam mobil, sementara semua penumpang disuruh turun! Mereka berbaris, diinterogasi, bahkan ada yang disuruh buka baju. Saya bertanya kepada si Lelaki Gede #1 kenapa mereka tidak turun. Jawabnya, “Kami orang Meksiko, mereka orang Guatemala.” Oh! Makanya 2 abang Honduras diturunin di jalan sebelumnya. Mereka pasti masuk secara ilegal. Rupanya supir bus sudah hapal banget sama para imigran gelap, bahkan tau kapan harus menurunkan mereka.

Sampai di Palenque, saya langsung ke terminal bus. Benar aja, bus ke Oaxaca sudah berangkat. Petugas loket menyuruh kami naik bus yang jam 7 malam ke Oaxaca terminal Juchitan de Zaragoza, dengan transit di Villa Hermosa. Katanya total perjalanan 17 jam. Ampun! Masalahnya, bus berangkat setengah jam lagi. Setelah membayar, kami pun terbirit-birit berlari ke restoran China langganan untuk membeli 2 kotak nasi dan lauk pauk.

Begitu masuk bus, saya santai aja makan nasi kotak. Wih bau bawang dan sambalnya begitu menyengat di bus ber-AC ini sampe dipelototin penumpang lain. Saya cuma bisa melotot balik dengan memberi sinyal, “Lu tau kagak gue udah nggak makan 14 jam? Give me a break!” Eh sejam kemudian, bus kami distop lagi oleh polisi. Kali ini 5 orang cowok Guatemala diturunkan dari bus, entah karena apa.

Dua jam kemudian sampai di Villa Hermosa, lalu transit selama sejam. Badan udah rontok. Abis diisi nasi, mata bawaannya mau merem tapi takut ketinggalan bus. Rupanya kami dinaikkan ke bus kelas eksekutif. Sial, si petugas loket untung banyak bener! Begitulah kalau kita nggak bilang kelasnya, mereka suka ngegetok dengan memasukkan di kelas eksekutif yang jauh lebih mahal daripada kelas reguler. Ya sudah, pasrah. Meski bus pake personal TV dan toiletnya terpisah cewek dan cowok, tapi fasilitas itu nggak kepake karena saya pengen merem! Meski kelas eksekutif, senderan kursinyanya nggak sampe ngejeblak. Haduh, pegel!

Sampai di Juchitan, loh kok masih gelap gulita? Saya bertanya ke supir apakah ini Juchitan di Oaxaca. Jawabnya, iya. Saya tanya ke petugas toilet, jawabnya juga bener Juchitan ada di Oaxaca. Lah, katanya 17 jam, kok udah nyampe? Kali ketiga saya bertanya lagi kepada petugas bagasi. Dan terjawablah sudah… Juchitan memang ada di… propinsi Oaxaca, sedangkan Kota Oaxaca masih 5 jam lagi naik bus! *Gubrak!* Sekali lagi ditipu saya sama petugas loket bus!!

Sekarang baru jam 6 pagi, kata petugas loket, bus ke Kota Oaxaca yang terdekat adanya jam 11 siang. Mampus, lama banget nunggunya! Curiga ditipu lagi, selanjutnya Yasmin yang bertanya ke petugas loket. Ternyata ada bus yang jam 8 pagi! Saya langsung mencak-mencak ke petugas loket. Alasannya, bus jam 11 itu kelas satu sedangkan yang jam 8 pagi itu kelas ecek-ecek. Tentu saya beli yang kelas ecek-ecek. Membayangkan tempat tidur empuk dan punggung lurus lebih cepat itu sangat memotivasi.

Sampai di Kota Oaxaca 6 jam kemudian (bukan 5 jam seperti kata petugas bagasi, dan pake acara distop tentara), dan ternyata berhentinya bukan di terminal bus utama. Tidak tahu ada di mana, kami pun naik taksi. Saya menyerahkan secarik kertas berisi alamat sebuah hostel. Menurut situsnya, hostel ini merupakan hostel khusus wanita dengan harga murah sudah termasuk sarapan. Ah, senangnya sebentar lagi punggung saya bisa lurus horisontal! Sampai di hostel, kami diterima oleh seorang mbak-mbak. Katanya, hostel ini sudah bukan lagi hostel khusus wanita, harganya pun naik, dan tidak termasuk sarapan! Lah, semua informasi di situs kenyataannya malah sebaliknya! Saya minta password wifi, dia pun tidak tahu. Hadoh!

Kami pun pindah ke hostel lain. Ya ampuuun, ini sudah 31 jam di perjalanan eh masih harus jalan kaki bawa ransel lagi 5 blok – belum pake nyasar! Saya berjalan udah kayak Zombie karena lemas kurang tidur, atau mungkin juga kayak pemabuk karena jalan udah miring-miring dengan mata merah. Untunglah hostel kedua ada tempat. Kami masih harus naik tangga dua lantai untuk sampai ke kamar dorm berisi 10 bed. Duh, ternyata jarak antar bunk bed rapat banget, tidak sampai semeter, sehingga kamar luar biasa sumpek. Biasanya saya menghindari kamar hostel seperti ini, namun saya sudah tidak perduli. Setelah 32 jam akhirnya punggung saya bisa lurus lagi. Saya pun tertidur lelap.

 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 194

Trending Articles