Quantcast
Channel: The Naked Traveler
Viewing all articles
Browse latest Browse all 194

Pelarian kriminal

$
0
0

Peringatan: Jangan ditiru!

Entah bagaimana kedutaan itu memutuskan seseorang mendapatkan visa atau tidak. Lebih heran lagi dengan keputusan berapa lama seseorang asing bisa tinggal di suatu negara. Terakhir saya apply visa Schengen tahun lalu, pada sticker visanya tertulis masa berlaku “from 19-10-12 until 27-11-12”, tapi “duration: 27 days”. Lah, nggak sesuai dengan bukti reservasi tiket pesawat yang disertakan. Kenapa angka ganjil 27 hari? Kenapa nggak genap aja 30 hari? Atau malah 25 hari?

Masalahnya adalah saya udah ngincer mau beli tiket promo Frankfurt-Rio de Janeiro yang berangkat tanggal 17 November 2012. Sedangkan kalau visa cuma dapat 27 hari maka akan jatuh pada tanggal 14 November, sehingga harga tiketnya lebih mahal 150 USD! Demi menghemat hampir Rp 1,5 juta, saya dan Yasmin akhirnya membeli juga tiket promo.

19 Oktober 2012
Kami terbang dari Saint Petersburg di Rusia ke Helsinki di Finlandia – negara Schengen pertama yang kami masuki. Di imigrasi, paspor saya cuma dicap dan saya langsung melenggang keluar. Eh si Yasmin malah diinterogasi lamaaa banget! Petugasnya emang rese dan bersuara keras sehingga saya bisa nguping dari ujung loket. Petugas bertanya, “Dalam rangka apa ke Eropa? Ke negara mana aja rencananya? Visa Schengen kamu dari Swedia, tapi masuk dari Finlandia, kenapa? Kapan kamu ke Finlandia? Keluar dari negara mana?” Sampai lah petugas bertanya, “Mau berapa lama di Eropa? Loh kok satu bulan? Kamu cuma punya 27 hari, berarti kamu harus keluar dari Eropa sebelum tanggal 14 November 2013!” Nah lho!

Saya pun browsing tentang pengalaman orang-orang yang overstay, juga bertanya di Twitter. Kemungkinannya:
1. Nggak diapa-apain sama sekali, cuma diperingatkan sama petugas. Itu kalau lagi hoki, kalau nggak?
2. Kena denda sampai 1100 Euro. Mampus! Duit dari mana?
3. Di-ban masuk ke Schengen Area sampai 5 tahun. Kalau ada cap semacam itu di paspor bakal nggak bisa masuk ke negara-negara Eropa lainnya, seperti Inggris, atau bahkan ke negara-negara maju lainnya, seperti Amerika Serikat dan Australia. Wah, gawat nih bagi karir saya selanjutnya!
4. Diinterogasi abis-abisan sampai lama banget sehingga ketinggalan pesawat. Kalau apes, kudu beli tiket baru lagi yang mahal.
5. Dideportasi. Jiaah, bisa bubar dong rencana #TNTrtw setahun!
6. Beberapa atau semua kombinasi di atas. Nggak bisa ngebayangin!

Saya pun bertanya kepada teman-teman di Eropa. Semuanya menyarankan untuk pulang lebih awal saja. Apalagi saya akan keluar dari Jerman, negara yang terkenal strict. Kata teman saya Henna, “Kalau keluar dari Finlandia masih mending lah, petugasnya masih lebih baik. Tapi Jerman? Good luck aja! Saya pernah tinggal di Jerman 3 tahun, jadi tau banget gimana mereka!” Hakjleb!

Selanjutnya, hidup benar-benar tidak tenang. Selama 27 hari itu setiap hari saya dan Yasmin membahas tentang bagaimana kalau ditanya “kenapa overstay?”

Tapi ternyata kami tidak sendiri. Selama nginap di hostel, nemu beberapa traveler asal Australia yang overstay. Mereka menyarankan agar menghindari perjalanan dengan menggunakan penerbangan karena paspor pasti dicek di bandara. Kalau bisa, hindari juga naik bus karena kadang ada pemeriksaan paspor secara random di perbatasan. Paling mending adalah naik kereta api karena gerbongnya panjang dan penumpang terlalu banyak untuk diperiksa satu-satu paspornya. Ting tong! Kami dapat pencerahan yang oke banget! Maka strategi selanjutnya adalah naik KA sampai mampus! But then again, “Mereka kan paspor Australia, lah kita… Indonesia!”

14 November 2012
Hari ini batas akhir visa expired, kami tiba di Ljulbjana, Slovenia. Beginilah rasanya jadi pelarian kriminal, hidup jadi nggak tenang. Makan nggak enak, tidur nggak nyenyak, tiap liat orang berseragam bawaannya deg-degan. Rasanya saya pengen nanya sama koruptor, gimana caranya mereka bisa hidup tenang!

Yasmin pun mendapat ide brilian tentang bagaimana cara ngeles, dan kami berlatih berkali-kali dengan gantian berperan jadi petugas imigrasi dan kami sendiri. Begini (terjemahan) skenarionya;
Pertanyaan: “Kamu overstay!”
Jawaban: “Oh ya?” (pasang muka terkejut)
Pertanyaan: “Kenapa?”
Jawaban: “Bukannya benar ya? Masuk tanggal 19, sekarang tanggal 17. Berarti tanggal 19 ke akhir bulan kan totalnya 10 hari, ditambah 17 hari kan 27 hari. Pas dong.” (pasang muka tidak bersalah)
Pertanyaan: “Bego banget sih lo jadi orang! Ngitungnya bukan begitu! Oktober itu kan ada 31 hari! Tanggal 19 masuk itu sudah harus dihitung juga! Kamu seharusnya keluar tanggal 14!
Jawaban: “Oh gituu.. Salah itung dong ya?” (pasang muka memelas) “Maaf deh kalau begitu. Nggak bakal diulang lagi. Ini juga mau cabut kok.” (pasang muka tambah melas dan menyesal).

Kami juga akan memilih petugas cowok yang tua, jangan ibu-ibu apalagi nenek-nenek karena mereka lebih galak dan nyinyir. Juga membahas bagaimana kalau hanya salah satu dari kami yang bisa lolos. Kami pun sepakat agar mengantri di loket imigrasi yang sama, berbaris depan-belakang agar hasilnya sama – kalau nggak sama-sama lolos, atau sama-sama ditahan.

17 November 2012
Yang bisa kami lakukan adalah meminimalisasi, oleh karena itu kami sampai di bandara 4 jam sebelumnya. Setelah check in, kami tidak banyak omong karena sibuk “menenangkan” detak jantung yang rasanya bisa terdengar sampai ke telinga semua orang.

Inilah saatnya… antrian imigrasi! Pelan-pelan berjalan maju, tapi dengkul saya lemas sekali. Berasa mau terjun ke ujung platform bungy jump dari menara ratusan meter. Makin dekat, makin lemas. Kedua telapak tangan saya keringetan. Saya pun berdoa dalam hati agar dilancarkan. Entah bagaimana doa seorang kriminal bisa diterima.

Saat giliran saya yang maju, eh si Yasmin disuruh maju ke konter yang berbeda. Dari jauh kami liat-liatan dengan muka stres. Saya menarik napas dalam-dalam. “Hhh-haii,” kata saya sambil menyerahkan paspor. Duh, suara saya kok parau gini. Ketauan banget bersalahnya!

Petugasnya seorang pria berusia akhir 20an mengambil paspor saya. Dag-dig-dug. Membolak-balik halamannya. Dag-dig-dugg. Lalu berhenti sejenak di satu halaman. Dag-dig-dug. Dag-dig-dug. Lalu ia menarik napas dan melihat saya dalam-dalam selama beberapa detik. DAG-DIG-DUG. DAG-DIG-DUG. Saya menatapnya balik dengan bibir bergetar. Kalau di sinetron, adegan ini akan di zoom-in zoom-out antara wajah saya dan wajah petugas dan diberi bekgron suara, “Jeng jeng jeeeng.. “

Tiba-tiba ada tangan di depan muka saya bersama paspor hijau. Eh ini kan paspor saya! Lah, ternyata si petugas ngomong sepatah kata aja nggak! HOREEE!!! Maunya saya bereaksi jumpalitan, apa daya terlalu lemas sehingga saya jatuh lunglai di belakang konter imigrasi. Tak berapa lama kemudian Yasmin muncul sambil nyengir. Fuuuiiihh… Bye Europe, welcome South America!


Viewing all articles
Browse latest Browse all 194

Trending Articles