Quantcast
Channel: The Naked Traveler
Viewing all articles
Browse latest Browse all 194

Machu Picchu.. dream came true!

$
0
0

Jangan pernah berhenti bermimpi. Dari kecil saya bermimpi pengen ke Machu Picchu. Saya sampe bikin trip #TNTrtw juga karena pengen ke Machu Picchu. Ke sananya gimana, bener—bener nggak kebayang. Yang selalu saya dengar adalah lokasinya terpencil di antara gunung, jadi harus trekking atau naik gunung ampe mampus. Mumpung belum tua dan masih sehat, maka mimpi itu harus diwujudkan!

Setelah 4 bulan keleleran di Amerika Selatan, awal Maret 2013 saya tiba di Cusco – kota besar yang terdekat dengan Machu Picchu dengan suasana mendung, kelam, superdingin, dan hujan. Yang cukup mengesalkan adalah saya tiba sebulan lebih awal dari yang direncanakan akibat visa Bolivia ditolak sehingga datang pas musim hujan. Sedangkan waktu terbaik ke Machu Picchu adalah pada bulan April – November, pas musim kering. Males banget kan udah jauh-jauh ke sana, eh hujan sampe nggak bisa menikmati situsnya.

Begitu tiba di Cusco, orang langsung heboh menawarkan paket tur ke Machu Picchu, mulai dari supir taksi, resepsionis hostel, juga para sales dari travel agent yang bagi brosur di jalan-jalan. Saya sih mendengarkan presentasi mereka, sebagai tolok ukur untuk membandingkan harga dan usaha. Di samping itu, saya keluar-masuk travel agent dan tanya-tanya sesama traveler di hostel. Tapi dari “iPeru”, pusat informasi wisata resmi dari pemerintah Peru, saya dapat gambaran lengkap.

Sebagian besar backpacker bule dan muda trekking ke Machu Picchu melalui Inca Trail selama 4 hari dengan harga sekitar USD 200an. Tapi semua yang pernah ikut mengatakan bahwa trekking-nya berat banget karena jalannya 4 hari full naik-turun gunung ribuan meter. FYI, Cusco aja berada di ketinggian 3.399 mdpl. Kalo bule aja ngomong “it’s fuckin hard!” tentu saya tidak memilih option ini.

Meski kita bisa jalan sendiri, tapi Machu Picchu tidaklah murah. Tiket masuknya aja hampir USD 50/orang! Yang gila adalah harga tiket kereta apinya yang USD 100 pp, itupun di kelas tourist alias yang paling murah. Ditambah lagi bus dari Aguas Calientes ke Machu Picchu sebesar USD 18 pp. Jadi kalo mau hemat, naik KA diganti dengan naik bus nyambung-nyambung, plus jalan kaki 3 jam, plus naik gunung 2 jam! Kesusahan lain adalah kudu beli tiket masuk Machu Picchu di kantor kementrian budaya Peru, itupun dibatasi hanya 2.500 orang/hari. Lalu beli tiket KA Inca Rail atau Peru Rail di kantor penjualannya. Buset!

Setelah dihitung-hitung, ikut paket tur lebih nggak ribet, perbedaan harganya pun cuma sekitar USD 20 tapi nggak usah wara-wiri ke kantor, cari-cari bus, dan jalan kekong ampe semaput. Akhirnya saya ambil paket 2D/1N dari travel agent di Plaza de Armas. Selain karena paling murah, mas-masnya bisa bahasa Inggris dan manis pula. Halah. Dengan harga USD 218, saya dapat semua tiket (bus, KA, entrance fees), tur ke Sacred Valley, menginap semalam di hotel di Aguas Calientes, dan guide, dengan total USD 218. Kalau mau lebih murah dari itu, ikut day trip juga bisa tapi dijemput jam 4 pagi dengan harga lebih murah USD 20. Yah, mending pake nginep jadi nggak keburu-buru.

Keesokan paginya, saya dijemput mobil tur, ditransfer ke bus besar untuk ngider-ngider di Sacred Valley pake guide, lalu jam 4 sore naik KA sendiri ke Aguas Calientes. Sampe stasiun KA dijemput sama pemilik hotel. Jam 7 malam pintu kamar diketok oleh guide Machu Picchu yang mem-briefing tata cara bertemu di situs. Beginilah cara kerja tur di Peru, saya ditangani oleh pihak yang berbeda-beda bagaikan ban berjalan. Malam hari saya keliling Aguas Calientes yang ternyata kotanya kecil banget, jalannya cuma satu yaitu jalan kereta api! Sintingnya harga apapun muahal banget, paling mahal senegara Peru. Makan satu lauk minimal Rp 100 ribu. Sarapan aja di-charge hotel seharga Rp 50 ribu padahal cuman roti dan kopi. Cis!

Semalaman hujan turun bikin saya telat bangun! Karena menolak sarapan di hotel, saya cari makan di luar. Ealah, nggak ada satupun restoran maupun warung yang buka! Membayangkan naik gunung tanpa sarapan bikin panik. Untunglah nemu mini market yang jual sandwich dingin. Saya bersyukur naik bus dari Aguas Calientes ke Machu Picchu, karena jalannya ternyata benar-benar menanjak sangat terjal! Saya bertemu beberapa orang yang berjalan kaki, tampangnya aja udah mau mati gitu saking capeknya.

Jam 7 pagi saya sudah sampai di pintu gerbang Machu Picchu. Karena di dalam situs tidak ada toilet sama sekali, saya keluar-masuk WC untuk melaksanakan ritual pagi. Jam 7.45 cuaca masih mendung dan gerimis, saya bergabung dengan grup tur dan bersama-sama berjalan di jalan setapak di tengah hutan. Inilah saatnya… kami berjalan kaki naik, naik, naik… sampe saya bengek!

Akhirnya sampailah pada jalan berumput yang rata. “This is Machu Picchu!” kata si guide. Di depan kami adalah reruntuhan bangunan Inca, tapi tertutup awan! Lah? Kami semua berdiri di pinggir tebing sambil terdiam dalam kesunyian. Pelan-pelan matahari semakin tinggi dan awan terbuka… jantung saya berdetak cepat…  akhirnya saya bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri… Machu Picchu, my dream came true!


Catatan:
#TNTrtw adalah hashtag di twitter @TrinityTraveler yang merupakan singkatan dari “Trinity round-the-world”. Untuk lebih lengkapnya, silakan baca di sini.
Untuk video perjalanan #TNTrtw lainnya, tonton di sini.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 194

Trending Articles