Salah satu hostel di Latvia yang mendekati ideal (taken by Panasonic Lumix DMC-FT4)
Sudah ratusan hostel saya tinggali di berbagai negara dalam kurun waktu lebih dari dua dekade. Malah sekarang memasuki bulan ke-5 #TNTrtw, artinya sudah hampir 5 bulan berturut-turut setiap hari saya menginap di hostel! Boleh dong saya punya syarat hostel ideal seperti di bawah ini:
- Lokasinya strategis – Dekat dengan terminal bus/kereta api/Metro sehingga jalan kakinya minimal. Lokasi di tengah kota, minimal dekat dengan alun-alun (Square). Dekat dengan supermarket dan tempat makan murah. Tidak berada di atas bukit sampe naiknya bikin semaput.
- Aman – Daerahnya aman untuk berjalan kaki, meski sendirian di malam hari. Sistem keamanan hostel yang baik, dimana hanya tamu saja yang bisa masuk pintu utama. Kamar hostel memiliki kunci yang pintunya bisa dikunci. Memiliki signage keluar yang jelas dalam keadaan emergency, juga memiliki fire extinguisher.
- WiFi gratis, unlimited, dan kenceng sampai ke kamar – Nggak usah dijelaskan lagi, tapi ini superpenting! Saya paling nggak bisa nulis di tempat yang rame, jadi nulis di atas tempat tidur di kamar yang paling ideal. Saya bisa bete banget kalo WiFi lelet atau mati-nyala, apalagi kalau pake charge dan ada kuota!
- Hostel tidak terlalu besar – Maksimal jumlah bed cuma 20. Makin banyak orang, makin gengges. Dengan jumlah tamu sedikit, kita bisa saling mengenal satu sama lain dan jadi akrab.
- Jumlah bed sedikit dalam satu kamar – Maksimal 6 bed, paling baik 4 bed. Saya menghindari hostel yang memiliki dorm 12 – 30 bed, apalagi yang bunk bed-nya sampai tiga tingkat! Kalau ada twin bed dalam 1 kamar dengan harga terjangkau lebih baik lagi, saya bersedia nambah 1-2 USD untuk mendapatkan privacy.
- Tersedia female dorm – Saya lebih suka sharing kamar hostel sama sesama cewek. Paling tidak cewek itu nggak sejorok cowok dan ngoroknya nggak sekenceng cowok. Trus kalo sekamar cewek semua, lebih bebas ganti baju.
- Kamar yang cukup luas dan berjendela – Antar tempat tidur tidak terlalu rapat jaraknya sampe bobo adep-adepan muka ke muka atau malah kaki ke muka. Bila sekamar penuh dengan orang plus barang-barangnya, masih ada space untuk jalan tanpa kesandung. Jendela ini menghadap ke luar bangunan, bukan ke dalam hall, sehingga ada pertukaran udara sekalian bisa bikin jemuran cepat kering.
- Bukan party hostel – Kalau sebuah hostel mencap dirinya party hostel, artinya hostel itu ruame, isinya anak-anak muda berisik sampe nggak tau waktu, mabuk-mabukan karena hostel menjual alkohol atau memperbolehkan minum di hostel. Ini yang paling saya hindari karena saya butuh tidur yang berkualitas!
- Harganya sesuai – Nggak usah murah banget, tapi paling tidak sesuai dengan fasilitas yang diberikan.
- Ada daily maid service – Mereka lah yang membersihkan hostel setiap hari, mengosek WC, men-supply tisu toilet. Resepsionis/pemilik yang berfungsi sebagai tukang bersih-bersih terbukti nggak efektif. Saya benci kalau saat check in lagi capek-capeknya naik bus belasan jam eh malah kudu pasang seprei, sarung bantal dan selimut! Kalo ada pembokat kan kita tinggal masuk dan bobo.
- Ada lampu baca dan colokan listrik di tiap bed – Sebelum tidur saya suka baca, sementara yang lain udah bobo kan nggak enak nyalain lampu utama, makanya lampu baca itu penting. Saya juga sebel kalo mau charge laptop atau hape kudu di tempat lain, paling aman kan di tempat tidur sendiri.
- Punya locker – Per orang wajib disediakan 1 locker yang bisa dikunci. Minimal ukurannya bisa masuk 1 daypack berikut laptop, lebih bagus lagi bisa masuk ransel juga jadi ukuran locker-nya 90 liter.
- Kualitas dan ukuran tempat tidur yang baik – Tempat tidurnya harus spring bed yang rata dan empuk. Tidak terlalu tipis sampai kawatnya terasa di punggung, bagian tengah ranjang tidak mblesek ke dalam sampai kalau tidur rasanya kejepit bak sandwich, rangka tempat tidur tidak berisik, ukuran minimal single bed 90 x 180cm. Sprei dan sarung bantal kudu harum, crisp, bahan yang lembut. Meski kemungkinan besar dapetnya bermotif dan warna-warni, saya sangat menghargai kalau dapat sprei warna putih polos. Menyediakan selimut yang tebal bila berada di daerah dingin.
- Tinggi bunk bed yang cukup – Minimal orang di bunk bed bawah masih bisa duduk tegak tanpa kejedut. Orang yang di bunk bed atas tidak terlalu tinggi manjatnya sampe bikin ndredeg. Penting untuk menyediakan tangga naik bunk bed dan semacam pagar di bunk bed atas supaya nggak keguling.
- Rasio bed dan kamar mandi yang baik – Menurut saya, yang paling baik rasionya 1:5. Setiap 1 kamar mandi/WC untuk 5 bed. Itupun cewek dan cowok kamar mandi/WC-nya harus terpisah.
- Kamar mandi yang luas, bersih, berfungsi baik – Paling sebel mandi di shower yang sempit sampe sering kejedut, atau ke WC yang sempit sampe buka-tutup pintu aja susah, apalagi kalo kamar mandinya jorok, becek, bau. Eww! Soal fungsi, pressure air shower kudu kenceng, saluran pembuangan nggak mampet, WC bisa di-flush.
- Hot shower yang konstan 24 jam – Karena saya mandinya malam sebelum tidur, paling benci kalau mandi nggak ada air panas, apalagi kalau lagi di negara dingin! Konstan maksudnya sepanjang mandi, airnya panas terus. Bukan kadang-kadang panas, atau dari panas lama-lama jadi dingin. Arrgh!
- Kamar mandi cewek dan cowok terpisah – Udah jelas alasannya kenapa. Entah kenapa cowok ras apapun di seluruh dunia, tetep lebih jorok daripada cewek. Dudukan WC aja sering nggak dibuka jadi bececeran pipisnya cowok. Ih! Boys will be boys!
- Termasuk sarapan – Bayangin bangun pagi perut lapar, tapi cuaca lagi dingin dan restoran di luar baru buka jam 10 pagi. Nah, makanya hostel perlu menyediakan free breakfast! Saya sih bakal nerima apa aja kalau dikasih, tapi minimal ada roti dan kopi panas, paling ideal lagi kalau ada cereal dan telor. Kadang ada hostel yang termasuk makan malam gratis, meski nggak begitu penting tapi merupakan poin lebih. Hostel juga sebaiknya menyediakan teh dan kopi gratis, asal ada teko listrik.
- Memiliki dapur lengkap dan kondisi baik – Memasak sendiri adalah salah satu cara menghemat budget traveling.Hostel wajib menyediakan dapur yang bisa digunakan umum. Peralatan dapur lengkap dengan kondisi yang baik, minimal ada panci dan wajan anti lengket, ada teko listrik, pisau yang tajam. Kompor gas yang tinggal pencet langsung nyala, nggak usah cari korek api segala. Ada microwave. Juga tersedia peralatan makan lengkap, termasuk mangkok dan sendok. O ya, hostel wajib menyediakan garam dan minyak goreng. Males banget kan bawa-bawa garam sekilo atau minyak seliter padahal makenya juga cuma seencret.
- Kondisi bangunan dan desain yang baik – Sebenarnya saya tidak terlalu peduli, tapi saya ogah tinggal di hostel yang lantainya miring, dinding yang tipis sampe orang sebelah ngorok kedengeran, tidak memiliki insulator yang baik sehingga kamar terasa dingin karena anginnya masuk melalui celah pintu/jendela. Desain nggak perlu keren-keren banget, tapi minimal nggak bikin sakit mata.
- Resepsion yang ramah namun tegas, berbahasa Inggris, berpengetahuan – Resepsionis hostel adalah sumber utama informasi mengenai kota tersebut, atau sekedar bergosip. Males aja kalo mereka nggak bisa berkomunikasi, jadi susah kalau mau nanya-nanya. Tegas itu artinya, mereka bisa menegur tamu yang berisik, jorok, atau melanggar peraturan. Terakhir, kalau bisa resepsionisnya cowok muda dan cakep. Halah.
Sampai saat ini sih saya belum menemukan satupun hostel yang memenuhi 22 kriteria ini. Ya iyalah yaaa… Mau murah kok minta yang ideal!