Quantcast
Channel: The Naked Traveler
Viewing all 194 articles
Browse latest View live

Traveling with Travel Writers

$
0
0

Tidak semua teman itu enak buat diajak traveling bareng, meski itungannya sahabat paling dekat sekalipun. Tapi kalau teman yang emang sama-sama penggila traveling, tanpa ba-bi-bu langsung aja setuju.

Saya, @claudiakaunang, dan @riniraharjanti sama-sama penulis buku travel. Kami berkenalan lebih dari 5 tahun yang lalu karena sama-sama satu penerbit di Bentang Pustaka. Sejak itu kami berteman baik. Namanya juga tukang jalan-jalan, kami jarang banget bertemu. Namun gosip chatting jalan terus, mulai dulu di laptop via Yahoo Messenger sampai sekarang di smartphone via Whatsapp dan Skype.

Saya sendiri sudah pernah traveling bareng Rini ke Raja Ampat, itu pun gabung dengan 10 orang lainnya di atas kapal. Sama Claudia baru sekali ke Yogya, sehari pula. Rini dan Claudia malah belum pernah traveling bareng. Setiap chatting kami selalu melontarkan ide untuk traveling bareng, tapi nggak pernah kesampaian. Bahkan mengunjungi Rini yang tinggal di Kuala Lumpur aja nggak jadi-jadi. Sampai lah suatu hari terlontar ide untuk traveling bareng ke Canada. Kenapa Canada? Meski sudah puluhan negara kami kunjungi, tapi kami bertiga sama-sama belum pernah ke Canada.

Singkat cerita, coba tebak, gimana gaya jalan kami – para travel writer kondang? #ciyee

Apakah disponsorin? Nggak sama sekali. Kami traveling ke Canada pake duit tabungan masing-masing.

Seberapa banyak bawaannya? Setiap orang bawa 2 pieces; koper/ransel dan ransel kecil. Karena cuaca dingin, bawaan jadi lebih banyak dan bulky. Bawaan yang paling lengkap sampe ke printilan sih Claudia – minta apa aja kayaknya ada. Rini yang bodinya paling kecil justru bawaannya paling banyak.

Bikin itinerary? Kagak! Kami cuma tahu tanggal berapa ada di mana. Karena saya punya waktu hampir sebulan, Rini 2 minggu, dan Claudia cuman punya semingguan. Artinya, kami hanya bersama seminggu pertama. Tiga hari pertama saya dan Rini ke Victoria, sebelum bergabung dengan Claudia di Vancouver. Setelah itu tiap malam kami berdiskusi mau ngapain,ke mana besoknya dan sama-sama browsing. Di tiap kota kami selalu ke Tourism Office setempat untuk cari info. Itu pun sering nemu ide baru di jalan dan berubah rencana. Pokoknya kami sangat fleksibel.

Naik apa? Kebanyakan sih jalan kaki. Sebagai tukang jalan-jalan, kami semua kuat jalan kaki seharian. Kalo jauh ya naik bus, atau naik taksi ke bandara/terminal bus karena bisa patungan bertiga. Pernah juga nyewa mobil ke Lake Louise karena Rini dan Claudia punya SIM Internasional.

20151106_030142 (640x480)

Apakah ke mana-mana selalu barengan? Seharian sih iya, tapi duduk di bus pun kami bertiga mencar karena sama-sama maunya duduk di jendela. Tapi kalo ada salah satu yang nggak mau ikut, ya nggak maksa. Sehabis makan malam biasanya ada sesi curhat. Setelah itu, Rini yang anak kantoran pasti tidur duluan, Claudia kerja di laptop-nya, saya kadang ngelayap.

Menginap di mana? Kami tinggal di hostel yang female dorm sekamar berempat, jadi ada seorang wanita lain yang tidak kami kenal. Saya dan Claudia yang bertubuh besar mendapat kemewahan untuk boleh tidur di bunkbed bawah.

Apakah ada ritual khusus? Claudia bangun selalu paling pagi karena dia kudu dandan dulu. Tidur paling telat pasti saya, karena saya selalu mandi sebelum tidur dan mengeringkan rambut pake hair dryer. Karena kami bertiga sama-sama Kristiani, sebelum berangkat kami berdoa bersama yang dipimpin oleh Rini.

Gimana makannya? Cari makan pasti yang lebih hemat, seperti di food court atau restoran lokal. Sesuai dengan ukuran tubuh, Rini makannya paling sedikit. Claudia yang doyan ngemil mesti ke supermarket beli camilan sendiri. Saya hanya makan 3 kali sehari langsung porsi besar. Lucunya setiap order makanan di restoran ada polanya; Rini makan ayam, Claudia makan sapi, saya makan babi. Hehehe!

Gimana soal perduitan? Untuk booking tiket bus dan hostel biasanya ditalangin dulu pake kartu kredit Claudia, bayarnya belakangan pas tagihan datang dalam Rupiah. Sisanya duit sendiri-sendiri.

Siapa yang jadi leader? Tanpa traveling bareng pun, kami sudah tahu bahwa Claudia lah yang otomatis menjadi pemimpin, dia juga paling jago baca peta. Saya dan Rini sih seneng banget ada yang ngurusin. Claudia pun hepi karena dia terbiasa bawa grup #TripBarengCK. Lucunya pernah dia kebablasan mengajak kami ke kafe populer asal Amerika karena kebiasaan grupnya suka beli tumbler.

Shopping nggak? Ternyata di antara kami bertiga, yang paling doyan shopping adalah Rini! Dia juga yang rajin ngeracunin kami kalo ada barang sale. Claudia hanya beli suvenir, saya yang paling nggak beli apa-apa kecuali sekali kena racunnya Rini beli jaket.

Pada gila selfie nggak? Nggak sama sekali. Motret aja kami termasuk malas. Kami semua tidak punya action cam dan tongsis, jadi kalau mau foto ya gantian aja. Itu pun foto bertiga jarang banget. Meski kami aktif di socmed, tapi kami tidak terpaku pada smartphone masing-masing. Interaksi dengan real people lebih penting!

Berantem nggak? Nggak sama sekali! Itu dia, kalo jalan sama orang udah sama-sama sering traveling, hampir dipastikan orangnya sama-sama asyik. Apa-apa dikomunikasikan dan transparan. Mau gebet cowok juga aman karena selera kami berbeda.

Ah, ternyata traveling sama mereka memang menyenangkan! Pulang dari Canada, kami pun merencanakan untuk traveling bareng lagi di tahun 2016. Ke mana? Yang jelas ke negara yang kami semua belum pernah juga. Ada yang bisa tebak? Tunggu aja ceritanya!


Ekspedisi WWF ke Pulau Koon

$
0
0

Mendadak saya menerima undangan dari WWF Indonesia untuk mengikuti ekspedisi ke Pulau Koon di Kabupaten Seram Bagian Timur, provinsi Maluku (hashtag #XPDCKOON). Tujuan ekspedisi ini adalah mengumpulkan data ekologi, sosial dan pariwisata kawasan konservasi Koon. Sebagai pecinta pulau eksotis dan diving, saya langsung setuju. Apalagi bisa melihat langsung bagaimana para ilmuwan kelautan dan perikanan bekerja.

Ada 21 orang yang ikut dalam ekspedisi Koon dari WWF Indonesia yang dibantu oleh personel dari Yayasan TERANGI, Dinas Kelautan & Perikanan Kabupaten Seram Bagian Timur, TNI AL Ambon, Balai Taman Nasional Wakatobi, dan 2 orang travel blogger yaitu saya dan Terry dari negerisendiri.com. Ekspedisi yang diadakan pada 13-25 April 2016 ini menggunakan Kapal Menami milik WWF yang dikirimkan dari Wakatobi.

Tim #XPDCKOON tiba di Pulau Gorom

Tim #XPDCKOON tiba di Pulau Gorom

Karena ada kerjaan lain di Lampung, saya baru bisa menyusul pada 14 April 2016 yang dijadwalkan dengan menggunakan pesawat rute Jakarta-Ambon-Langgur, lalu akan naik speed boat WWF dari Langgur (Kei) ke Koon. Baru saja mau naik pesawat di bandara Pattimura Ambon menuju Langgur, saya ditelepon WWF yang mengatakan bahwa saya sebaiknya turun dari pesawat saja karena kapal Menami ternyata masih di Ambon. Saya sampai nggak enak ngerepotin sebandara karena harus mengeluarkan tas dari bagasi pesawat.

Beruntung saya masih bisa ikut workshop sehari untuk semua peserta ekspedisi di atas kapal Menami. Workshop ini antara lain mengenai tata cara survei cepat dan manajemen data. Sehari tiga kali diadakan coral and fish test alias ujian tentang karang dan ikan! Saya baru tahu bahwa karang itu jenisnya sangat banyak. Karang keras saja terbagi lagi menjadi Acropora dan Non Acropora. Masing-masing terbagi menjadi golongan branching, encrusting, submassive, dan lain-lain. Padahal di layar semua tampak sama!

Sedangkan ujian ikan, terbagi antara identifikasi ikan dan estimasi panjang ikan. Ruangan kelas pun terdengar bak bahasa Asterix & Obelix karena mereka menyebut nama ikan dalam bahasa Latin! Saya yang cuma tahu ikan baronang, ikan kuwe, ikan kerapu itu masih salah, karena masing-masing keluarga ikan mempunyai jenis macam-macam – makanya wajib hapal nama spesies dalam bahasa Latin dua kata. Sebagian besar peserta yang memang sarjana kelautan dan perikanan sekaligus bekerja di LSM bidang konservasi laut membuat saya geleng-geleng kepala. By the way, sebagian besar lulusan IPB dan Universitas Diponegoro lho! Ih, bangga deh saya sebagai almamater Undip!

Yang agak mending saya bisa ikuti adalah ujian mengukur estimasi panjang ikan. Panjang dihitung dari ujung muka sampai ujung ekor. Ternyata tidak semua ikan dijadikan target penelitian. Ikan karang di bawah 10 cm tidak dihitung. Kategori ikan yang dihitung adalah “ikan kecil” dengan ukuran 10-35 cm dan “ikan besar” dengan ukuran 35 cm ke atas. Jenisnya pun tertentu, hanya yang dianggap bernilai ekonomis, antara lain Scaridae, Seranidae, Lutjanidae, Carangidae, Sphyraenidae, dan Cachardindae – silakan googling artinya ya? Hehehe.

Ada juga penelitian Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) Selam, seperti kecerahan perairan, tutupan karang, jenis bentuk pertumbuhan (life form), kecepatan arus, dan lain-lain. Juga pengambilan data SPAGs (Spawning Agregation Sites) yang artinya adalah meneliti ikan kawin! Ditambah lagi penelitian Hewan Karismatik, maksudnya penyu, hiu, paus  – entah kenapa disebut “karismatik”. Selain pengambilan data bawah laut, juga ada penelitian darat berupa wawancara kepada para nelayan di pulau-pulau terdekat dengan 150 butir pertanyaan.

Sayangnya karena surat izin kapal bermasalah, kami stuck di Ambon selama 3 malam. Setelah workshop ekspedisi selesai, mendadak saya disuruh mengisi workshop penulisan. Hari bebas lain kami isi dengan berbelanja di mal dan pasar untuk logistik kapal. Saya sendiri mengajak sebagian peserta untuk berwisata ke Pantai Liang, Kampung Bola Tulehu, dan makan rujak di Pantai Natsepa. Beruntung saya sempat bertemu dengan Victor, seorang teman di Ambon yang berbaik hati meminjami kipas angin… karena kamar tidur di kapal Menami sangat panas!

Singkat cerita, pada 17 April 2016 pukul 10 pagi kami berangkat. DUA PULUH ENAM JAM yang membosankan kemudian, akhirnya kami tiba di Pulau Gorom. Speed boat WWF yang dinamai Pesut dari Kei telah tiba untuk membantu penelitian. Kata kaptennya, untung saya tidak ikut nebeng karena perjalanan molor dari 5 jam jadi 8 jam akibat ombak besar. Titik penyelaman ada dua puluhan di sekitar gugusan Pulau Koon, Pulau Gorom, Pulau Geser, Pulau Grogos, Pulau Nukus, Pulau Neiden, Pulau Kidan, dan Pulau Panjang.

Kami pun dibagi 2 tim ekspedisi penyelaman, masing-masing terdiri dari 6 orang. Saya memilih untuk ikut tim yang berada di kapal Pesut yang punya tangga karena masalah (badan) saya adalah memanjat rubber boat dari laut. Urutan penyelaman adalah pertama, “anak ikan” yaitu 2 orang yang mendata ikan kecil dan ikan besar. Kedua adalah “Roll Master” yaitu orang yang bertugas membentangkan tali meteran rol. Ada 5 rol tali, masing-masing sepanjang 50 meter. “Anak IKW” biasanya jadi buddy-nya. Ketiga adalah “anak karang” yaitu yang mendata terumbu karang dan bleaching. Masing-masing penyelam mencatat hasil temuannya pada papan yang dilapisi kertas anti air. Di atas kapal ada orang yang bertugas mendata lokasi dan men-tag GPS untuk titik penyelaman dan bila bertemu “hewan karismatik”.

Tutus Wijanarko meneliti ikan kawin! (foto: Taufik Abdillah)

Tutus Wijanarko meneliti ikan kawin! (foto: Taufik Abdillah)

Kami semua turun ke kedalaman 10 meter, seseorang akan menandainya dengan jerigen. Lalu “anak ikan” maju ke depan sambil mencatat data ikan. Tugas mereka mendata sampai jarak 250 meter dan dilanjutkan dengan long swim selama 15 menit. Di belakangnya, Roll Master membentangkan tali meteran. Bila sudah lewat 250 meter dan menandainya dengan safety sausage, maka tandanya “anak ikan” akan long swim. Terakhir “anak karang” yang mendata kondisi karang sampai jarak 150 meter. Makanya Roll Master setelah membentangkan tali meteran 250 meter, ia harus balik menggulung meteran sampai ke titik 150 meter. Dan “anak karang” lah yang akan menggulung balik sampai ke titik 0.

Dari semua spot penyelaman, alam bawah lautnya memang bagus, malah masih bisa dibilang perawan. Karena lokasinya yang terpencil, hanya kapal pesiar atau LOB (live on board) yang bisa masuk – itu pun sangat jarang. Memang ada sebagian spot yang rusak akibat pemboman oleh nelayan setempat. Untunglah WWF Indonesia telah melakukan konservasi sejak tahun 2011 dimana WWF bersama dengan Raja dan rakyat Petuanan Negeri Kataloka telah menyepakati kerjasama wilayah konservasi yakni Marine Conservation Agreement (MCA), yang bertujuan untuk pemulihan ekosistem laut di perairan sekitar Pulau Koon. Pelarangan pengambilan ikan di situ dilakukan karena merupakan lokasi agregasi pemijahan ikan kerapu sunu, kakap merah, kerapu macan, dan bobara mata besar. Selain itu, perairan Koon juga memiliki kepadatan biomasa (jumlah spesies) jenis ikan tertinggi bila dibandingkan dengan wilayah pemijahan ikan lainnya di Indonesia bagian Timur. Terbukti saat menyelam di area MCA tersebut, saya menyaksikan sendiri terumbu karang yang padat, sehat, dengan ikan yang luar biasa banyaknya, termasuk ikan kerapu dan bobara, bahkan bertemu schooling ikan GT, barakuda, bumphead, dan sweetlips!

Saya yang biasa diving for fun, sekarang baru tahu bedanya diving for work. Peralatan diving angkut sendiri, pasang sendiri. Setelahnya angkut sendiri, bongkar sendiri, cuci sendiri. Kalau ada arus kencang, kami tetap berenang melawan arus sekencang apapun sampai kaki dan gigi saya mau copot saking pegelnya. Kalau ada spot oke untuk foto, tidak ada yang peduli karena pada fokus pada penelitian. Kalau pun mau foto-foto, hanya bisa saat safety stop. Kalau ada yang fotoin, hasilnya tidak sebagus teman fun diver yang biasanya bawa kamera profesional. Ya iya lah yaa… namanya juga ekspedisi penelitian ilmiah, bukan hura-hura!

Di sisi lain saya sangat salut dengan para peneliti yang begitu passionate dengan pekerjaannya dan tidak masalah menempuh kondisi apapun. Saya bertanya, “Emang kalian enjoy ya diving tapi kerja keras begitu?” Jawab mereka, “Kami malah bingung kalau cuma diving doang tanpa mencatat ikan dan karang.”


PS. Cerita behind the scene ekspedisi ini bisa dibaca di buku “The Naked Traveler 7” yang akan terbit secepatnya. :)

Menginap di Rumah Gubernur

$
0
0

Saat ada kerjaan ke Filipina, saya sengaja extend seminggu untuk mengunjungi sahabat saya Alda, teman sekelas sekaligus roommate di kampus AIM Manila. Alda sudah pernah menginap di rumah saya di Jakarta, saya pernah mengunjunginya saat dia bekerja di Dubai, beberapa kali kami sempat traveling bareng. Akhirnya baru kesampean menginap di rumahnya di Davao City di Pulau Mindanao pada Januari 2016.

Mindanao adalah pulau paling selatan di Filipina yang dekat dengan utaranya Kalimantan dan Sulawesi. Tak heran di wilayah ini paling banyak penganut Islam karena dulu asal penduduknya dari Malaysia dan Indonesia. Sayangnya wilayah Mindanao dicap tidak aman karena di sana lah pusat Abu Sayyaf, kelompok militan Islam yang sering melakukan aksi terorisme, seperti pemboman dan penculikan, juga aksi kriminal lainnya. Terakhir mereka menculik tiga turis asing di Samal Island beberapa bulan sebelum keberangkatan saya! Tapi kata Alda tidak usah khawatir, karena saya bukan target. Baiklah.

Rupanya ayahnya Alda adalah konsultan Gubernur Davao Oriental. Beliau mempromosikan saya sebagai “blogger terkenal”, jadilah saya diundang menjadi tamu kehormatan. Saya, ditemani Alda, akan diajak jalan-jalan ke tempat wisata, disediakan mobil berplat merah dan supir, ditraktir makan, dan menginap di rumah Gubernur! Wah, seumur hidup saya aja nggak pernah ketemu Gubernur DKI Jakarta, apalagi diajak nginep. Diundang gubernur manapun di Indonesia juga nggak pernah sih. Lagian, siapa gue? Hehehe!

Davao Oriental adalah sebuah propinsi di Pulau Mindanao. Ibu kotanya bernama Mati yang berjarak sekitar 3 jam naik mobil dari Davao City. Iya, nama kotanya Mati! Saya aja langsung foto di depan tulisan “Mati”. Kesannya gimana gitu! Perjalanan ke sana pemandangannya keren, karena melewati pesisir yang pantainya bersih. Uniknya, ada sebuah pulau yang bernama Sleeping Dinosaurs. Saya perhatikan, bentuk pulaunya memang mirip dinosaurus yang lagi bobo! Uh, luthunah!

Kota Mati ternyata nggak mati-mati amat. Meski kotanya kecil dan agak awut-awutan, tapi kantor gubernurnya keren banget! Mirip kayak di Indonesia; bangunan paling bagus di suatu kota adalah kantor gubernurnya. Saya pun berencana sowan ke Governor Corazon Nuñez-Malanyaon. Sayangnya Gov Cora (panggilan untuk Ibu Gubernur) lagi sibuk, jadi saya tidak sempat bertemu.

Kantor Gubernur Davao Oriental

Kantor Gubernur Davao Oriental

Di Mati ada sebuah museum yang surprisingly merupakan museum yang paling bagus se-Filipina yang pernah saya kunjungi. Isinya adalah sejarah peradaban propinsi tersebut dan highlight destinasi wisatanya. Yang keren, display-nya interaktif, seperti lantai dan dindingnya yang berupa layar datar TV menampilkan satwa-satwa endemik yang kalau dipencet keluar informasi. Bagian yang menarik adalah tentang Mount Hamiguitan yang baru saja diresmikan menjadi UNESCO Heritage Site karena memiliki keunikan berupa hutan bonsai terluas di dunia. Sayang saya tidak sempat mengunjunginya.

Di belakang museum tersebut terdapat rumah dinas Gubernur. Di situ lah saya disuruh menginap. Wah, rumahnya mewah banget! Menghadap lembah yang cantik, rumah besar berasitektur mirip rumah kolonial Spanyol ini memiliki kolam renang. Kamar kami aja udah kayak hotel interiornya.

Sore-sore kami ke Dahican Beach. Pantai cantik berpasir putih sepanjang 7 km ini adalah andalan pariwisata Mati. Udah siap-siap mau nyebur, eh ombaknya gede banget sampe saya ciut! Masalahnya di situ tidak ada yang berenang selain para surfer profesional. Jadilah kami nongkrong aja sambil barbeque-an.

Bangun pagi, sudah disediakan sarapan di ruang makan dengan meja panjang bak jamuan kerajaan. Di kepala meja, duduk seorang pria yang memperkenalkan diri sebagai suaminya Gubernur. Namanya Louie Malanyaon. Aduh saya jadi nggak enak gini. Belum ketemu gubernur tapi suaminya jadi kebawa-bawa. Namun Sir ini orangnya asyik dan pengetahuan tentang pariwisata Davao Oriental luas. Saya pun bertanya di mana berenang yang airnya tenang? Beliau menyarankan ke San Victor Island.

Berangkatlah kami ke pulau tersebut. Dua jam naik mobil ditambah naik kapal nelayan sepuluh menit, sampailah kami di pulau berpasir putih seluar 3 hektar. Kami menyewa saung ke petugasnya. Rupanya pulau ini dimiliki oleh gereja Katolik setempat yang sudah menyediakan fasiltas kamar mandi dan air bersih untuk bilas. Ah, menyenangkan sekali kalau dikelola dengan baik seperti ini. Saya pun langsung nyebur!

Selanjutnya kami mampir di Baganga Sunrise Boulevard. Sejatinya adalah pantai pasir putih yang ditumbuhi hutan bakau. Karena taifun Pablo yang menghancurkan propinsi tersebut pada 2012, hutan bakau itu sebagian besar terserabut dan meranggas. Namun pemandangannya jadi sangat instagrammable!

20160129_110027

Akhirnya kami tiba di Cateel (dibaca: Kati-il), kota asal Gubernur. Ternyata rumah pribadi mereka lebih keren lagi! Berasitektur tradisional dengan daun jendela terbuat dari kerang, bertingkat tiga, serba luas dengan interior serba kayu minimalis. Kami disuruh tidur di kamar anaknya. Kekeluargaan banget nggak tuh? Malamnya Sir Louie menjamu kami. Makan cuma bertiga, eh beliau meng-hire catering khusus yang menyediakan seekor lechon (babi guling), lobster, dan udang galah. Wah, mewah bener! Saya jadi tahu perbedaan lechon ala Cateel. Babi yang hidup free range (tanpa dikandangi) ini dipotong saat baru berumur 3 bulan, sehingga dagingnya empuk dan lemaknya tipis. Bumbunya pun minimal sehingga rasanya luar biasa enaknya.

Rumah Gubernur Davao Oriental

Rumah Gubernur Davao Oriental

Besoknya sebelum kembali ke Davao City, kami mengunjungi Aliwagwag Falls. Denger namanya jadi pengen ketawa: Ali-wag-wag! Air terjun ini tingginya 340 meter atau tertinggi se-Filipina, tapi bentuknya berteras-teras sehingga membentuk 22 air terjun kecil yang jatuh ke kolam-kolam. Cantik banget! Meski lokasinya di tengah hutan, tapi fasilitas telah dibangun dengan baik. Di dasarnya tersedia bangunan permanen bertingkat untuk piknik, jalan setapak ke atas sudah diberi pagar dan bebatuan padat sehingga aman, kolam-kolamnya pun diberi informasi mana yang untuk anak kecil maupun orang dewasa. Salut!

Dan hari-hari selanjutnya saya jalan-jalan deh sama Alda di Davao City, kota terluas se-Filipina. Tahun 2005 saya pernah ke sana sama Yasmin, dan kotanya sendiri sekarang tak banyak berubah, hanya lebih ramai. Hebatnya, Walikota Davao telah menerapkan anti-smoking policy di seluruh kota! Destinasi wisata favorit saya sekitar Davao City adalah Eden Nature Park yang terletak di pegunungan dan Samal Island yang berpasir putih dan laut tenang. Sungguh, saya merasa aman-aman aja selama saya di Mindanao.

The power of female travelers

$
0
0

Sangat sering saya ditanyakan orang “sebagai cewek, ngeri nggak sih traveling?” dan sungguh saya nggak ngerti kenapa pertanyaan semacam itu masih ada di tahun 2014? Bahkan orang-orang tua (untungnya bukan orang tua saya) hari gini masih ada yang bilang, “Traveling? Tapi kamu kan cewek!”

Sebagai cewek, harus diakui umumnya kita memang lebih rentan dibanding cowok secara fisik. Tapi ingat lah bahwa resiko ditipu, dicuri, dirampok, bahkan diperkosa adalah sama juga dengan yang ditanggung cowok. Kriminalitas itu tidak pandang jenis kelamin, umur, fisik dan lain-lain. Secara kasarnya, kalau sial ya sial aja. Jalan-jalan sendiri di malam hari ke tempat yang sepi? Itu sih bukan hanya cewek, tapi cowok pun akan jadi sasaran kejahatan. Dengan menggunakan common sense, semua resiko itu bisa diminimalisasi, dan tentunya ditambah doa agar kita selalu dalam lindunganNya.

Perhatikan nggak? Buku-buku travel di Indonesia sebagian besar ditulis oleh cewek. Semakin lama pun semakin banyak cewek yang traveling. Bahkan perjalanan setahun saya keliling dunia 2012-2013 saya bertemu lebih banyak cewek daripada cowok. Kalaupun ada cowok, sebagian besar dia datang bersama ceweknya.

Apakah karena populasi cewek lebih banyak di dunia? Salah! Saat ini perbandingan pria dan wanita adalah 101:100 kok. Jadi kenapa cewek lebih banyak traveling? Teori saya sih karena umumnya cowok itu lebih serius memikirkan masa depan karena secara kodrat mereka lah yang nantinya wajib menjadi breadwinner (pencari nafkah untuk keluarga). Jadi, cowok lebih cenderung untuk mengejar karir supaya duluan mapan dan bisa menikahi cewek. Sementara cewek, apalagi masih single, mikirnya kalo ada duit ya dipake untuk senang-senang sendiri aja dulu. Hayo ngaku! :)

Menurut saya, jadi cewek itu justru jauh lebih diuntungkan saat traveling. Tahu kan ada istilah “ladies first”? Artinya, kita memang selalu didahulukan. Sebut saya tidak mendukung persamaan hak pria dan wanita. Tapi dalam hal traveling, saya tetap ingin mendapat perlakuan khusus kok!

Pertama, cewek itu sering diberikan tempat khusus. Transportasi publik memberikan space khusus untuk cewek, seperti gerbong khusus di kereta api atau dapat prioritas tempat duduk di bus. Parkir aja di mal, cewek mendapat tempat khusus bukan? Bahkan di India yang katanya paling serem bagi traveler cewek, justru memberikan jalur antrian khusus, disediakan polisi cewek, dan kursi MRT hanya boleh diduduki oleh cewek.

Kalau menginap di hostel, sering tersedia kamar dorm khusus cewek tapi sangat jarang ada dorm khusus cowok. Cowok dianggap lebih fleksibel dengan berbagi kamar dengan cowok maupun cewek, sehingga pilihannya hanya dorm yang mix cewek-cowok. Belum lagi soal toilet dan kamar mandi, untuk cewek umumnya lebih luas dan letaknya lebih dekat.

Dalam soal belanja atau membeli sesuatu yang bukan fixed price, cewek yang emang doyan nawar dianggap wajar bagi penjual sehingga pada akhirnya kita bisa mendapatkan harga lebih murah. Cowok umumnya lebih gengsi dalam hal ini, dan itu terbukti seringnya saya mendapat harga lebih murah dibanding teman-teman traveler yang cowok. Secara umum, barang-barang yang tersedia di pasaran pun sebagian besar ditujukan untuk cewek sehingga kita lebih bebas memilih. Baik membeli barang untuk diri sendiri maupun untuk oleh-oleh kepada cewek lebih mudah karena lebih banyak pilihan.

Justru karena kita cewek, kita harus memanfaatkan “kecewekan” kita. Contohnya kalau kita bertanya arah jalan kepada seseorang, hampir dipastikan ia akan menjawab dengan lebih ramah kepada cewek  daripada kepada cowok – secara cowok kan gengsi kalau nanya jalan bukan? Malah cewek yang nanya jalan dan akhirnya dianterin itu kemungkinannya besar! Kalau naik kendaraan dan mengambil tas dari bagasi, sebagai cewek kita bisa santai meminta tolong kepada kondektur untuk diangkatin. Saya malah kasihan sama cowok, mereka harus berlaku sebagai cowok dengan mengangkat tas sendiri tanpa minta tolong – bahkan mereka merasa berkewajiban membantu traveler cewek lainnya.

Contoh yang lebih ekstrim lagi, kalau cewek ke bar, kita bisa senyum-senyum kedipin bartender cowok untuk mendapat minuman gratis. Hal semacam ini sulit dilakukan oleh cowok, kecuali emang udah kenal sebelumnya. Pokoknya, kemungkinan cewek ditraktir makan dan minum jauh lebih besar daripada cowok!

Masih banyak lagi deh keuntungan cewek traveling. Intinya, kita tinggal pasang muka memelas dan banyak senyum, orang akan senang hati membantu. Nggak usah sok kuat dan tegar deh. Kadang berlagak lemah justru memberikan keuntungan loh! Yang penting, kita tahu batasnya. Berani tegas kalau ada yang kurang ajar. Berpakaian sopan dan tidak “mengundang”. Sisanya, kita harus menjaga keamanan dan keselamatan diri, apapun jenis kelaminnya.

Ingatlah, worrying gets you nowhere! Kalau kita khawatir melulu, kapan kita jalan-jalannya dong?


Tulisan ini pernah masuk ke Majalah Elle, 2014

Jordan is more than Petra

$
0
0

Jordan atau Yordania adalah sebuah negara di Timur Tengah yang berbatasan dengan Arab Saudi, Suriah, Irak, Israel, Palestina. Meski Jordan dekat dengan wilayah konflik, namun ia adalah negara paling aman se-Timur Tengah. Boro-boro perang, tingkat kriminalitasnya aja sangat rendah. Karena amannya, Jordan sering dijadikan tempat perjanjian antarnegara yang bertikai di sekitarnya, bahkan sering jadi tujuan pengungsi. Meski mayoritas penduduk Jordan adalah Islam, tapi Jordan adalah negara yang netral dan liberal. Bersama Mesir, Jordan merupakan salah satu dari hanya dua negara Arab yang mendantangani perjanjian damai dengan Israel.

Pariwisata Jordan meningkat pesat sejak Petra menjadi salah satu pemenang “7 New Wonders of the World”. Namun tidak hanya Petra karena masih banyak lagi destinasi pariwisata yang menarik dikunjungi di Jordan, antara lain;

Religious Tourism

Bagi umat Kristiani, Jordan memiliki situs penting yang tertulis dalam Alkitab. Ada “Bethany Beyond the Jordan” yang merupakan tempat baptis Yesus orosinil di Sungai Yordan dan baru saja disahkan UNESCO World Heritage Site pada 2014 – jadi bukan di sisi Israel yang selama ini populer dikunjungi orang. Yang penting lainnya adalah Mount Nebo, tempat Musa menunjuk Tanah Perjanjian dan meninggal dunia. Ada juga Amman (di Alkitab disebut Amon, tempat Daud menyuruh Uria berperang), Umm Qays (tempat Yesus menyembuhkan dua orang kerasukan di Gadara), Madaba (sering disebut di Perjanjian Lama tentang Musa, tempat perang Daud melawan Moab), Kings’ Highway (Abraham dan Musa melewati jalan ini), dan lain-lain.

Bethany Beyond the Jordan

Bethany Beyond the Jordan

Raja dari Kerajaan Yordania Hasyimiah ini adalah keturunan langsung dari Nabi Muhammad. Bagi umat Islam, Jordan memiliki situs penting, antara lain Al-Raqim (gua Tujuh Orang Tertidur), Bosra Al-Sham (tempat Nabi Muhammad bertemu dengan biara Bahira), Safawi (tempat Nabi Muhammad berteduh di bawah sebatang pohon dalam perjalanan ke Suriah). Banyak pula makam para sahabat Nabi Muhammad, antara lain makam Abdul Rahman bin Awf Al-Zuhri di Amman, Abu Dharr Al Ghitari di Madaba, Zaid bin Harithah di Karak, Abu Ubeida Amer bin Al-Jarrah di Lembah Yordania, dan lain-lain.

Archaelogical Tourism

Amman Citadel – Dihuni sejak zaman Neolitikum (10.200 SM), bangunan yang masih ada antara lain Temple of Hercules (abad ke-2), Gereja Bizantium (abad ke-4) dan Umayyad Palace (abad ke-8). Terdapat juga Jordan Archeological Museum yang terdapat berbagai artefak, terutama patung tembikar berwajah manusia tertua di dunia pada tahun 8000-6000 SM.

Patung Ain Ghazal sejak 8000-6000 SM

Patung Ain Ghazal dibuat tahun 8000-6000 SM

Jerash – Dihuni sejak 6500 tahun yang lalu, masa kejayaan Jerash adalah pada masa kekuasaan Romawi abad ke-1 (dulu bernama Gerasa). Saat ini Jerash merupakan salah satu kota Romawi yang paling well-reserved di dunia. Jalan berbatu, tiang-tiang, kuil, pemandian, air mancur, teater terbuat dari granit dan marmer masih terjaga dengan baik saking canggihnya teknologi masa itu. Bahkan tiang-tiang setinggi 16 meter di Temple of Artemis telah dibuat berteknologi anti gempa!

Jalan di Jerash

Jalan di Jerash

Nature Tourism

Ajloun Forest Reserve – Banyak yang mengira Jordan adalah negara tandus dan panas, padahal ia juga memiliki hutan yang terletak di atas bukit. Mayoritas berupa pohon oak yang diselingi pohon pinus, pistachio, dan strawberry. Tersedia trail bagi yang suka hiking. Yang paling oke sih cuacanya yang dingin dan kita bisa tinggal di eco-lodge. Tak jauh dari sana terdapat Ajloun Castle, istana Muslim yang dibangun abad ke-12.

Kalau saya punya waktu lebih banyak lagi, saya sih pengen diving di Red Sea di kota Aqaba.

Wellness Tourism

Dead Sea – Laut Mati kadar garamnya sangat tinggi sehingga kita pasti mengapung di permukaan. Airnya yang berminyak itu mengandung mineral yang dipercaya sangat baik untuk kulit. Dulu saya pernah ke Laut Mati di pantai umum di Israel, kali ini saya merasakan nikmatnya berenang di pantai private karena menginap di Hotel Crowne Plaza, jadi dari kamar tinggal jalan kaki pake bikini. Jangan lupa luluran pake lumpur hitam di sana, jerawat saya langsung hilang!

Dead Sea

Dead Sea

Ma’in Hot Springs – Tak jauh dari Dead Sea terdapat Ma’in yang merupakan oasis di tengah gurun pasir. Memang menakjubkan karena di antara bukit tandus ada pepohonan hijau dan air terjun yang mengalirkan air panas yang kaya mineral. Lagi-lagi karena menginap di Evason Ma’in Resort, saya bisa berendam di kolam air panas secara private.

Film Tourism

Petra – kota berwarna pink dengan bangunan yang dipahat dari tebing ini adalah kunjungan kedua saya. Tulisannya silakan dibaca di buku The Naked Traveler 4 ya? :)

The Treasury, Petra

The Treasury, Petra

Wadi Rum – Gara-gara film The Martian-nya Matt Damon, saya jadi pengin ke Wadi Rum. Berbeda dengan gurun di mana pun di dunia, Wadi Rum memiliki bukit-bukit sandstone yang tinggi jadi pemandangannya tidak flat. Warnanya yang kemerahan emang mirip dengan permukaan planet Mars. Pokoknya foto di sana sangat Instagrammable deh! Untuk berkeliling bisa naik mobil 4×4 atau naik onta. Nongkrong deh di salah satu puncak bukitnya menjelang sunset, wih… keren abis! Biar pengalaman tambah mantap, kita bisa camping di gurun, seperti di Captain’s Desert Camp. Lalu malamnya memandang jutaan bintang yang luar biasa! Bintang memang paling bagus dilihat di gurun yang kering dan tanpa polusi cahaya.

Sunset in Wadi Rum

Sunset in Wadi Rum

Tips

  • Untuk pemegang paspor Indonesia, visa ke Jordan adalah Visa on Arrival dengan membayar 40 JOD (single entry, berlaku sebulan) di bandara.
  • Maskapai penerbangan Royal Jordanian baru saja membuka rute direct Jakarta-Amman-Jakarta sehingga tidak perlu transit lama-lama lagi.
  • Yang doyan belanja oleh-oleh, tahan sampai di Petra. Di sebelah Hotel Movenpick yang letaknya persis di seberang pintu gerbang Petra berjejer toko-toko suvenir termurah se-Jordan. Contohnya magnet cuma 1 JOD, bisa ditawar kalau beli banyak.
  • Informasi pariwisata Jordan, silakan klik visitjordan.com

[Buku Baru] The Naked Traveler 7

$
0
0

TNT-7-3d

Buku terbaru saya, The Naked Traveler 7 akan segera terbit! Buku ini merupakan seri ke-7 dari buku travel terlaris di Indonesia, setelah The Naked Traveler 1,2,3,4 dan The Naked Traveler: Round-the-World Trip part 1 & 2.

Spesialnya dari buku #TNT7 ini karena featuring #YasminNaikHaji. Ya, sahabat jalan saya, Yasmin @jeng_yasmin, turut berkontribusi mengenai perjalananannya naik haji! Buku ini juga full color, lengkap dengan foto-foto dan ilustrasi kece, plus gratis pembatas buku. Tebalnya pun 296 halaman – paling tebal dari semua buku seri The Naked Traveler, jadi bakal puas bacanya!

Sinopsis

Lebih dari sepuluh tahun yang lalu, Trinity pertama kali menuliskan rekaman perjalanannya melalui blog naked-traveler.com. Siapa sangka perjalanan-demi-perjalanan ke hampir seluruh provinsi di Indonesia dan 73 negara di dunia, mengantarkannya pada 13 judul buku, termasuk buku ke-7 dari seri The Naked Traveler ini.

Trinity menumpahkan hal-hal seru, yang bikin senang, kesal, geli, haru, sedih, dan bikin nagih, yang lagi-lagi menularkan virus untuk traveling. Dari perjalanan menyaksikan pesona India yang  bersalju di Kashmir, berpesta 3 hari di karnaval di Seychelles, camping bersama singa di Tanzania, mengikuti kapal ekspedisi penelitian bawah laut di Pulau Koon, mencoba aktivitas pemompa adrenalin di New Zealand, terbakar matahari setelah siklon di Fiji, hingga bertemu dinosaurus terbesar di dunia di Kanada.

Yasmin —partner traveling di #TNTrtw, kali ini turut berkontribusi menuliskan satu-satunya pengalaman yang tidak mungkin dimiliki Trinity: naik haji. Pengalaman #YasminNaikHaji menambah keseruan buku ini. Lewat kisahnya, selain menunaikan haji, Yasmin juga mengeksplorasi Mekah dan Madinah dengan cara berbeda.

Penerbit: BENTANG PUSTAKA
ISBN: 9786021246986
Tahun Terbit: Juni 2016
Halaman: 296 Halaman
Berat: 0,35 Kg
Format: Soft Cover
Harga: Rp 84.000,-

Pre-Order

Supaya dapat buku #TNT7 ini duluan, dapat diskon minimal 15%, diantar langsung ke rumah, dan dapat tanda tangan saya dan Yasmin, maka silakan pre-order pada 27 Juni – 27 Juli 2016 di toko-toko buku online sebagai berikut: mizanstore.com, temanbuku.com, bukabuku.com, bukukita.com, parcelbuku.net, bukubukularis.com, pengenbuku.net, @demabuku, toko klasika, grobmart.com, kupukupubuku.com

Kalau mau paket spesial buku #TNT7 + tanda tangan saya & Yasmin + T-shirt (gambar cover buku, ukuran all size) dengan harga Rp 150.000,- bisa order ke mizanstore.com

Ingat, jumlah buku sangat terbatas! Jadi buruan hubungi toko-toko buku online di atas dan segera order ya?

Karena percetakan dan distribusi tutup libur lebaran, jadi semua buku #TNT7 yang pre-order akan diantar pada akhir Juli 2016. Sedangkan buku #TNT7 akan tersedia di toko buku reguler (Gramedia, Gunung Agung, Togamas, dan lain-lain) di Jabodetabek mulai minggu pertama Agustus 2016. Kota-kota lain tersedia mulai seminggu sesudahnya, di luar Jawa secara bertahap tersedia mulai dua minggu sesudahnya. Launching akan diadakan di Jakarta tanggal 7 Agustus 2016. Informasi launching dan road show di kota-kota lain, tunggu infonya di Twitter/Instagram/Facebook @TrinityTraveler.

Terima kasih dan selamat berburu! :)

Pesona Da Nang dan Hanoi

$
0
0

Saya suka traveling ke Vietnam, alasannya karena murah meriah. Kita sering mengeluh dengan kurs mata uang Rupiah, tapi di Vietnam kita berasa superior karena 1 IDR = 1,7 VND! Sudah beberapa kali saya ke Vietnam, pertama tahun 2006 dan terakhir Juni 2016 kemarin. Saya perhatikan perkembangan ekonomi Vietnam sangat dahsyat – dari mulai nggak ada restoran franchise global, sampai sekarang sudah ada mal mewah berjualan barang branded. Saat ini pun sudah semakin banyak orang lokal yang bisa berbahasa Inggris. Yang tetap sama adalah tayangan TV di-dub oleh suara satu orang ibu-ibu itu doang (baca di buku The Naked Traveler 2)! :)

Sayangnya, turis Indonesia ke Vietnam umumnya “mentok” di selatan yaitu di Ho Chi Minh City (HCMC), mungkin karena pesawat direct dari Indonesia adanya rute Jakarta-HCMC. Padahal banyak yang bisa di-explore di wilayah tengah dan utaranya yang merupakan tempat kedelapan situs UNESCO World Heritage Site. Ke tengah bisa dimulai di Da Nang, ke utara bisa dimulai di Hanoi.

Da Nang

Da Nang adalah kota terbesar di Central Vietnam. Dulunya Da Nang adalah pusat air base AS saat Perang Vietnam, namun saat ini ia adalah kota yang paling modern dibanding kota-kota lainnya di Vietnam. Berada di sana serasa di negara maju karena bangunannya relatif baru dan bersih. Da Nang berpusat di Sungai Han yang dihubungkan dengan 2 jembatan cantik, yaitu Tran Thi Ly Bridge yang menyerupai layar kapal dan Dragon Bridge yang berbentuk naga. Pada malam hari, kedua jembatan tersebut menyala berwarna-warni jadi kece untuk difoto. Bahkan sekarang sudah ada Sun Wheel, kincir raksasa setinggi 115 meter.

Da Nang beach

Da Nang beach

Da Nang merupakan hub untuk mengunjungi situs bersejarah yang terdaftar dalam UNESCO Heritage Site seperti Hue (istana kekaisaran yang mirip Forbidden City di Beijing), Hoi An (kota kuno abad 15-19) dan My Son (kompleks candi Hindu abad 4-14). Alasan lain turis ke Da Nang adalah berwisata pantai. Di timur kota Da Nang terdapat pantai panjang berpasir putih, lengkap dengan resor mewah – bahkan masuk ke dalam salah satu dari World’s Most Luxurious Beach versi Forbes. Bisa dikatakan Da Nang adalah Bali-nya Vietnam, disukai turis asing maupun lokal. Event MICE (Meetings, Incentives, Conferencing, Exhibitions) berskala internasional pun sering diadakan di sana, seperti BMTM Danang 2016.

Marble Mountains

Marble Mountains

Highlight pariwisata Da Nang adalah Marble Mountains yang merupakan rangkaian 5 bukit yang kalau diterjemahkan bernama Gunung Tanah, Air, Api, Kayu dan Besi – masing-masing terdapat gua dan patung Buddha. Kalau punya waktu sebentar, pilih ke Thuy Son (Gunung Air) aja karena bisa naik pakai lift. Pemandangan dari puncaknya keren! Sedangkan situs pariwisata terbaru yang tak jauh dari Da Nang adalah Than Tai Hotspring. Luasnya 165 hektar di kaki gunung, terdiri dari berbagai macam kolam pemandian air panas dan air dingin, termasuk onsen ala Jepang.

Hanoi

20160625_104645

Patung di makam Giarai, Museum Ethnology, yg melambangkan kesuburan.

Dibanding HCMC yang kota bisnis, saya lebih suka Hanoi yang lebih tradisional, lebih hijau, dan cuaca lebih sejuk. Ada banyak museum dan temple di Hanoi, yang terkenal di antaranya adalah Ho Chi Minh Mausoleum, Ho Chi Minh Museum, dan Temple of Literature. Yang terbaru saya kunjungi adalah Museum of Ethnology tentang budaya suku-suku di Vietnam. Tapi sekedar jalan kaki atau nongkrong di sekitar Old Quarter dekat Hoan Kim Lake aja saya betah. Soal kuliner, di mana pun di Vietnam sih saya doyan, tapi di Hanoi lah mie Pho (dibaca “fe” dengan e pepet) diciptakan.

Atraksi utama di Hanoi adalah menonton Water Puppet alias pertunjukan wayang di air. Namun setahun ini ada atraksi baru, yaitu Ionah Show. Semacam pertunjukan Cirque du Soleil yang mencampurkan drama, aneka tari termasuk aireal dance, dan sirkus tanpa binatang. Meski plot ceritanya kurang jelas, saya acungkan jempol untuk para performers dan artistik panggung.

Halong Bay from the junk boat

Halong Bay from the junk boat

Tidak afdol ke Hanoi kalau tidak mengunjungi Ha Long Bay yang merupakan UNESCO Heritage Site. Untuk ketiga kalinya saya ke sana dan saya tetap kagum! Meski sama-sama terdiri dari ribuan pulau bertebing karst, berbeda dengan Raja Ampat, di Ha Long pulau-pulaunya lebih rapat satu sama lain dalam area yang lebih kecil. Berlayar naik junk boat (kapal tradisionalnya) cuma 15 menit aja udah memasuki gugusan kepulauannya. Di sebagian pulau terdapat gua-gua superluas yang bisa dimasuki dengan berbagai bentuk stalaktit dan stalagmit yang aneh. Ditambah lagi desa-desa apung para nelayan lokal yang masih tradisional. Jadi memang keren dan berkesan magis.

20160627_144931

Trang An

Selain perbukitan karst di Ha Long yang berada di laut, ada juga yang berada di darat, yaitu di Trang An Scenic Landscape Complex. Baru masuk daftar UNESCO Heritage Site pada 2014, Trang An dikelilingi sawah, hutan hijau, dan bukit-bukit karst setinggi sampai 200an meter. Menikmati pemandangannya, kita harus naik kapal kecil kapasitas 4 orang yang didayung oleh seorang ibu-ibu menyusuri sungai selama 3-4 jam. Kerennya lagi, selain bisa mengunjungi kuil-kuil Buddha, sambil naik kapal kita juga diajak keluar-masuk gua-gua sempit sampai badan harus menunduk takut nabrak stalaktit – tidak disarankan bagi penderita claustrophobic!

Tips

  • Vietnam bisa dikunjungi sepanjang tahun. Kalau tidak mau rame, hindari ke Vietnam pada musim panas Juni-Agustus karena pas musim liburan anak sekolah Vietnam. Harap diingat, di Hanoi pada musim winter Desember-Februari suhunya bisa di bawah 10°C dan sering tertutup kabut.
  • Lebih baik menukar mata uang US Dollar ke Vietnamese Dong seluruhnya. Meski sebagian toko bisa menggunakan Dollar, tapi lebih untung membayar dalam Dong karena di toko 1 USD dihargai 20.000 Dong padahal kurs 1 USD = 22.500 Dong (kurs Juni 2016).
  • Wi-Fi gratis banyak tersedia di Vietnam, kecepatannya pun lebih kencang daripada Indonesia. Namun bila ingin membeli SIM Card, beli aja di bandara yang banyak pilihan. Paket data 3G sebesar 5 Giga sekitar 100.000 Dong.
  • Dari Jakarta penerbangan ke Da Nang dan Hanoi bisa menggunakan Vietnam Airlines dengan transit di Ho Chi Minh City.
  • Informasi pariwisata Vietnam, bisa dibaca di www.vietnamtourism.com

Launching #TNT7 6 Agustus!

$
0
0

Kapan launching-nya?

Hari/Tanggal: Sabtu, 6 Agustus 2016
Jam: 15.00-17.00 WIB
Tempat: Toko Buku Gramedia, Central Park Mall lantai 3, Jl. Let. Jend. S. Parman Kav. 28, Jakarta Barat

e poster

Apa sih #TNT7?

TNT-7-3d#TNT7 adalah hashtag dari buku terbaru karya Trinity yang berjudul “The Naked Traveler 7”. Buku ini merupakan seri ke-7 dari buku travel terlaris di Indonesia, setelah The Naked Traveler 1,2,3,4 dan The Naked Traveler: Round-the-World Trip part 1 & 2.

Trinity menumpahkan hal-hal seru, yang bikin senang, kesal, geli, haru, sedih, dan bikin nagih, yang lagi-lagi menularkan virus untuk traveling. Dari perjalanan menyaksikan pesona India yang  bersalju di Kashmir, berpesta 3 hari di karnaval di Seychelles, camping bersama singa di Tanzania, mengikuti kapal ekspedisi penelitian bawah laut di Pulau Koon, mencoba aktivitas pemompa adrenalin di New Zealand, terbakar matahari setelah siklon di Fiji, hingga bertemu dinosaurus terbesar di dunia di Kanada.

Yasmin —partner traveling di #TNTrtw, kali ini turut berkontribusi menuliskan satu-satunya pengalaman yang tidak mungkin dimiliki Trinity: naik haji. Pengalaman #YasminNaikHaji menambah keseruan buku ini. Lewat kisahnya, selain menunaikan haji, Yasmin juga mengeksplorasi Mekah dan Madinah dengan cara berbeda.

Apa keuntungannya kalau datang launching?

  • Acaranya gratis-tis-tis! Tinggal datang aja kok.
  • Bisa beli langsung buku #TNT7 yang dijual perdana hari itu di toko buku reguler. Buku bisa dibeli mulai jam 14.00 di Gramedia Central Park dan 100 pembeli pertama akan mendapat goodie bag
  • Bisa ketemu langsung Trinity, bisa dengerin dia ngoceh nggak karuan :)
  • Bisa tanya Trinity apapun yang berhubungan dengan traveling, buku, menulis, atau filmnya.
  • Bisa dapat tanda tangan Trinity di #TNT7 termasuk buku-buku karya Trinity lainnya.
  • Bisa foto bareng Trinity. Mayan untuk di-posting di medsos untuk nyirik-nyirikin yang lain :)
  • Bisa ketemu sesama NTers – siapa tahu bisa diajak traveling bareng!
  • Bisa beli buku-buku Trinity seri lain terbitan Bentang Pustaka yang kamu belum punya.
  • Bisa dapat kesempatan memenangkan berbagai hadiah menarik, mulai dari merchandise TNT, T-shirt, voucher hotel, voucher belanja, sampai tablet (ini gadget, bukan obat)!

Jadi, sampai jumpa hari Sabtu besok!


[Adv] Bermain yang sehat di Amped

$
0
0

Waktu luang di Jakarta enaknya ngapain ya? Ke mal, makan-makan, nonton bioskop. Abis itu bingung mau ngapain lagi. Kalau sama teman-teman sendiri yang seumuran paling acaranya nongkrong di kafe. Nah, masalahnya tambah bingung kalau mau ngajak jalan anak-anak, seperti saat mau ngajak goddaughter saya si Cia dan adiknya Cio.

Hasil browsing, saya menemukan aktivitas menarik, yaitu bermain trampolin! Trampolin itu semacam bentangan kain yang lentur berkerangka yang digunakan untuk meloncat-loncat di atasnya. Termasuk olah raga, trampolin pun dipertandingkan di Olimpiade sejak tahun 2000. Sedangkan untuk rekreasi, Trampoline Park menjamur di Amerika Serikat sejak 1960. Di Indonesia sendiri baru ada beberapa tahun belakangan ini.

Saya memutuskan untuk bermain di Amped Trampoline Park karena merupakan yang terbesar di Indonesia. Lokasinya mudah dicapai, terletak di Kelapa Gading, bekas supermarket Goro zaman dulu. Saya pun booking di sini dan memilih jam 15.00 karena mau makan siang dulu di area Kelapa Gading yang terkenal banyak makanan enak. Perlu diketahui, jam operasional Amped adalah jam 10.00-22.00 (weekend buka lebih pagi jam 9.00) tapi slot terakhir jam 21.00. Kita dapat mulai bermain per slot, jam 10.00, 11.00, 12.00, dan seterusnya.

Olympic-sized trampoline

Olympic-sized trampoline

Kami datang 15 menit sebelumnya untuk mendaftarkan diri, mengisi waiver form karena baru pertama kali datang, dan bayar tiket. Harganya terjangkau kok, per orang per jam Rp 80.000,- untuk Senin, weekday Rp 100.000,- dan weekend Rp 125.000,-. Kami diberi gelang yang menandakan berapa jam kami akan bermain dan sebotol air mineral. Karena pengunjung wajib memakai kaos kaki khusus trampolin yang alasnya berkaret sehingga anti slip, maka saya membelinya seharga Rp.20.000,- sepasang.

Fasilitas lain yang tersedia dia Amped adalah adalah locker untuk menaruh tas, toilet bersih, dan restoran Yo’Panino yang menjual sandwich, salad, dan aneka camilan. Ada juga area Playground khusus untuk anak-anak berusia di bawah 12 tahun yang tidak ingin bermain di area trampolin. Area ini terdiri dari mandi bola, tembak-tembakan, mobil-mobilan, wall cllimbing, trampolin mini, dan lain-lain. Harga tiket Playground untuk weekday Rp. 85.000,- dan weekend  Rp. 125.000,- tapi tiketnya berlaku seharian, bukan per jam. Karena saya tidak bersama anak kecil, maka kami langsung ke area trampolin.

Sebelum jam buka, kami berkumpul di depan pintu arena untuk mendengarkan peragaan keselamatan oleh instrukturnya. Peraturannya antara lain; tidak boleh melompat berdua, saku harus dikosongkan sepenuhnya, tidak boleh mendorong peserta lain. Main trampolin di sini untuk semua umur, namun anak umur 3-11 tahun harus ditemani orang tua. Ada jam tertentu yang dibuka untuk anak-anak saja atau semua umur.

Tidak seperti “orang tua” lain yang hanya duduk di luar menunggu anak-anaknya, saya ikutan masuk dan bermain trampolin. Dengan bangganya saya adalah peloncat tertua yang ada di di situ! Hehehe! Baru aja meloncat-loncat di trampolin selama 5 menit, saya sudah ngos-ngosan! Ini kayak latihan cardio di gym pake dipelototin Personal Trainer! Sementara si Cia dan Cio dengan santainya loncat dan berlari sana-sini nggak ada capeknya. Untungnya banyak staf Amped yang siap sedia membantu, bahkan bisa minta diajarin gaya tertentu.

20160730_151856

Nggak mau rugi, saya pun ikutan mencoba semuanya. Selain free jump area yang bisa berlari naik turun, ada permainan bola basket di atas trampolin sehingga bisa loncat lebih tinggi untuk slam dunk, ada olympic-sized trampoline yang lebih membal sehingga loncataannya lebih tinggi, ada foam pit untuk berlari dan loncat ke dalam kolam busa. Aktivitas yang tidak meloncat adalah berjalan di atas tali slack line dan wall climbing.

Indoor wall climbing

Indoor wall climbing

Terakhir kami main di Dodge Ball Field. Caranya, lempar-lemparan bola, yang kena harus balik mengejar yang lain, dan seterusnya. Berlari dan meloncat memang kombinasi yang mantap untuk bikin badan banjir keringat dan napas tersengal-sengal – setidaknya buat saya. Menurut penelitian, kalori yang terbakar meloncat di trampolin selama 10 menit sama dengan berlari 30 menit lho!

Kelar main trampolin, everybody’s happy! Cia dan Cio malah nagih minta diajak ke Amped lagi. Saya sendiri? Serasa berubah jadi Beyonce! :)

 

Miss Rempong

$
0
0

Suatu kali saya pernah diundang Media Trip atau jalan-jalan ke sebuah negara bersama rekan-rekan media. Dari daftar yang diundang, tercantum 8 orang dari media cetak, media online, dan TV. Namun ada seorang cewek yang tidak bekerja di media manapun. Saya yang kepo pun bertanya kepadanya kok bisa ikut media trip? Jawabannya, dia adalah salah satu pemenang ketiga kontes Puteri apaan gitu – yang saya nggak pernah denger sebelumnya. Karena dia kenal dengan Duta Besar di Jakarta, jadilah dia diajak.

Anyway, sebut saja dia Miss Rempong*, karena asli rempong banget orangnya! Si Miss ini berusia awal 20an, cantik, putih, tinggi – khas Puteri kecantikan. Saya tidak ada masalah personal sama dia, hanya saja dia membuat rempong semua orang!

Pertama ketika kami naik pesawat dari bandara Soekarno-Hatta, si Miss ini datang paling belakangan. Kami semua tidak mengenal satu sama lain, tapi sudah membentuk grup Whatsapp untuk janjian. Kami sudah di ruang tunggu, si Miss malah baru check in. Ketika naik pesawat, si Miss datang dengan baju sangat rapi; sepatu hak, blazer dan tas jinjing cantik. Bagasinya ternyata yang terberat di antara kami semua. 25 kg dengan ukuran koper besar bak mau migrasi ke negara lain, padahal cuma seminggu.

Kami sampai di negara tersebut pagi hari, dikasih waktu hanya beberapa jam istirahat di kamar untuk bertemu kembali di lobi hotel. Acara pertama kami adalah bertemu Menteri Pariwisata negara tersebut sehingga tidak boleh telat. Siapa dong yang telat datang? Tentu si Miss! Kami semua sudah duduk manis di bus, si Miss datang berlari-lari sambil berkata, “Maaf, ketiduran! Ini aja buru-buru turun, padahal belum mandi!” Perlu diketahui, belum mandi bagi dia artinya dia datang dengan make up tebal. Berarti bela-belain nggak mandi tapi dandan, dan kami semua disuruh nungguin dia! Pret! Anehnya lagi, saat meeting berlangsung di sebuah hotel mewah bersama Menteri, si Miss ternyata memakai selempang “Putri” di badannya! Euh?

Dari situ kami langsung berwisata ke suatu situs arkeologi di atas bukit cadas. Sebelum berangkat ke negara itu, kami semua sudah tahu itinerary-nya akan jalan kaki semi hiking. Berarti kudu bawa sepatu yang nyaman kan? Mau tahu apa yang dipakai si Miss? Stiletto, alias sepatu dengan hak tinggi dan runcing! Tentu dia berjalan terseok-seok dan paling belakang di antara kami.

Besoknya kami berkunjung seharian ke situs arkeologi yang lebih luas lagi, jadi kami pakai sepatu olah raga/trekking. Si Miss agak mending… pakai sepatu wedges dengan tinggi hak 12 cm! Setelah jalan kaki 1 kilometer, sepatu si Miss jebol. Haknya putus sebelah! Hadeuh. Untungnya si Miss pinter, dia mencopot hak sepatu sebelahnya lagi, jadilah sendal flat yang terlihat berantakan. Dan dengan santainya hak sepatu ditinggal aja di kuil ribuan tahun sampai kami semua membentaknya untuk membuang ke tempat sampah!

Setelah kejadian itu, kami baru tahu bahwa si Miss ternyata memang tidak membawa sepatu lain selain empat pasang sepatu hak! Jadilah setiap hari dia sibuk pinjam sepatu teman saya sampai kaki si Miss lecet-lecet dan teman saya kesal karena sepatunya diinjak.

Selain tidak bawa sepatu nyaman untuk jalan, ternyata si Miss juga tidak bawa sampo, sabun, odol. Alasannya karena akan tersedia di hotel. Tapi dari itinerary kami semua sudah tahu bahwa kami akan camping. Alhasil dia ribut cari pinjaman.

Si Miss setiap hari pakai baju berganti-ganti, sehari minimal 3 kali. Demi foto kece di Instagram, katanya. Make up selalu tebal. Tas jinjing selalu dibawa. Tapi asli bikin gengges! Udah tau kami media yang harus memperhatikan penjelasan guide, harus mencatat dan memotret pemandangan, eeh dia sebentar-sebentar minta difotoin! #hakdezig

Soal baju, saya pernah masuk ke kamarnya sebelum makan malam. Dalam setengah jam ternyata dia berganti baju sudah 3 kali karena tidak bisa memutuskan yang mana! Teman saya pun pernah masuk ke kamarnya malam hari, ternyata si Miss tidur pakai lingerie! Wow!

Tapi bukan Miss Rempong namanya kalau nggak bikin rempong. Udah tau kami akan ke situs religius yang perlu selendang penutup kepala, dia nggak bawa. Sibuklah dia cari pinjaman. Udah tau kami akan  ke 2 tempat yang aktivitasnya adalah berenang, tapi si Miss (yang setiap hari selalu pakai baju ketat dan seksi) nggak bawa baju renang! Saya yang perenang ini pun berkomentar nyinyir, “Masa koper lu 25 kg dan bawa baju seabrek-abrek, tapi nggak bawa baju renang yang seuprit?!” Alhasil dia nyebur di pantai pakai celana pendek dan kaus, dan sempat suatu kali diusir petugas kolam renang hotel bintang lima karena tidak berbaju renang.

Kesimpulannya, setiap hari si Miss selalu bangun terlambat dan datang berkumpul paling belakangan, termasuk saat kami bersiap berangkat ke bandara untuk pulang. O ya, si Miss adalah orang nomor satu tukang belanja. Dia sering hilang dari rombongan karena sibuk belanja ke sana ke mari – itu pun nggak beli alat mandi dan sepatu untuk dirinya sendiri, padahal itu yang paling dibutuhkan.

Tapi itu belum seberapa. Puncaknya adalah ketika dia meminta pembalut kepada para peserta cewek! Saya sampai nyolot, “Lha, emang lo nggak tau siklus haid sendiri sampai nggak persiapan bawa pembalut sendiri?!” Karena kami para cewek tidak ada yang bawa, akhirnya si Miss punya akal… dia menyumpalnya dengan tisu toilet!

Doh, dasar Miss Rempong!

Semoga Anda bukan tipe orang yang rempong begitu saat traveling. Tapi, pernah nggak punya pengalaman yang sama? Atau punya teman traveling yang rempong juga? Seberapa rempong kah dia? Coba deh ceritain di komen di bawah. :)


*Rempong = repot

Nikmatnya kota layak huni

$
0
0

Pada Maret 2015, hampir seminggu saya menghabiskan waktu di Brisbane, ibu kota negara bagian Queensland di Australia. Karena sudah beberapa kali ke Brisbane dan selalu sebagai turis ke tempat wisata, kali ini setiap hari saya kerjanya jalan-jalan sendirian tanpa arah. Sungguh saya sangat menikmati kota yang layak huni, seperti sebagai berikut;

  1. Pejalan kaki sangat dihargai

Ini lah yang saya kangeni dari traveling di (umumnya) negara maju – saya bebas berjalan kaki ke mana-mana tanpa rasa takut. Kotanya bersih, nyaris tak bersampah, trotoar lebar dan kondisi baik. Pengguna mobil pun menghargai pejalan kaki. Begitu satu kaki kita menginjak zebra cross, otomatis mobil berhenti.

  1. Transportasi umum yang baik

Meski di Brisbane tidak ada MRT, tapi bus banyak tersedia yang menjangkau ke mana-mana. Ada juga kereta api yang menghubungkan kota dengan suburb dan feri berupa catamaran di sepanjang sungai. Transportasi umum semua terjadwal dengan baik dan tepat waktu. Informasi jadwal dan peta jelas, baik offline maupun online.

  1. Sepeda gratis

20150302_100235Demi gaya hidup sehat dan mengurangi polusi, di Brisbane disediakan sepeda gratis yang ditaruh di 150 lokasi strategis. Kondisi sepeda baik, dilengkapi dengan helm pula. Jalur sepeda dibuat khusus, panjangnya sampai 27 km di tengah kota. Hebatnya lagi, di beberapa tempat disediakan kios gratis untuk mengisi angin. Siapa yang memodali? Iklan! Hebat kan?

 

  1. Banyak taman

Karena bersih dan tingkat polusi rendah, paling enak memang berkegiatan di luar ruangan. Saya banyak menghabiskan waktu dengan gogoleran di taman manapun di Brisbane, bahkan sampai boci (bobo ciang). Tamannya bersih, tanamannya rapih, pohonnya rindang. Tidak hanya taman, pemerintahnya pun menyediakan fasilitas pantai berpasir putih buatan gratis di South Bank Parklands. Kalau udah kepanasan, saya tinggal buka baju nyebur, trus jemuran di taman sebelahnya. Life guard pun selalu ada dan siap siaga menjaga. Ah, nikmatnya!

20150302_122828

Pantai gratis di tengah kota!

  1. Banyak instalasi seni

Sambil jalan-jalan, alangkah nikmatnya kalau ada instalasi seni sehingga pemandangan kota bukan hanya gedung belaka. Bukan sekedar dekorasi, tapi setiap instalasi diberi informasi tentang pembuat dan sejarah singkatnya. Para pematung dihargai. Tak hanya itu, sebagian jalan aspal dan trotoar pun dihias menarik. Siapa sih yang nggak pengin foto di depan instalasi seni yang menarik?

20150302_095305

  1. Atraksi gratis

Hiburan tidak hanya di nonton TV atau ke mal. Di Brisbane banyak atraksi gratis. Mulai dari membaca di perpustakaan di Brisbane City Council Library, museum keren seperti Queensland Art Gallery dan Gallery of Modern Art, bahkan pertunjukan musik dan stand up comedy di Brisbane Powerhouse. Semuanya profesional sehingga yang nonton juga menikmati.

20150302_133117

  1. Air kran yang bisa diminum

Kita selalu ribut nyari Wi-Fi gratis, padahal itu bukan kebutuhan utama manusia. Air minum aja kita masih bayar! Nikmatnya hidup di negara maju adalah air minum gratis yang tinggal glegek dari kran. Bayangkan berapa kita bisa menghemat kalau air minum gratis? Sampah plastik pun jadi minim.

  1. Free Wi-Fi

Meskipun demikian, di Brisbane juga tersedia Wi-Fi gratis yang disediakan oleh pemerintah kotanya. Memang waktunya terbatas, tapi mending banget untuk posting di media sosial dan untuk janjian ketemuan sama orang. Mengingat Australia adalah salah satu negara yang paling pelit kasih Wi-Fi gratis, Brisbane termasuk murah hati.

  1. Toilet umum yang bersih

Rasanya cuma di Australia yang tersedia banyak toilet umum dan letaknya strategis, jadi nggak usah ribet pura-pura masuk ke restoran kayak di Eropa. Di Brisbane pun demikian. Toilet umum tersedia di mana-mana, bersih dan gratis. Tisu gulung selalu ada. Air selalu nyala. Bahkan tersedia kamar mandi gratis untuk shower di dekat pantai.

  1. Fasilitas difabel

Ini ciri negara maju, para difabel disediakan fasilitas khusus. Jalan tak bertangga, toilet luas, pintu lebar, tempat khusus di bus yang bisa masuk kursi roda, dan lain lain. Tombol-tombol pun ada huruf Braile untuk tuna netra.

Tidak bijaksana juga membandingkannya dengan salah satu kota di Indonesia. Kita penduduknya sangat banyak dan tingkat ekonominya pun tidak merata. Tapi boleh dong saya mendambakan Indonesia akan seperti ini suatu saat?

[Adv] Liburan dan kerja di Solo

$
0
0

Setelah launching buku “The Naked Traveler 7” di Jakarta, saatnya promosi ke kota-kota lain. Kali ini kota Solo-Yogyakarta-Semarang disambangi duluan pada akhir Agustus 2016. Tapi bukan Trinity namanya kalau tidak sekalian jalan-jalan. Cukup sering saya merambah Yogyakarta dan Semarang, namun Solo yang masih kurang. Jadilah saya menyediakan waktu 3 hari/2 malam untuk jalan-jalan di Solo.

Saya menginap di Hotel Ibis Styles dan Novotel Solo dengan pertimbangan mereka punya paket jalan-jalan di sekitar Solo yang menarik – cocok lah untuk saya yang travel solo. Eh, it rhymes! Travel solo in Solo! :) Kedua hotel tersebut letaknya bersebelahan dan fasilitasnya bisa sama-sama digunakan bila menginap di salah satunya.

20160825_114816

Mendarat siang di bandara, saya dijemput mobil hotel dan langsung ke situs arkeologi Sangiran. Perlu diketahui, Indonesia memiliki 8 situs yang termasuk ke dalam UNESCO Heritage Site, Sangiran adalah salah satunya. Homo erectus ditemukan di sini lho! Museumnya besar dan cukup banyak informasi. Sangiran ini memang banyak ditemukan fosil manusia dan hewan yang hidup sejak sejuta tahun yang lalu. Yang bikin saya gemas adalah informasi yang tertulis itu sering typo dan tidak menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hehehe, maklum penulis!

20160825_143416

Sorenya saya diajak ke perkebunan teh Kemuning yang berkabut. Pemandangan bukit serba hijau dengan kabur memang terkesan magis. Saya cuma nongkrong di saung sambil bengong aja nikmat banget!

Malamnya saya menginap di hotel Ibis Styles Solo. Perbedaan Ibis Styles dengan Ibis Hotel dan Ibis Budget adalah luas kamar, fasilitas dan dekorasinya. Ibis Styles ini yang “pangkatnya” paling tinggi di antara ketiganya. Interiornya memang lebih segar dengan warna-warni terang. Paling oke sih kolam renangnya yang luas! #penting

20160825_111520Keesokan paginya saya ikut Bicycle Tour alias tur naik sepeda. Awalnya ke Museum Batik Danar Hadi yang menampilkan koleksi ribuan batik berusia ratusan tahun. Yang paling menarik adalah koleksi Batik Belanda dengan motif tokoh cerita Snow WhiteLittle Red Riding Hood, hingga Hansel and Gretel. Di bagian belakangnya terdapat pembuatan Batik tulis dan Batik cap yang bisa dilihat langsung prosesnya yang rumit itu yang dikerjakan oleh karyawannya yang telah bekerja puluhan tahun.

20160826_113340

Setelah menggoseh sampai naik sampan menyebrangi Sungai Bengawan Solo dan melewati sawah, sampailah di pabrik pembuatan Ciu, minuman beralkohol tradisional terbuat dari penyulingan tetes tebu yang telah difermentasi. Melihat drum-drum dan botol-botol plastik di area yang tidak steril ini malah bikin tambah serem bagi saya.

20160826_130311Paling menarik dari tur sepeda ini adalah mengunjungi pabrik shuttlecock alias bola kok pada olah raga bulu tangkis. Kok di sini terbuat dari bulu ayam karena memang bukan kualitas utama, hanya untuk latihan. Ternyata untuk membuat sebuah kok dibutuhkan 16 helai bulu ayam yang diambil dari 2 ekor ayam berbulu putih masing-masing 4 helai bulu pada masing-masing sayap! Ada sekitar 40 orang yang membuat kok dengan tangan (hand made), bahkan dijahit manual oleh nenek-nenek! Ternyata perjuangannya berat banget untuk jadi 1 kok yang umurnya paling hanya 5 menit!

Sorenya saya ikut Becak Tour, mayan tinggal duduk dan dibawa ke mana-mana. Diawali dengan mengunjungi daerah Kauman, pusat batik Solo. Selanjutnya adalah tur kuliner Solo yang legendaris, mulai dari makan Nasi Liwet, Wedang Ronde, dan Gudeg. Aduh, perut sampai mau pecah!

Malam itu saya menginap di hotel Novotel Solo yang merupakan hotel berbintang pertama di Solo. Sebagai hotel berbintang empat, kamarnya memang luas dan berseni. Dari kamar saya di lantai 8, kota Solo terlihat asri. Paginya saya sarapan enak yang sudah termasuk dalam paket kamar dan bersantai di kolam renang sebelum launching buku dan talk show di Toko Buku Togamas.

20160826_152637Dari Solo, saya pindah ke Yogyakarta dan Semarang untuk launching buku. Sudah nyaman dengan menginap di hotel grup Accor, saya pun tinggal di hotel The Phoenix MGallery Yogyakarta dan Novotel Semarang. Saya pernah menginap sebelumnya di kedua hotel tersebut dengan alasan utama lokasinya yang strategis. Kelebihan lain, Hotel Phoenix berbintang lima yang menggunakan bangunan bersejarah dan dekorasi tradisional Jawa. Sementara Novotel Semarang hotel berbintang empat yang luas, nyaman, dan fasilitas lengkap.

Terima kasih NTers yang datang di acara launching buku “The Naked Traveler 7“! Kota-kota lainnya menyusul, ya? Terima kasih Novotel & Ibis Styles Solo dan grup hotel Accor! Mau ah menginap dan jalan-jalan lagi di kota-kota lain!

Berjilbab di Iran

$
0
0

Sebentar lagi pesawat akan mendarat di Teheran. Sesuai dengan peraturan Republik Islam Iran, semua wanita wajib menutup kepalanya, mulai dari sekarang,” kata pramugari mengumumkan melalui pengeras suara. Saya segera mengambil pashmina di ransel dan menutup rambut saya. Secara bersamaan semua wanita di dalam pesawat memakai kerudung, termasuk para pramugari dan cewek bule. Sebagai cewek non-Muslim yang doyannya pake celana pendek dan t-shirt, saya  merasa excited pertama kali memakai jilbab dalam waktu lama. Pengin tahu juga rasanya gimana hidup di negara Islam dengan segala peraturannya.

Revolusi Iran pada 1979 telah menggulingkan dinasti Pahlavi yang didukung Amerika Serikat lalu Iran menjadi negara Islam yang dipimpin oleh Ayatollah Khomeini. Sejak itu ditetapkan peraturan bahwa setiap wanita, termasuk orang asing dan non-Muslim, diharuskan menutup kepala, serta berpakaian panjang dan longgar. Perlu diketahui, di dunia ini hanya ada dua negara yang mewajibkan semua wanita berjilbab, yaitu Arab Saudi dan Iran. Ironisnya, mereka berdua adalah dua kubu yang saling perang dingin.

Terus terang saya nggak pede traveling ke Iran sendirian. Untunglah saya barengan sama sepupu saya, Ezra. Lumayan kami bisa lebih hemat akomodasi dan transportasi. Persoalan selanjutnya, menginap di hotel di Iran harus sesama muhrim. Kalau mengaku suami-istri, bakal ditanya surat nikah. Katanya sih turis asing sih mendapat keringanan, tapi Ezra kan cowok Indonesia dan Muslim –di Aceh aja nggak bakalan bisa sekamar.

Sampai di pusat kota Teheran, kami check in di sebuah hotel. Eh si mas resepsionis bertanya, “So, what is your relationship?”

He’s my brother,” jawab saya menunjuk Ezra.

If you’re brother and sister, why do you have different last names?” tanya resepsionis lagi. Kwak kwuawww!

Baru aja saya mau jawab, “We have same mother, but different fathers,” tapi Ezra duluan menjawab, “In Indonesia, we don’t have last names!”

So what about HXXXXXXX (last name saya) and FYYYYYYYYYYY (last name Ezra)?”

They are all our first names!” jawab saya menyeringai lebar. Aduh, maaf saya terpaksa berbohong, kata saya dalam hati.

Berhasil! Kami pun diberikan kunci kamar. Kamar kami terletak di lantai empat, tanpa lift pula, jadi kami harus menggotong sendiri koper ke atas. Sampai di kamar, saya basah kuyup oleh keringat sehingga saya langsung buka kerudung dan baju. Pas saya mau buang air besar… lha, di dalam kamar mandi hanya ada shower! Ternyata toiletnya ada di hall luar yang sharing dengan tamu-tamu lainnya selantai!

“Lha, ini gue mau keluar berjarak 10 meter kudu pake jilbab lagi nih?” tanya saya ke Ezra.

“Ya, iya lah ya!” jawab Ezra terkikik.

Dengan perut bergemuruh karena kebelet, saya terpaksa memakai ulang semua baju dan kerudung yang sudah basah keringat satu per satu! Duh, pe-er banget yak! Kasihan dengan keribetan saya tengah malam, Ezra pun memberikan advice, “Kalo elo mau pipis doang, di kamar mandi sini aja. Elo jongkok, trus lo pas-pasin deh anu lo sama lubang air!” Hahahaha! (((Pas-pasin!))) Membayangkannya saja saya ngakak!

Besoknya saya memperhatikan cara berpakaian wanita Iran. Di Iran, kepala hanya ditutup scarf sehingga poni dan ujung kuciran rambut terlihat. Tapi baju mereka longgar dan menutup pantat sehingga tidak terlihat lekukan tubuh. Biasanya mereka memakai baju 3 potong, yaitu celana panjang/jeans, blus/kaus, dan semacam jaket panjang model trench coat. Cewek-cewek Iran yang cantiknya luar biasa itu terlihat sangat fashionable dan keren padahal pakaian mereka tidak branded sama sekali (ingat, Iran diembargo Amerika Serikat). Berbeda dengan gaya jilbab di Indonesia; rambut tidak boleh kelihatan, tapi baju malah ketat.

Ada memang sebagian kecil wanita Iran yang memakai cadar, terutama di kota kecil dan pedesaan. Namun cadar di sini bukan jilbab yang hanya matanya saja yang kelihatan. Cadar di Iran adalah hitam yang dikenakan seperti selimut di atas baju, jadi kayak memeluk jubah. Wanita tidak diharuskan memakai cadar, kecuali di tempat tertentu. Saya pernah pakai cadar saat masuk mesjid Shah Cheragh. Sulit juga berjalan karena sambil memeluk cadar, sambil bawa tas dan kantong plastik berisi sepatu. Yang bikin saya ngikik sendiri adalah motif cadar ini animal print macan!

Satu hal lagi yang mengagetkan, banyak cewek Iran yang hidungnya ditutup plester karena hidung mereka habis dioperasi plastik! Ya, Iran adalah “nose job capital of the world”. Jumlah operasi hidung terbanyak di dunia per kapita ada di Iran, atau empat kali lebih banyak daripada di Amerika Serikat! Saya pernah tanya, katanya biayanya murah, sekitar Rp 3 jutaan saja. Saya bingung, padahal hidung orang Persia kan bangir gitu. Rupanya ada unsur gengsi dan status sosial, sehingga mereka dengan bangganya memamerkan plester.

Anyway, lama-lama saya jadi belajar berpakaian ala cewek Iran. Setiap pagi sebelum keluar hotel, Ezra memasangkan jilbab di kepala saya, menyarankan #OOTD (outfit of the day), bahkan meminjamkan tunik dan selendangnya. Mumpung ada yang fotoin, saya jadi sering posting foto diri berjilbab ala Iran di Instagram @TrinityTraveler. Banyak yang likes dan berkomentar positif, bahkan ada yang komen, “Semoga istiqomah, mbak!”

Ternyata memakai jilbab tidak semudah itu! Iran pada bulan September suhunya sekitar 33 derajat dan lembab, tapi baju harus lengan panjang dan pakai celana panjang. Kepala tertutup sih nggak apa-apa, tapi leher yang tertutup itu membuat saya sangat kepanasan! Kadang saya membuka bagian leher untuk kipas-kipas. Saya juga merasa pendengaran berkurang karena tertutup kain. Kadang tanpa sadar jilbab saya buka bagian kuping. Karena lembab, kulit kepala saya kadang gatal. Saya diam-diam membuka jilbab untuk menggaruk kepala. Tidak ada orang yang marah dan protes, kecuali Ezra yang menjerit, “Teteh, jilbabnya yang bener dong!”

Budaya Islam pun terasa di Iran. Karena saya jalan dengan Ezra, dunia antara wanita dan pria itu terasa bedanya. Meski saya yang booking ini-itu, tapi selalu Ezra yang diajak ngomong. Kalau berkenalan, hanya pria yang bersalaman dengan Ezra. Kadang saya lupa menyorongkan tangan untuk bersalaman, maka pria Iran itu akan menaruh tangannya di dadanya. Kalau duduk di mana pun, saya harus duduk di sebelah wanita atau sebelah Ezra, di mana sebelah Ezra harus pria.

Yang katanya duduk di restoran harus dipisah, malah tidak terjadi. Wanita, pria, keluarga, semua duduk di ruangan yang sama. Yang katanya cewek dan cowok dilarang jalan berduaan apalagi bermesraan, malah sering ketemu pasangan anak muda yang begitu. Yang jarang lihat memang cewek jalan sendiri.

Balik lagi ke soal menginap di hotel, di kota-kota selanjutnya kami tidak pernah ada masalah. Namun entah kenapa oleh staf hotel di mana pun, kami disebut sebagai “brother and sister from Indonesia”. Sampai suatu kali seorang staf hotel bertanya, “You are from Indonesia? So you are Moslem?”

I am,” jawab Ezra. “I’m not,” jawab saya. Berbarengan sampai kami saling berpandangan. Nah lho!

Why you’re brother and sister but you have different religions?” tanyanya. Nah, kan?

In Indonesia, we are free to choose whatever religion we want to have,” jawab saya perlahan. Meski kurang yakin tapi paling tidak saya bersyukur tinggal di Indonesia, negara sekuler.

Katanya Iran yang syiah itu bahaya. Masa sih? (Bersambung)

Iran itu berbahaya?

$
0
0

Saat saya ke Iran, ada sebagian follower berkomentar, “Hati-hati ke Iran, Syiah kan bahaya!” Widih, segitunya! Sebagai non-Muslim, saya sih nggak ngerti soal perbedaan Islam aliran Sunni dan Syiah. Apanya yang bahaya juga nggak tahu.

Yang saya amati, mesjid-mesjid di Iran itu luar biasa cakepnya. Baru kali itu liat mesjid sampe nganga! Bentuk mesjid yang terdapat minaret tinggi dan kubah, bukan merupakan satu bangunan besar sekaligus, tapi bagian tengahnya pasti terbuka tanpa atap – dengan cuaca di Iran sih cocok. Dinding-dindingnya berupa kumpulan tegel bermotif cantik yang dihiasi kaligrafi, plus warna yang didominasi warna kesukaan saya: biru.

Ezra pernah ikutan sholat Jumat di mesjid Imam Khomeini di Teheran. Katanya sih ada sedikit perbedaan tata caranya. Beda yang lain adalah saat sujud, kepala harus menempel di tanah. Maka disediakanlah kotak-kotak kecil terbuat dari tanah liat yang dipinjamkan gratis di mesjid.

Pas Idul Adha, ada sih sholat Ied, tapi tidak terlihat ada yang potong kurban. Saya sampai bertanya ke orang-orang lokal. Jawab mereka, “Kami potong kurban tidak di tempat umum, tapi di rumah masing-masing.” Oh, beda ya sama kita yang di tempat umum dan jadi tontonan (berdarah).

Di buku panduan perjalanan Lonely Planet selalu ada bab mengenai highlights dari destinasi setiap negara. Di buku khusus Iran, highlight urutan pertama yang tertulis adalah “People”. Artinya, yang membuat Iran paling menarik adalah orang-orangnya – melebihi destinasi wisatanya. Dan saya mengamininya. Mana mereka cantik-cantik dan ganteng-ganteng pula!

Pertama, saya sebagai turis asing di Iran merasa jadi celebrity! Iran adalah satu-satunya negara di dunia di mana orang-orangnya pengen foto bareng saya! Jadi kayak bule-bule di Indonesia yang sering diminta foto bareng sama orang kita gitu.

Saat lagi asyik jalan kaki di pasar, pasti ada aja orang yang memanggil-manggil, “Excuse me! Excuse me!”. Awalnya saya males nanggepin karena biasanya tukang jualan agresif, atau takutnya malah jebakan betmen semacam tourist scam. Begitu saya nengok, ada seorang bapak-bapak bersama anak perempuannya yang bertanya, “Can I take picture of you and my daughter?” Dan ini terjadi berkali-kali. Sepertinya mereka bangga sekali jika punya foto sama orang asing. Anak-anak pun memberikan senyum terlebar dan tercantik saat foto bareng!

Di berbagai destinasi wisata tak jarang pula saya dan Ezra dipanggil-panggil oleh orang lokal untuk mengajak foto bersama – kalau mereka tidak bisa berbahasa Inggris, jadilah saya ditarik-tarik.  Bukan hanya sama anak-anak, tapi juga sekeluarga besar yang bergantian foto bareng mulai dari nenek sampai ke cucunya! Emangnya nggak ada turis lain? Ada sih. Kebanyaka bule Eropa yang datang serombongan grup tur naik bus, tapi mereka nggak dilirik. Saya bingung, apakah karena tampang Asia atau karena muka kami menggemaskan? #halah

Tak jarang pula kami diajak mampir ke rumah orang lokal. Kalau pun orang dari luar kota, mereka dengan senang hati memberikan alamatnya sambil berpesan, “Kalau kalian ada waktu, mampir ya ke rumah kami!” Bahkan beberapa kali kami dikasih makanan kecil. Pernah sekali saya coba, eh ternyata keju kambing yang asin banget! Terpaksa saya telan karena melihat wajah mereka yang cerah ceria menunggu komentar enak dari saya (setelah mereka pergi, saya muntahkan).

Kedua, bukan karena ngajak foto bareng saya anggap baik. Semua orang ramah dan suka menolong. Kalau lagi sibuk selfie, ada aja yang nawarin motretin. Kalau keliatan bingung nyasar, ada aja yang menyapa dan kasih unjuk jalan. Supir atau tukang jualan yang mukanya seram tanpa senyum pun ternyata nggak menipu karena harganya sesuai. Kalau mau motret orang lokal akan selalu dikasih izin, bahkan dengan senang hati mereka tersenyum dan berpose.

Banyak orang sana memang suka mengajak ngobrol. Sebagian karena ingin praktik ngomong bahasa Inggris. Yang bikin saya merinding, mereka selalu berkata, “Thank you for visiting my country!” (dari situ lah saya belajar untuk berkata hal yang sama kepada turis asing yang saya temui di Indonesia). Aduh, air mata saya sampai menetes karena melihat kebaikan dan ketulusan mereka!

Dan trofi kebaikan jatuh kepada Pak Mousavi. Dia adalah resepsionis hotel di Teheran. Karena Iran mirip seperti di Kuba di mana kalau mau booking hotel cukup sulit karena internet hampir tidak eksis, maka saya menyerahkan urusan booking ke Pak Mousavi. Dia cuman minta dikasih tahu sehari sebelum sampai di kota yang dituju. Semua hasil booking-annya aman dan lancar, bahkan beliau mengorganisir penjemputan pula dari terminal bus ke hotelnya. Beliau juga lah yang memberikan tips and trick traveling di Iran. Dan semua servisnya itu tidak bayar sama sekali!

Jadi apa bahayanya ya? Iran menurut saya sih aman, meski negara sekelilingnya masih bergejolak. Tidak semua orang Iran itu Syiah. Ada juga yang Suni, Kristen, Katolik, bahkan mereka mengakui agama Yahudi dan Zoroastrian dan memiliki bangunan ibadahnya masing-masing. Semuanya terlihat aman-aman aja. Pokoknya apa yang kita pikirkan buruk tentang Iran, kenyataannya malah sebaliknya. Entah kenapa Amerika Serikat dan Arab Saudi segitu bencinya sama Iran. Soal Syiah atau bukan, saya juga tidak peduli. Yang penting saya sebagai turis dihargai dan disambut dengan baik.

[Adv] Jadi Juri Blue Band Master Oleh-Oleh

$
0
0

Lumayan sering saya jadi juri dari berbagai macam kompetisi, terutama di bidang penulisan. Tapi baru kali ini saya diminta jadi juri kompetisi makanan Blue Band Master Oleh-Oleh! Sempat bingung juga kenapa saya yang dipilih Unilever Food Solution (UFS) untuk jadi juri, tapi katanya karena ini adalah kompetisi makanan oleh-oleh maka saya sebagai traveler yang sudah keliling Indonesia dianggap berkompeten menilai oleh-oleh.

Emang bener sih, orang Indonesia kalo traveling itu pasti beli oleh-oleh. Saya yang udah nggak beli oleh-oleh aja pasti beli juga kalau traveling di Indonesia, itu pun belinya berupa makanan. Kalo ngasih oleh-oleh berupa makanan itu pasti habis kok, apalagi ditaro di kantor. Survery membuktikan bahwa 3 dari 4 orang Indonesia memilih produk makanan atau kue sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan kerabatnya. Bayangkan berapa besar potensi industri oleh-oleh bagi pariwisata Indonesia!

Diluncurkan pertama kali pada September 2016, kompetisi Blue Band Master Oleh-Oleh adalah sebuah ajang menciptakan ragam kreasi oleh-oleh khas nusantara bagi para pelaku industri bakery dan pastry dari dari seluruh propinsi di Indonesia. Dalam kurun waktu dua bulan sejak diluncurkan, sebanyak 3.667 pelaku industri bakery dan pastry telah berpartisipasi dalam kompetisi Blue Band Master Oleh-Oleh melalui website www.masteroleholeh.com. Animo masyarakat Indonesia dalam memberikan dukungan pun cukup besar, tampak dari terkumpulnya lebih dari 160 ribu dukungan melalui website dan SMS yang dibuka sepanjang 1 September – 31 Oktober 2016. Proses penjurian yang panjang pun telah dilakukan secara bertahap, mulai dari tahap validasi, tahap penjurian tingkat propinsi, hingga tahap penjurian tingkat nasional hingga akhirnya terpilihlah tiga pemenang utama.

Penjurian diadakan pada 23-29 November 2016 di Jakarta, di mana dewan juri pada final penjurian terdiri dari Chef Rahmat Kusnedi, seorang pastry chef dan President of Indonesia Pastry Alliance yang telah menggeluti dunia baking di Indonesia selama 20 tahun; Ibu Oneng Setya Harini, Asisten Deputi Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, dan saya sendiri. Cihuy banget nggak sih? Hehe!

Oleh-Oleh Corner

Sebagai penggemar serial TV kompetisi masak MasterChef, saya jadi tahu cara kerja juri lomba makanan. Kesimpulannya, it’s not easy at all! Saat penjurian tingkat nasional, kami harus mencicipi kue dari 34 propinsi di Indonesia, masing-masing 3 jenis! Puluhan kue masuk ke mulut selama beberapa hari itu memang bikin eneg, meski cuma sesendok-sesendok aja. Namun selain menilai rasa, komponen penilaian lain yang tak kalah penting adalah rupa (tampilannya, daya tahan, kemasan) dan keunikan. Untunglah ketua juri, Chef Rahmat, banyak memberikan pelajaran tentang bagaimana menilai kue. Masukannya juga sangat berguna untuk kelangsungan industri, seperti perijinan BPOM dan sertifikasi halal, pengemasan yang kokoh, serta pencantuman tanggal kadaluwarsa. Ah, benar-benar pengalaman yang eye-opening!

Setelah diskusi panjang, akhirnya dewan juri telah sepakat menentukan 3 pemenang. Pemenang pertama adalah Bagelen Bekatul kreasi Toko Super Roti dari propinsi Jawa Tengah, pemenang kedua adalah Cake Salak Kilo kreasi Toko Cake Salak Kilo dari propinsi Kalimantan Timur, dan pemenang ketiga ialah Nutsafir Cookies kreasi oleh Toko Nutsafir Cookies dari propinsi Nusa Tenggara Barat. Seluruh pemenang berhak menerima koin emas, paket iklan promosi, dan gelar Master Oleh-Oleh 2016.

Nara sumber dan para pemenang

Kini seluruh oleh-oleh yang terdaftar dalam kompetisi dapat diakses oleh masyarakat melalui Peta Oleh-Oleh di laman www.masteroleholeh.com untuk menjadi referensi saat memilih oleh-oleh dari seluruh Indonesia.

 


Hemat ke Maldives

$
0
0

Maldives (dalam bahasa Indonesia disebut “Maladewa”) akhir-akhir ini jadi destinasi liburan yang lagi hits. Sejak maskapai penerbangan berbiaya rendah terbang ke sana, liburan ke Maldives jadi makin murah (sedihnya, bisa lebih murah daripada liburan ke Papua). Maldives dulu memang identik dengan mahal karena harus menginap di resort yang terletak di pulau eksklusif. Namun sejak 2009, pemerintah Maldives membuka kebijakan baru yaitu memperbolehkan pulau yang dihuni oleh penduduk lokal membuka bisnis pariwisata untuk para wisatawan asing, antara lain di Male (ibu kota Maldives), Hulhule, Maafushi, dan Gulhi.

 

Saya sendiri sudah pernah ke Maldives 20 kg 15 tahun yang lalu, seperti yang diceritakan pada buku The Naked Traveler 1. Nah, Januari 2017 kemarin ini saya ke Maldives lagi ikutan trip @MaldivesHemat karena tertarik untuk merasakan Maldives dari sisi lain. Lagipula, harga paketnya terjangkau banget, Rp 8,7 juta all in selama 4 hari 3 malam termasuk tiket pesawat Jakarta-Male-Jakarta, airport transfer pp, makan ala prasmanan, menginap di hotel berbintang, dan aktivitas laut!

Perlu diketahui, Maldives adalah negara Islam yang cukup ketat peraturannya. Alkohol hanya tersedia di resort eksklusif, kalau bawa alkohol dari luar akan ditahan di bandara. Cewek tidak boleh berenang pakai bikini di pulau lokal. Untunglah kami menginap di Maafushi, sebuah pulau lokal yang paling tourist friendly yang terdekat dari bandara. Selain paling banyak pilihan hotel/restoran/kafe/toko, Maafushi punya “Bikini Beach” alias pantai khusus yang diperuntukkan untuk cewek berbikini. Kalau doyan berenang, jangan deh nginep di Male dan Hulhule (pulau tempat bandara) meski sedikit lebih murah.

Bikini Beach, Maafushi

Saya pikir hotel yang termasuk paket itu ecek-ecek, nggak taunya berbintang tiga, bagus, luas, bersih, ber-AC, air panas, dan ada free WiFi. Saya sih upgrade ke hotel bintang empat bernama Arena Beach Hotel yang lokasinya persis di pinggir Bikini Beach jadi tinggal nyebur. Mau main kano, pinjam sepeda, atau pinjam alat snorkeling juga sudah termasuk.

Sebagian besar orang yang ke Maldives adalah para honeymooners. Sebagai solo traveler, saya sih nggak sirik khawatir karena kalau ikutan open trip kemungkinan besar ada barengannnya. Dan kali ini saya pun otomatis bergabung dengan geng ciwi-ciwi (kurus jomblo). Hehe!

A photo posted by Trinity (@trinitytraveler) on

Hari pertama kami island hopping naik speed boat keren yang atapnya bisa untuk jemuran badan. Kami snorkeling di Banana Reef dan Biyadhoo Garden. Lumayan banyak ikan karangnya, terutama unicorn fish! Makan siang kami di Pulau Gulhi sambil piknik pake taplak kotak-kotak di pinggir pantai kece. Lalu foto-foto di sandbank (pasir timbul), dan pulangnya sekalian dolphin cruise melihat lumba-lumba.

A photo posted by Trinity (@trinitytraveler) on

Ke Maldives rasanya kurang afdol kalo nggak ke resort yang punya bungalow di atas air seperti gambaran klasik Maldives. Hebatnya @MaldivesHemat bisa bikin day trip ke resort sesuai dengan preferensi kita. Paket day trip (jam 9 pagi sampai jam 6 sore) ini termasuk antar-jemput naik speed boat, menggunakan fasilitas resort, makan siang ala prasmanan, termasuk free flow alkohol! Dengan biaya ekstra, saya pilih ke Centara Rash Fushi Resort karena anak kecil dilarang masuk (penting!). Eh nggak taunya barengan pula sama geng ciwi-ciwi. Jadilah kami bergembira ria berenang, foto-foto, dan mimi-mimi di bar kolam renang seharian! Sementara anggota rombongan lain ada yang ke resort-resort lain (yang boleh bawa anak kecil) atau berkeliling di Maafushi.

A photo posted by Trinity (@trinitytraveler) on

Malam terakhir, saya dan geng ciwi-ciwi pengen farewel party. Gimana caranya dugem tanpa ada club dan alkohol dong? Robert, pemilik @MaldivesHemat emang anak gaul. Diajaklah kami dugem di tengah laut! Jadi karena dugem dilarang di pulau lokal di Maldives, dibuatlah diskotek di atas kapal dengan lampu biru yang parkir jauh dari daratan. Maka jam 11 malam kami pun naik kapal kecil ke kapal biru yang ternyata kapal besar yang ada lantai dansa dan bar jual alkohol! Yeayy, kami pun berpesta sampai pagi!

Hari terakhir kami bersantai di pantai depan hotel. Si @MaldivesHemat emang tau aja bikin foto yang Instagramable, maka disediakanlah floaties berbentuk flamingo untuk foto-foto cantik di pantai. Yep, mereka pula lah yang menyediakan jasa motoin! Sorenya kami city tour di Male, sekalian shopping dan beli oleh-oleh. Indonesia banget kan?

Abis itu saya nggak ikut pulang ke Jakarta karena extend sendiri. Saya menginap di Club Med Kani, resort keren tempat lokasi syuting film “Trinity, The Nekad Traveler”! FYI, kalau mau menginap di Club Med manapun di Maldives, bisa pesan di @MaldivesHemat karena mereka adalah agen resmi jadi bisa lebih murah.

Yuk ah liburan ke Maldives!

Touristy?

$
0
0

Saya sering mendengar fellow travelers yang menilai suatu tempat/destinasi bukan berdasarkan bagus atau tidak, tapi touristy atau non-touristy. Kadang disebut destinasi mainstream dan anti-mainstream. Tak jarang saya bertemu traveler yang dengan sombongnya mengatakan hanya akan ke tempat non-touristy atau anti-mainstream.

Touristy menurut kamus Miriam Webster artinya attracting or appealing to tourists. Artinya tempat-tempat yang menarik bagi turis. Catat, bagi turis. Bagi saya, saat kita semua traveling pas liburan adalah turis. Perginya ya ke tempat touristy. Namun istilah tempat touristy itu sering salah kaprah penggunaannya.

Sampai sekarang saat talkshow saya masih ditanya, “Kenapa sih Mbak Trinity perginya hanya ke tempat-tempat touristy? Kenapa nggak ke daerah konflik?” Dan jawaban saya selalu, “Ih, males! Nggak ada mal!” Lalu ada juga yang membandingkan saya dengan travel writer lainnya yang dibilang keren karena traveling-nya ke daerah perang. Saya pun menjawab, “Saya bukan jurnalis atau fotografer yang bekerja di daerah perang. Saya kan hedonis! Ngapain bayar mahal-mahal, pergi susah-susah, terus nyawa kita terancam dan malah nggak enjoy?”

Ada juga yang bilang bahwa saya perginya ke tempat-tempat non-touristy seperti negara Tanzania atau Guatemala. Tapi pendapat itu adalah menurut pandangan orang Indonesia kebanyakan. Saya sih tetap ke tempat-tempat touristy di Serengeti (taman nasional di Tanzania) dan Tikal (situs arkeologi di Guatemala). Hanya karena kedua negara tersebut kesannya jauh dan asing aja bagi orang Indonesia, maka dicap non-touristy.

Tikal, Guatemala

Lagipula, bagi saya yang sering traveling, tidak bisa disalahkan kalau saya perginya ke destinasi yang makin jauh dan makin aneh – bukan hanya di Singapura, Malaysia, Thailand lagi. Bukannya sombong, tapi itu lah faktanya. Kalian juga makin lama traveling-nya makin jauh kan? Apalagi saya sebagai travel writer harus selalu cari bahan tulisan yang menarik, salah satunya dengan cara pergi ke tempat “aneh”. Kalau pun ke destinasi yang “biasa”, berarti saya harus cari angle lain.

Sebenarnya tidak semua tempat non-touristy itu selalu bagus dan nyaman. Saya punya contoh perjalanan yang bagus sebagai analoginya. Di Jamaika yang pariwisata adalah penghasilan utama negara tersebut, di mana-mana penuh turis. Di Kingston, Negril, Montego Bay semua sama ramainya. Jarang sekali menemukan spot yang sepi tanpa gangguan tukang jualan. Maka saya pun pindah jauh-jauh ke Treasure Beach. Eh ternyata sepi banget! Saking sepinya, nyari makan susah, belanja susah, ke mana-mana susah karena tidak ada transportasi publik. Sementara di tempat touristy, fasilitas serba ada sehingga mau ngapa-ngapain pun mudah dan sering lebih murah. Jadi tempat touristy itu memang cocok bagi turis karena fasilitas sudah terbangun sedemikian rupa yang memudahkan para turis.

Ada juga istilah “touristy banget”, yang artinya kira-kira “rame banget”, seperti Menara Eiffel dan Pantai Kuta Bali. Itu pun gimana kita mau menghindarinya? Masa jauh-jauh ke Paris nggak ke Menara Eiffel? Saya aja sudah tiga kali ke Paris, tetap ke Eiffel untuk foto-foto. Sedangkan dalam kasus Pantai Kuta Bali memang bisa dihindari, tapi itu pun bagi kita yang sudah sering ke Bali. Bagi turis yang baru pertama kali ke Bali, masa nggak ke Kuta? Apalagi turis asing.

Saya jadi ingat di Bali pernah jadi host bagi sahabat saya orang Filipina, Alda. Hampir seminggu saya mengajak dia berwisata ke tempat-tempat keren dan cukup aneh. Hari terakhir saya mengajak dia ke Pantai Kuta untuk menikmati sunset. Suasana luar biasanya ramainya. Rombongan turis lokal berseragam foto-foto, bule-bule pada cipokan, anak-anak kecil main bola, dan sebagainya. Di belakang kami masih ada pula cowok-cowok lokal yang menggoda dengan sangat cheesy-nya ke cewek-cewek bule. Saya cukup kesal karena ramainya, tapi saya diam saja. Besoknya saat mengantar Alda balik ke bandara, saya tanya, “Jadi dari semua tempat di Bali, yang mana favorit kamu?” Jawab Alda, “Pantai Kuta!” Nah kan?

Kuta Beach, Bali

Well, saya sih tetap senang ke tempat touristy maupun non-touristy. Keduanya punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jadi tak usahlah sombong mengklaim traveling hanya ke tempat non-touristy, anti-mainstream, off beaten path, road less traveled, dan sebagainya. Apalagi sejak adanya media sosial di mana orang traveling untuk memenuhi feed-nya agar bisa berfoto di tempat yang sama. Saya aja ragu, mana ada tempat yang tidak pernah didatangi orang sebelumnya? Jadi yang penting, traveling aja dulu!

[Tayang Hari Ini] Trinity, The Nekad Traveler

$
0
0

Setelah tulisan The Naked Traveler Jadi Film Layar Lebar yang di-posting di blog ini pada 2014, akhirnya mulai 16 Maret 2017 filmnya akan tayang di seluruh bioskop di Indonesia! Yeayyyy!

Flashback ke 2005 saat bikin blog naked-traveler.com, saya nggak pernah kepikiran bahwa blog saya jadi buku. Pada 2007 diterbitkan lah buku pertama saya berjudul “The Naked Traveler”. Sampai saat ini saya telah menerbitkan 13 buku dalam 10 tahun. Pernah kepikiran buku saya jadi film? Nggak! Yang tambah gila lagi, ada film tentang diri gue! Padahal siapa lah saya; pahlawan bukan, mantan presiden juga bukan. Istilah bahasa Inggrisnya: it’s beyond my wildest dream!

Sebelum nonton di bioskop, tonton trailer-nya:

Ini sinopsisnya:

Sebuah film mahakarya dari Rizal Mantovani. Diangkat dari travel blog pertama dan teratas selama 12 tahun, dan buku mega best seller “The Naked Traveler” karya Trinity.

Awalnya TRINITY (Maudy Ayunda) adalah seorang mbak-mbak kantoran yang hobi traveling sejak kecil. Namun hobinya ini sering terbentur dengan jatah cuti di kantor dan duit pas-pasan. Akibatnya Trinity sering diomeli BOSS (Ayu Dewi). Trinity memiliki sahabat yang punya hobi sama, yakni YASMIN (Rachel Amanda) dan NINA (Anggika Bolsterli), ditambah dengan sepupu Trinity, EZRA (Babe Cabiita). Trinity selalu menuliskan pengalamannya dalam sebuah blog berjudul naked-traveler.com.

Di rumah, BAPAK (Farhan) dan MAMAH (Cut Mini) selalu menanyakan kapan Trinity serius memikirkan jodoh. Tapi Trinity selalu menjawab: nanti kalau semua bucket list sudah terpenuhi. Bucket list adalah daftar hal-hal yang harus Trinity lakukan sebelum tua, kebanyakan sih isinya (lagi-lagi) tentang jalan-jalan. Bapak langsung pusing mendengarnya. Sebenarnya Trinity bukan tidak tertarik pacaran, bahkan dia sempat tertarik dengan PAUL (Hamish Daud), seorang traveler tampan yang berprofesi fotografer.

Bagaimana keseruan perjalanan Trinity melintasi 3 negara (Indonesia, Maldives dan Filipina)? Keputusan apakah yang diambil Trinity saat menghadapi dilema pekerjaan di kantornya? Bagaimana kelanjutan hubungan Trinity dan Paul?

FAQ

Bagi Anda pembaca setia blog dan buku-buku saya, pasti ada segudang pertanyaan. Saya rangkum  sebagai berikut:

Mengapa Naked jadi Nekad?

Karena film ini untuk 13 tahun ke atas, alangkah baiknya tidak menggunakan kata yang provokatif. Kasihan ntar anaknya nggak boleh nonton ke bioskop sama orang tuanya karena disangka nonton film porno. *batuk-batuk*

Mengapa Maudy Ayunda?

Mengapa tidak? Film ini diadaptasi dari buku pertama The Naked Traveler yang ceritanya pas saya masih jadi MMK (Mbak-Mbak Kantoran) yang masih muda dan kurus. Konsep film memang dibuat kekinian di mana produser mencari casting cewek umur awal 20-an, yang aktris terkenal film box office. Saya tentu setuju, selama jadi tambah kece positif. Kalau Anda masih belum ‘rela’ Maudy yang jadi saya, maka Anda wajib nonton deh – acting Maudy itu kayak Trinity banget!

Seberapa mirip antara buku dan filmnya?

Bahasa buku dan bahasa film adalah dua hal yang berbeda. Buku saya adalah kumpulan cerita pendek mengenai perjalanan keliling dunia, jadi adaptasinya harus dibuat cerita yang linear. Di film jelas ada tambahan bumbu-bumbu untuk menyatukan semuanya, jadi ada sebagian fiksinya juga.

Nah, daripada penasaran mending tonton film Trinity, The Nekad Traveler di bioskop-bioskop kesayangan Anda di seluruh Indonesia mulai 16 Maret 2017!

Info tentang film silakan follow Instagram @TrinityTheNekadTraveler.

Sial di Negara Maju

$
0
0

Di dalam kereta Belgia dari ibu kotanya Brussel ke kota kecil Leuven, tiba-tiba perut saya bergejolak! Ah ini pasti karena saya kalap makan ala buffet di restoran Cina tadi siang. Maklum sudah lebih dari sebulan traveling di Eropa, begitu ketemu makanan yang cocok di perut langsung berontak ingin keluar. Duh, kenapa harus sekarang kebelet sih? Di dalam kereta ada toilet tapi saya sangsi tokai bisa masuk, atau malah langsung jatuh di rel. Saya tahan aja deh sampai stasiun kereta yang sudah pasti ada toilet.

Malam itu sekitar jam 8.30 saya tiba di stasiun kereta Leuven. Saya buru-buru lari mengikuti tanda arah toilet umum. Rupanya berada di bangunan sebelahnya. Saya pegang gagang pintunya… terkunci! Saya baca pengumuman di secarik kertas dalam bahasa Belanda, yang kira-kira artinya tutup. Sialan! Saya lari ke loket dan bertanya kepada petugasnya. Jawabnya, “Maaf, toilet kami memang sudah tutup dari tadi sore.” Hah? Tega benar! Padahal kereta datang setiap saat.

Di stasiun ada beberapa kafe yang masih buka. Saya masuk dan bertanya di mana toiletnya. Eh ternyata toilet mereka juga menggunakan toilet umum stasiun yang tutup itu! Lha? Sekompleks stasiun kereta toiletnya cuman satu? Cis! Saya berjalan lunglai ke luar stasiun. Ya ampun, kota ini sepi! Jam 5 semua toko sudah tutup. Di seberang ada restoran buka, tapi itu restoran mahal – nggak enak rasanya numpang ke toilet (boker pula) kalau nggak duduk dan beli makanan.

Oh well… Jarak dari stasiun kereta ke apartemen Indie, sepupu saya, sekitar 1,5 km. Setiap hari saya jalan kaki bolak-balik nggak masalah, tapi kali ini dalam keadaan kebelet. Ada bus tapi jadwal nggak jelas dan hanya turun satu halte, sisanya tetap jalan kaki. Duh, coba kalo di Indonesia, tinggal naik ojek kelar! Ya sudah lah, saya berjalan kaki saja. Paling 15 menit. Jalannya agak menanjak tapi hanya lurus doang lalu belok kiri di kampus.

Saya berjalan kaki sambil ‘mengepang’ kedua kaki supaya nggak brojol. Saya juga sambil bermeditasi dengan menarik napas dalam-dalam supaya tenang. Tapi perut saya semakin bergemuruh! Jalanan sepi dan gelap, hanya terlihat beberapa orang yang lewat. Di kiri-kanan jalan berjejer bangunan tua rumah penduduk. Duh, apa saya ketok aja pintu rumahnya untuk numpang ke toilet? Kebayang saya bilang, “I’m sorry, I need help! I need to use your toilet!” Lalu jika dikasih, saya ngebom di WC dengan segala bunyi dan bau khas Asia. Kalau di Indonesia saya berani minta tolong begitu.

Saya lanjut berjalan yang makin terbungkuk-bungkuk menahan gelora. Di ujung jalan pas belokan kampus, saya kentut… eh ternyata keluar sama isinya! Celana jeans saya pun basah. O-em-ji!! Apartemen Indie masih 2 blok lagi dan terlihat sekelompok orang berjalan ke arah saya. Mampus, ini baunya gimana? Kalau keliatan gimana? Hii! Saya tutup pantat saya dengan tas dan terus berjalan. Sialnya, sekali keluar, pertahanan itu jebol-bol-bol! Perduli setan sama orang lain, saya jalan tambah cepat, eh tokai pun jalan cepat… keluar!

Sampai di apartemen Indie (naik tangga dulu dua lantai), saya lari ke toilet untuk meneruskan hajat dan bebersih di dalam shower. Mau jemur, eh nggak ada balkon. Saya gantung aja di toilet. Saya pun mengepel lantai dari tangga, dapur, sampai ke toilet. Ewwww!

Ah, saya jadi haus. Ambil gelas, buka kran di dapur… lho kok nggak ada air? Buka kran di wastafel kamar mandi, eh nggak ada air juga! Wah gawat, air mati nih. Untung udah kelar nyuci. Saya pun buka kulkas, eh tidak ada botol air putih. Wah, si Indie juga nggak nyetok air! Eh jangan-jangan air mati gara-gara saya pakai air kebanyakan sehingga melebihi kuota? Emang bisa gitu?

Tengah malam Indie pulang dan saya cerita soal ‘kecelakaan’ tadi. “Ya begitu lah, di Eropa yang maju ini paling susah cari toilet umum!” komentar Indie. Lalu saya lapor soal air mati. Indie cek kran, setitik air pun tidak keluar.

“Aduh teteh, gue udah 7 tahun tinggal di sini belum pernah sekalipun air mati!” kata Indie.

“Trus gimana? Elo telepon PAM Leuven gih!” saran saya.

“Kantornya tutup jam 5 sore.”

“Hah? Nggak ada nomor emergency?”

“Mana ada orang sini yang mau kerja 24 jam?”

“Kalo gitu elo telepon landlord lo deh, kali dia yang matiin.”

“Aduh, teh, udah jam 12 malam gini masa telepon? Nggak boleh banget di Eropa.”

“Lha terus gue minum gimana? Trus kalo gue kebelet boker lagi gimana?”

“Kalo gue sih bisa mandi, boker, dan minum di kampus besok. Elo besok ikut ke kampus gue aja!”

“Gimana kalo elo keluar sekarang beli air galonan atau air botolan?”

“Teh, jam segini apapun nggak ada yang buka!”

“Lagian elo gimana sih nggak nyetok air putih di botol?”

“Lha mana gue tau di Eropa air bisa mati?”

“Lha ini buktinya mati!”

“Udah gue bilang, ini kejadian baru kali ini setelah 7 tahun, pas ada elo doang!”

Saya pun ngakak kejengkang! Kejadian sial kayak gini itu tipikal gue banget! Bagus sih jadi ada bahan tulisan, tapi kan nyebelin banget! Coba kalau ini terjadi di Indonesia; saya bisa boker di stasiun, kalaupun tutup saya bisa naik ojek ke apartemen Indie, kalau air mati saya bisa beli di toko yang buka 24 jam! Ah, negara maju itu belum tentu lebih baik daripada kita. Hidup Indonesia!

Epilog

Keesokan paginya kami bangun, sama-sama pipis dan tidak bisa mem-flush WC. Kami keluar dengan tampang bete. Eh, di trotoar depan rumah ada hidran bocor dengan air tumpah berlimpah-limpah. “Nah, gue sikat gigi di sini gimana? Air banyak nih!” kata saya. “Hush, nggak boleh teteh!” larang Indie. Dan kami pun didatangi petugas berseragam yang berkata, “Mohon maaf, telah terjadi kebocoran pipa air sehingga kami matikan. Saat ini kami masih memperbaikinya.” Huh, saya yakin mereka memperbaiki baru pagi ini, saat jam kantor mulai.

[Adv] Traveler bijak punya travel insurance

$
0
0

Penting nggak sih punya travel insurance (asuransi perjalanan)? Saya sudah pernah membahasnya di sini. Tapi mungkin Anda belum terbayang kesialan atau musibah apa yang mungkin terjadi ketika Anda sedang traveling di luar negeri. Sementara kita tahu bahwa sebagian besar negara di dunia itu biaya hidupnya lebih tinggi daripada kita, sehingga membutuhkan uang ekstra. Ini saya berikan ilustrasi beberapa kejadian sebagai berikut;

Pada trip terakhir saya di Taiwan, seorang teman kehilangan bagasinya dan dijanjikan akan dikembalikan dalam tiga hari ke depan. Padahal dia sedang business trip yang perlu pakai baju rapih untuk bertemu dengan pejabat tinggi setempat. Duh, males banget kan kalo kejadian kayak gitu? Kalau itu terjadi sama saya, pasti saya langsung belanja ke mal terdekat untuk beli baju dan sepatu baru. Nggak khawatir karena uang belanjanya akan ditanggung oleh travel insurance saya.

Sepupu saya juga baru trip ke Australia. Eh sampai di bandara Melbourne, entah kenapa kopernya rusak. Suaminya pas lagi berusaha menutup koper yang sedikit menganga itu, laptop-nya jatuh ke lantai dan pecah. Duh, sial banget kan? Untungnya mereka sudah saya rekomendasikan pake travel insurance langganan saya, jadi mereka santai aja beli koper dan laptop baru di Australia karena uangnya akan diganti.

Tante saya pun pernah mengalami kesialan saat traveling di Inggris. Paspornya hilang dicuri! Tentu beliau harus ke sana ke mari mengurus ini itu dan ke KBRI untuk mendapatkan paspor sementara. Biaya pengurusannya, termasuk transportasi lokal, ditanggung juga oleh travel insurance.

Saya sendiri pernah merasakan manfaatnya pada saat penerbangan saya ke Kenya tiba-tiba dibatalkan dan dimajukan sehari. Hotel dan biaya visa diganti, uangnya ditransfer ke rekening bank saya. Selain itu, travel insurance juga mengganti biaya ketidaknyamanan lainnya seperti delay.

Kondisi lain misalnya saat teman saya yang lagi traveling ke Swedia tiba-tiba jatuh sakit karena terpleset dari tangga. Dengan travel insurance, biaya pengobatan di rumah sakit Stockholm ditanggung. Bahkan bisa menerbangkan seorang anggota keluarga atau teman untuk menemani selama di rumah sakit. Hebatnya, sampai tiga bulan setelah tiba di Indonesia, pengobatan lanjutannya juga ditanggung! Perlu diketahui, travel insurance juga bisa menanggung biaya evakuasi medis darurat dan repatriasi dalam keadaan darurat di seluruh dunia lho!

Kondisi ekstrim lainnya adalah meninggal dunia di luar negeri. Travel insurance akan menanggung biaya pemulangan jenazah. Jika Anda sedang traveling di luar negeri lalu rumah di Indonesia kebakaran pun akan ditanggung oleh travel insurance.

Nah, travel insurance apa yang saya punyai yang bisa menanggung semua ilustrasi di atas? Saya pakai asuransi perjalanan AXA Mandiri. Alasannya karena gampang; bisa beli online di sini dan tinggal di-print langsung berlaku. Harganya terjangkau – setahun penuh ke seluruh dunia hanya USD 114,75 (sekarang lagi diskon 15%). Paket coverage-nya pun lengkap, mencakup seluruh dunia dengan uang santunan/penggantian yang besar.

Tips agar lebih hemat: Jika Anda ke luar negeri minimal tiga kali dalam setahun seperti saya, lebih baik ambil asuransi jenis Annual Trip. Asuransi ini bisa disertakan sebagai syarat pembuatan visa, malah kemungkinan mendapat visa multiple lebih besar karena periode waktu yang panjang. Jika Anda pergi bersama anggota keluarga pada saat yang bersamaan, pilih Family yang mencakup 2 orang dewasa plus maksimal 3 orang anak. Biaya premi Family tentu lebih murah daripada Individual dikali jumlah orang.

Intinya, traveler yang bijak, punya travel insurance! Jangan sampai deh Anda terlantar di luar negeri dan merepotkan keluarga di rumah. Saya sendiri dan orang-orang yang saya kenal telah merasakan manfaatnya.

Viewing all 194 articles
Browse latest View live