Quantcast
Channel: The Naked Traveler
Viewing all 194 articles
Browse latest View live

5 Alasan Taiwan itu Menyenangkan

$
0
0

Saya merupakan salah satu orang yang termasuk telat ke Taiwan. Terus terang dari dulu nggak tertarik ke sana. Alasannya karena saya kurang menyukai traveling di Tiongkok daratan. Kalau pernah membaca buku The Naked Traveler 3 dan 4, Anda tahu alasannya kenapa. Intinya karena saya nggak tahan dengan juteknya orang sana, toiletnya yang jorok, dan kendala bahasa.

Tapi ternyata Taiwan itu jauh berbeda dibanding ‘kakak’-nya Tiongkok. Seminggu di Taiwan saya suka banget karena jauh melebihi ekspektasi saya. Malah saya ingin balik lagi suatu saat. Mengapa demikian? Ada 5 alasan utama sebagai berikut;

  1. Orangnya ramah dan keren

Orang Taiwan lebih mirip orang di Asia Tenggara daripada orang Tiongkok daratan. Mereka ramah dan banyak senyum. Kalau di Tiongkok atau Hongkong saya suka takut masuk toko karena sering dimarahin (bahkan dibentak) sama penjualnya kalau nggak jadi beli, sementara di Taiwan mah santai aja. Malah mereka oke aja difoto sambil disuruh berpose.
Warna kulit orang Taiwan nggak kuning kinclong, namun kuning agak gelap dikit kayak orang Tionghoa di Indonesia. Dandanannya juga keren, nggak norak, nggak pake merk-merk plesetan.

The guards

  1. Toilet bersih

Ini hal yang paling berbeda dengan Tiongkok daratan. Saya nggak pernah ketemu toilet yang bau dan kotor di Taiwan! Di terminal bus, di dalam kereta, di restoran, di tempat wisata, semua bersih. Meski tidak tampak petugas kebersihan, tapi kesadaran akan kebersihan tinggi seperti WC yang selalu di-flush dan pembalut yang dibungkus.
Yang menyenangkan lagi, banyak WC di Taiwan bermodel kayak di Jepang yang di panel sisinya ada tombol air untuk cebok, bahkan untuk mengeringkan pantat. Hehe! Kadang masih nemu WC jongkok, tapi itu pun tersedia bidet dan tisu gulung.

  1. Bisa Bahasa Inggris

Orang Taiwan berbahasa Mandarin dengan intonasi yang lebih lambat dan tidak high pitch macam orang Tionghoa daratan. Kalau pun nggak ngerti mereka ngomong apa, paling tidak nggak “sakit hati” karena nadanya terdengar sopan.
Meski tidak semua bisa lancar berbahasa Inggris tapi paling nggak mereka mau membantu, minimal bisa menunjukkan arah. Kalau pengin nanya, cari aja anak muda, rata-rata mereka bisa berbahasa Inggris kok. Malah saya sering jadi ngobrol dengan mereka, yang ternyata berbahasa Inggris sangat baik karena lulusan Amerika atau Eropa.
Selain itu, tulisan pada rambu, nama jalan/stasiun, pengumuman, dan menu makanan rata-rata ada bahasa Inggrisnya, selain tulisan Mandarin.

  1. Transportasi yang gampang dan nyaman

Di Taipei terdapat MRT yang ekstensif. Beli tiketnya di mesin yang tersedia di stasiun dan ada bahasa Inggrisnya, murah pula. Kalau mau ke luar kota Taipei, bisa naik bus atau kereta yang sama mudahnya. Cobain deh naik Taiwan High Speed Railway, kereta supercepat dengan kecepatan sampai 300 km/jam. Di stasiun utama ada kantor informasi untuk turis, mereka dengan senang hati menerangkan dalam bahasa Inggris. Di dalam MRT/bus/kereta ada pengumuman destinasi dalam bahasa Inggris, baik berupa suara maupun running text. Semua transportasi publik umumnya pun sangat nyaman dan bersih. Penumpang pada saat rush hour nggak begitu berjubel karena frekuensi yang banyak.
Enaknya lagi, kalau mau naik taksi pun harganya nggak mencekik. Supirnya jujur, taksinya pake argo. Kalau ada kembalian uang, sampe recehan pun akan dikembalikan. Saya pernah sengaja ninggalin recehan untuk tip, eh malah dikejar untuk dikembalikan!

Taiwan High Speed Rail

  1. Terjangkau

Taiwan itu nggak jauh-jauh banget dari Indonesia. Jakarta-Taipei dengan menggunakan direct flight maskapai Eva Air hanya memakan waktu 4-5 jam saja. Budget airlines pun ada beberapa meski harus transit satu kali dulu. Untuk harga, silakan cek sendiri ya? Siapa tahu ada promo.
Penginapan banyak tersedia, mulai dari hotel sampai hostel. Saya menginap di Grand Hotel yang bersejarah dan megah itu sekitar US$ 122/malam, cukup murah untuk ukuran hotel bintang lima – apalagi kalau bisa patungan berdua. Pernah juga saya menginap di hostel sekamar sendiri harganya cuma US$ 10/malam.
Makanan di Taiwan itu enak-enak dan somehow lebih murah daripada di Jakarta. Kalau malam, kunjungi night market yang banyak menjual street food dengan harga sekitar NT$30-75 per porsi.

Grand Hotel lobby

Dengan 5 alasan di atas, rasanya nggak perlu ragu lagi traveling ke Taiwan. Eh, pasti ada yang tanya bagaimana dengan visa Taiwan? Bagi pemegang paspor Indonesia, bisa bebas visa Taiwan bila memiliki visa atau izin tinggal dari negara Amerika, Jepang, Korea, Australia, New Zealand, Uni Eropa yang masih berlaku, jadi tinggal isi formulir di sini aja. Bagi yang tidak punya visa negara maju tersebut, silakan apply visa di TETO (Taipei Economic Trade Office) di Jakarta, syaratnya ada di sini. Gampang kan?

Berangkaaat!


Ke mana di Taiwan?

$
0
0

Kalau ke Taiwan, ke mana aja ya? Kemungkinan besar Anda akan mendarat di ibu kotanya Taipei dan tinggal di situ. Destinasi wajibnya ke menara Taipei 101, Chiang Kai Shek Memorial Hall, dan National Palace Museum. Malamnya wajib ke pasar malam untuk makan dan belanja, terutama ke Shilin Night Market yang terbesar itu. Kalau masih ada waktu dan mau ke luar kota dikit, umumnya ke Yehliu Geopark atau Taroko Gorge.

Soal makanan, Taiwan juara. Tempat makan ada di mana-mana dan menurut saya rasanya nggak pernah salah. Cara pilih yang mana prinsipnya adalah cari yang paling rame diantre orang! Restoran yang patut dicoba dan harus sabar antre adalah Din Tai Fung. Ya, restoran yang sudah mendunia ini berasal dari Taiwan, tepatnya di Xinyi Road, Taipei. Kalau ingin coba restoran haute cuisine pemenang Asia’s 50 Best Restaurants 2017, di Taipe ada dua dan di Taichung ada satu.

Kebanyakan turis mentok di Taipei, tapi coba deh jalan ke luar kota arah selatan naik kereta cepat bernama Taiwan High Speed Rail (THSR). Teknologi yang digunakan sama seperti kereta cepat Shinkansen di Jepang yang kecepatannya mencapai 300 km/jam. Waktu itu saya coba dari Taipei ke Taichung hanya dalam waktu 50 menit saja.

Berikut beberapa tempat yang tidak biasa tapi sangat menarik di luar Taipei;

Whisky Distilery – Taiwan ternyata memproduksi salah satu wiski (whisky) terbaik di dunia yang telah memenangkan berbagai penghargaan, bahkan pernah mengalahkan Scotch Whisky yang merupakan asal wiski. Merknya adalah Kavalan. Pernah denger kan? Wiski adalah minuman beralkohol yang berasal dari fermentasi serealia. Pabrik wiski Kavalan ini berada di Yilan karena di sana memiliki sumber mata air yang baik yang merupakan kunci utama pembuatan wiski. Air murni ini lah yang langsung dibuat untuk fermentasi, distilasi, dan seterusnya, dan seterusnya sampai jadi 9 juta botol wiski per tahun.

Mary Leu Fine Art Carving Gallery – Tidak pernah denger nama ini sebelumnya tapi baru kali ini saya ke galeri seni sampai nganga melihat hasil kerja Mary Leu ini! Mary adalah pemahat patung. Mediumnya adalah kayu, tembaga, emas, dan kaca. Yang bikin takjub adalah dia memahat suatu barang yang biasa saja namun pahatannya sangat detil dan rumit. Sayangnya tidak boleh memotret sama sekali di galeri tersebut, tapi saya nemu situs yang memuat sebagian karyanya di sini.

Chun Shui Tang Cultural Tea House – Tahukah Anda bahwa bubble tea itu diciptakan pertama kali di Taiwan? Meski merk Taiwan yang terkenal di Indonesia adalah Chatime, namun di rumah teh Chun Shui Tang di Taichung ini lah pertama kali bubble tea diciptakan pada 1983. Alasannya karena tiga puluh tahun yang lalu budaya minum teh itu hanya dinikmati oleh orang tua, makanya diciptakan lah minuman teh dingin ini agar anak muda mau minum teh. Keberhasilan ini jadi mendunia, bubble tea dikenal di mana-mana. Selain jualan teh, mereka jual aneka kue kering, ada restorannya, juga bisa ikut workshop bikin bubble tea seperti yang saya ikuti. Bikinnya gampang ternyata!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

National Taichung Theater – Baru dibuka 2016, National Taichung Theater adalah opera house kebanggaan Taiwan – dan tempat paling favorit saya. Meski tidak sempat menonton operanya namun saya sangat terkesan karena arsitekturnya yang keren dan intelligent oleh Toyo Ito dari Jepang. Konsepnya adalah struktur free-form yang terbuat dari 58 dinding melengkung, jadi tidak ada satu pilar atau AC kelihatan di bangunan luas ini. Pokoknya semua sudutnya instagrammable banget deh!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Chang Lien Cheng Saxophone Museum – Taiwan ternyata memproduksi saksofon. Awalnya seorang pelukis bernama Chang Lien Cheng yang suka bermusik. Suatu hari saksofon temannya terbakar di rumahnya. Chang memperbaikinya dengan membongkarnya dan menggambar satu per satu ratusan part-nya, sampai jadilah saksofon pertama yang dibuat di Taiwan pada 1945, dan akhirnya dibuat pabrik. Saat ini anaknya Chang Wen Tsan yang memimpin perusahaan tersebut, dibantu oleh istri dan keempat anak perempuannya yang semuanya pemain saksofon terkenal. Selain museum saksofon, kita bisa melihat langsung pembuatan saksofon bermerk “LC Saxophone” ini. Kenny G. adalah salah satu saksofonis terkenal dunia yang menggunakannya. Pak Chang sendiri masih mengerjakan saksofon dengan tangannya. Saya baru tahu bahwa sebuah saksofon yang kualitas bagus itu harganya mencapai ribuan dolar.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Kiat #Staycation

$
0
0

Apakah itu staycation? Sebagian orang Indonesia menganggap artinya “menginap di hotel”. Padahal istilah staycation dalam bahasa Inggris itu sebenarnya berarti “liburan dengan tinggal di rumah sendiri dan hanya bepergian/beraktivitas di sekitarnya aja”. Namun sejak adanya medsos, istilah ini justru berarti menginap di hotel (di kotanya sendiri). Saya menuduh ini karena para buzzer yang hotelnya disponsorin itu harus membuat sesuatu sehingga terlihat keren tanpa mau ketauan disponsorin maka dibuatlah hashtag #staycation. Hehe! Nggak percaya? Meski caption berupa quote yang ‘dalem’, tapi kalau si buzzer mention dan tag akun medsos hotelnya beserta hashtag tertentu, kemungkinan besar disponsorin lah.

Staycation semakin lama semakin marak. Maksud saya dalam artian masa kini: menginap di hotel. Kalau istilah itu sudah ada zaman dulu berarti waktu masih kecil saya sering staycation saat orang tua saya ada meeting atau conference di hotel. Udah gede saya staycation karena mengajak keponakan-keponakan nginep di hotel supaya mereka bisa berenang dan makan enak. Kadang saya staycation bareng geng sahabat untuk party semalaman. Belakangan ada alasan lain untuk staycation, yaitu mengisi feed medsos.

Beberapa hari yang lalu saya staycation di sebuah hotel berbintang lima di Mega Kuningan. Jika Anda tertarik untuk staycation juga – apapun alasannya, berikut kiat-kiatnya:

  1. Tentukan bintang dan lokasi
    Kalau staycation sih saya pilih hotel bintang lima sekalian. Ngapain pindah menginap di hotel di kota sendiri kalau hotelnya ecek-ecek yang tidak lebih nyaman daripada kamar sendiri di rumah? Soal lokasi, pilih lah yang menjauh dari rumah sendiri atau yang punya pemandangan berbeda dari yang biasa kita lihat di rumah. Saya sih pilih persis di tengah kota yang dikelilingi gedung-gedung bertingkat karena saya suka city lights. Lokasi juga dipilih berdasarkan kedekatan jarak dengan berjalan kaki ke restoran atau mal, jadi bisa makan atau belanja di luar tanpa keluar ongkos lagi.
  2. Ajak teman/keluarga
    Staycation enaknya memang nggak sendirian. Jadi bawalah teman atau saudara, lumayan ada yang diajak ngobrol, bisa berenang bareng, ada yang motretin, bahkan kalau beruntung bisa patungan bayar hotel. Kemarin ini saya mengajak sepupu merangkap PA saya, si Zara, sekalian traktir dia yang udah capek ngurusin kerjaan saya. Bener aja, di kamar kami malah ngomongin kerjaan sambil bikin file excel di laptop. 
  1. Booking yang efektif
    Nah, ini yang tricky! Saat ini ada banyak situs booking hotel. Setelah saya tahu bahwa saya akan menginap di hotel bintang lima dan tahu batas bujetnya, saya pun browsing ke sekian banyak situs. Perlu diketahui, harga weekday dan weekend itu sering berbeda. Hotel bisnis di tengah kota biasanya lebih murah di weekend. Kalau tanggal menginap bebas, cobalah beberapa tanggal.
    Setelah memutuskan di satu hotel, bandingkanlah harga ke beberapa situs terpercaya, termasuk situs resmi hotel yang dimaksud. Kadang ada situs yang menampilkan harga termurah, namun ternyata kamarnya tidak termasuk sarapan. Padahal saya paling doyan sarapan all you can eat di hotel – apalagi di hotel bintang lima. Oleh karena itu, klik terus sampai laman pembayaran karena ternyata ada tambahan pajak dan lain-lain sehingga harga awal yang terpampang dan harga akhir berbeda jauh.
    Kesimpulannya, cara termudah dengan harga termurah ada di Traveloka. Situs itu paling “jujur” karena di depan sudah ditampilkan harga all-in dan apakah termasuk sarapan atau tidak. Untungnya lagi, pas ada promo hotel domestik sehingga saya dapat potongan Rp 150.000,-. Lumayan banget kan?
  1. Maksimalkan fasilitas
    Supaya nggak rugi, datang lah tepat saat check-in diperbolehkan. Rata-rata hotel memperbolehkan check-in antara pukul 13.00 – 15.00. Sebelum jadi berantakan, foto-foto dulu kamarnya deh. Kalau nggak mau langsung leyeh-leyeh, manfaatkan fasilitas yang tersedia, seperti kolam renang, gym, atau spa (dengan biaya tambahan). Kalau ambil kamar yang kelas atas, biasanya ada fasilitas “Club Lounge yang memperbolehkan tamu untuk makan camilan dan minum sepuasnya di ruangan khusus. Selain tempat tidur hotel yang nyaman, saya juga suka berlama-lama mandi, apalagi kalau ada bathtub yang langsung menghadap jendela sambil memandang kota. Sisanya, nikmati saja kamar yang mewah!

Catatan nggak penting: Tengah malam di hotel saya menyikat gigi di kamar mandi. Pas buka kran di wastafel… lho kok nggak ada air? Buka kran di bathtub eh nggak ada air juga! Gila, udah mahal-mahal bayar hotel bintang lima kok airnya bisa mati? Zara nyamber, “Lha ini dikasih kertas pengumuman minta maaf air mati hari ini jam 23.00 – 06.00.” Hah? Kenapa sekarang? Kenapa pas saya lagi nginep?! Lalu pecah lah tawa kami. Dasar Trinity! Ceritanya sial mulu! Hahaha!

Traveling zaman dulu yang mungkin nggak kebayang di zaman sekarang

$
0
0

Saya sudah terbiasa traveling sejak kecil. Tidak ada yang hebat, saya merasa biasa-biasa saja. Saya justru merasa ‘aneh’ ketika traveling di zaman sekarang, lebih tepatnya sejak era ponsel dan internet. Segalanya jadi sangat mudah, tinggal ketak-ketik sebentar langsung jadi.

Untuk generasi milenial, berikut beberapa perbedaannya yang mencolok saat traveling zaman dulu yang mungkin tidak bisa kalian bayangkan kalau terjadi di zaman sekarang;

Pesawat boleh merokok

Ini perbedaan yang paling mencolok antara dulu dan sekarang. Bayangin dulu penumpang boleh merokok di dalam pesawat terbang! Smoking area di dalam pesawat ada di kursi-kursi bagian paling belakang. Tidak ada pemisah kaca seperti di ruangan merokok di bandara, jadi asap membumbung sampai ke langit-langit, bahkan sampai terasa di kursi depan pesawat . Saya malah pernah mengalami merokok bareng pramugara dan pramugari di galley belakang, bahkan konon dulu pilot juga merokok. Sekarang membayangkannya aja jadi ngeri! Kok bisa ya cuek banget zaman dulu? Udah sepesawat bau asap, lalu gimana kalau pesawat kebakaran akibat bara api puntung rokok? Hiyy!

Tiket pesawat segepok

Sekarang tiket pesawat bisa tinggal tunjukin ponsel, bahkan QR Code-nya bisa langsung jadi boarding pass. Dulu beli tiket harus datang ke kantor maskapai penerbangan atau travel agent. Setelah membayar, tiket diberikan dalam bentuk buku kecil panjang yang bentuknya kayak kwitansi. Di tiket tertera nama, destinasi, tanggal dan jam keberangkatan yang ditulis pake tangan. Meski yang terpenting adalah halaman itu doang, tapi tiket itu segepok banyaknya. Yang lain isinya adalah terms & conditions. Bayangin berapa banyak kertas yang terbuang zaman dulu?

Pasrah menginap

Dulu travel agent itu berkuasa banget karena mereka lah yang bisa booking pesawat dan hotel. Masalahnya mereka hanya bekerja sama dengan hotel-hotel berbintang, jadi sebagai backpacker sulit untuk mencari penginapan murah semacam hostel. Zaman belum ada internet, booking dilakukan via telepon – di telepon umum koin pula. Bentuk hostel kayak apa nggak kebayang kecuali ada gambarnya di brosur yang tersedia di bandara atau stasiun kereta utama, itu pun sangat jarang. Diperparah lagi dengan tidak adanya testimoni dari tamu yang pernah menginap, jadi lah sering ketipu. Makanya dulu saya sering go show. Sampai di suatu kota, berjalan kaki sambil cari-cari penginapan, keluar-masuk kamarnya untuk ngecek kondisi, baru diputuskan belakangan. Seringnya kalau udah capek, pilih yang mana duluan kosong jadi pasrah terima aja apapun kondisinya.

Peta besar

Dulu traveling itu gampang banget nyasar. Bayangkan hidup di zaman nggak ada GPS, bagaimana cara cari alamat? Pakai peta terbuat dari kertas yang besar dan bisa dilipat. Bahkan ada peta versi buku kuning. Ada sih yang sehalaman, biasanya disediakan oleh penginapan setempat. Pokoknya nyasar jadi makanan sehari-hari, apalagi kalau nggak bisa bertanya karena kendala bahasa. Jadi istilah “let’s get lost” itu sebenarnya lebih cocok diterapkan di zaman dulu.

Bawa weker

Iya, serius. Dulu zaman belum ada ponsel, saya masih bawa weker. Eh, pada tau kan jam weker? Itu jam meja yang harus diputer dulu jarum jamnya supaya berbunyi pada waktu yang diinginkan. Butuh weker bukan sekedar untuk bangun pagi mengejar pesawat, tapi dulu saya pasang weker untuk pengingat kapan turun di stasiun kereta Eropa saking tepat waktunya.

Bawa Walkman/CD Player

Kalau suka denger musik, hal ini yang paling berat dilakukan saat traveling. Berat dalam arti hafiah. Walkman itu semacam tape portable yang berisi kaset. Nah, apakah kalian tahu bentuk kaset? Gugling sendiri deh ya. Kaset begitu kalau cuma bawa satu sih nggak apa-apa, tapi kan bosen denger lagu sealbum doang. Jadilah bawa kaset banyak sehingga berat dan bulky. Kalau niat, sebelum pergi bikin album kompilasi sendiri dulu dalam satu kaset. Sama halnya dengan CD (Compact Disk) player. Bedanya, kaset yang tebel itu diganti dengan piringan CD tipis. Koleksi CD dimasukin ke dalam semacam dompet panjang. Masih berat dan bulky, bukan? Bedakan dengan zaman sekarang denger musik tinggal pake alat sekecil jempol bisa denger ribuan lagu.

Kamera pake film rol

Dulu semua kamera masih menggunakan film rol, baik kamera saku maupun SLR. Masangnya aja ribet. Sekali salah pasang, film “terbakar” dan foto terhapus. Satu rol isi 24 atau 36 frame. Untuk menghemat, hanya objek yang menarik aja yang difoto. Per trip saya biasanya bawa 5 rol. Ribet selanjutnya setelah pulang trip adalah harus pergi ke toko film untuk mencetak foto. Lalu setiap foto dimasukkan ke dalam album foto, sehingga lemari isinya penuh dengan banyak album dan rol film negatif.
Sejak adanya kamera digital dan memory card bergiga-giga memang sangat memudahkan orang. Mau moto berapa kali aja hayuk, bahkan sekali selfie aja pake burst sehingga dari 10 frame tinggal pilih 1. Pantes aja dulu orang nggak doyan selfie!

Susah Berhubungan

Dulu kalau lagi traveling, bener-bener “terlepas”. Karena nggak ada ponsel dan internet sehingga susah dihubungi, susah menghubungi, tidak tahu apa yang sedang terjadi di dunia, dan tidak merasa penting juga untuk tahu apa yang terjadi.
Dulu kalau janjian sama orang, harus ditepati bertemu di mana dan jam berapa – kalau nggak, nggak bakal ketemu selamanya. Nggak ada tuh yang nanya dulu “Udah di mana?” atau pemberitahuan “Telat nih karena macet!”.
Pas traveling domestik dan mau mengabari ke rumah, kudu ke Wartel (Warung Telekomunikasi) yang ada kotak digital menghitung detik sehingga ngomong harus efektif dan efisien. Kalau bokek, minta tagihan dibayar di penerima (rumah), itu pun harus dari wartel Telkom. Kalau traveling ke luar negeri, ya dianggap “hilang” aja karena mahal banget telepon antarnegara. Makanya dulu LDR itu susah banget! Kalau dapet gebetan teman pas traveling, kami saling mencatat alamat rumah, lalu kirim-kiriman surat yang nyampenya berbulan-bulan kemudian, dan akhirnya putus hubungan.
Sangat berbeda dengan zaman sekarang yang informasi serba cepat tersebar, orang-orang dengan senang hati membagi informasi di media sosial, orang-orang yang kepo, sehingga tak heran timbul sindrom FoMO (Fear of Missing Out) atau takut ketinggalan hal-hal menarik di luar sana dan/atau takut tidak eksis.

Moral of the story:

Pertama, karena dulu saya terbiasa traveling the hard way alias apa-apa harus manual, sekarang jadi terasa mudah luar biasa. Makanya saya sangat heran dengan anak zaman sekarang yang masih nanya, “Kalo ke Singapura nginepnya di mana ya, mbak?” Lha wong punya smartphone yang tinggal digugling! Plis deh.
Kedua, tuwir banget gue!

What to see and do in Almaty, Kazakhstan?

$
0
0

Kazakhstan? Hah? Di mana tuh? Ketemu Borat nggak? Ya, begitulah reaksi orang ketika saya bilang mau ke Kazakhstan. Negara yang merdeka dari Uni Soviet pada 1991 ini terletak di Asia Tengah, berbatasan dengan Rusia, Tiongkok, Kyrgyzstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan. Ia merupakan negara nomor sembilan terluas sedunia, sekitar 1,4 kali lebih luas daripada daratan Indonesia. Sedangkan Borat adalah film fiksi banget yang syutingnya pun bukan di Kazakhstan.

Untuk menikmatinya, mulai lah dari Almaty yang merupakan kota terbesar di Kazakhstan. Almaty pernah menjadi ibu kota negara sampai 1997 yang akhirnya pindah ke Astana. Sebagai pusat bisnis dan budaya, pariwisata Almaty paling siap. International flights pun sebagian besar mendarat di Almaty. Tapi tahukah apa arti kata “Almaty”? Kota apel! Ya, karena banyaknya pohon apel dan menurut penelitian apel telah tumbuh di sana sejak 1000 tahun yang lalu.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Karena destinasi ini masih awam, maka saya akan menulis dengan gaya travel guide karena saya yakin pasti berguna karena jarang ada informasi yang mumpuni. Dimulai dari info: ke mana dan ngapain aja di Almaty?

City

Almaty adalah kota yang maju, mirip kota di Eropa. Dijuluki sebagai “garden city” karena seluruh kota dipenuhi oleh pepohonan rindang. Kerennnya lagi, kota ini terletak di kaki pegunungan Trans-Ili Alatau yang memiliki salju abadi di puncaknya. Wajib datang ke tempat berikut;

Republic Square adalah alun-alun pusat yang merupakan landmark Almaty. Terdapat monumen Golden Warrior setinggi 28 meter, air mancur, dinding diorama sejarah Kazakhstan. Di seberangnya terdapat gedung walikota yang dulunya bekas istana presiden.

Panfilov Park of 28 Guardsmen adalah taman paru-paru kota seluas 18 hektar yang rimbun, tempat favorit penduduk lokal untuk jalan-jalan dan pacaran. Terdapat 28 monumen untuk memperingati jasa 28 orang pahlawan yang mati dalam perang melawan Nazi Jerman. Panfilov sendiri adalah nama jenderal yang memimpinnya.

Saint Ascension Cathedral merupakan gereja Rusia Orthodox yang disebut juga dengan nama arsiteknya, Zenkov. Terletak di tengah Panfilov Park, gereja cantik yang dibangun pada 1906 ini bercat warna-warni kayak permen.

 

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

First President’s Park adalah taman urban yang menghadap pegunungan bersalju. Presidennya menanam sendiri pohon oak di situ.

Museum

Untuk mengenal lebih dekat budaya dan sejarah suatu negara dalam waktu singkat, silakan ke museum berikut;

Central State Museum of Almaty adalah museum terbesar di Almaty yang berisi artefak sejarah, arkeologi, budaya, dan politik Kazakhstan.

Almaty Museum mengkhususkan diri dengan sejarah kota Almaty mulai dari zaman pra sejarah, Uni Soviet, sampai modern.

Museum in French House gampang dikenali karena di luar gedungnya terdapat miniatur menara Eiffel. Lebih dikenal sebagai toko parfum dan kosmetik, tapi di lantai bawahnya terdapat koleksi benda seni bersejarah milik pribadi, mulai dari pelana kuda sampai emas kuno.

Activities

Selain sightseeing, kita bisa melakukan aktivitas seru lainnya di tempat berikut;

Medeu adalah outdoor ice skating ring tertinggi di dunia pada ketinggian 1.691 mdpl. Dibangun pada 1949, stadion es yang berkapasitas 8500 orang ini sering dijadikan tempat lomba speed skating seperti 2011 Winter Asian Games.

Kok-Tobe artinya Blue Hill adalah titik tertinggi kota Almaty yaitu pada ketinggian 1.100 mdl. Di sana terdapat amusement park, ferris wheel, roller coaster, kebun binatang, dan TV Tower setinggi 372 meter. Kota Almaty terlihat jelas dari atas sana. Kita bisa naik cable car juga.

Sunkar Falcon Center adalah peternakan burung predator yang endemik di Kazakhstan, kebanyakan spesies falcon dan elang. Yang keren, setiap hari ada pertunjukan keahlian para burung raksasa yang terlatih oleh pawangnya.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Shopping

Belanja apa di Almaty? Apa aja ada! Beli aja di tempat berikut;

Mall ada banyak di Almaty, semuanya besar, modern, dan bagus. Segala macam brand global ada di mall, termasuk restoran fast food dan kafe franchise Amerika. Rekomendasi saya ke Dostyk Plaza, Mega Mall dan Esentai Mall.

Arbat adalah sebuah jalan tanpa kendaraan tempat para seniman menjual kerajinan dan benda seni khas lokal, juga ada kafe-kafe gaul. Di situ juga ada TSUM, department store era Uni Soviet yang mirip kayak ITC.

Green Market (Zelyony) adalah salah satu pasar terbesar di Almaty dan paling tourist-friendly. Saya pikir disebut hijau karena bangunannya bercat hijau, tapi maksudnya hijau sayuran alias ‘pasar basah’ kalau di kita. Pasar dua lantai ini menjual segala macam khas lokal, mulai dari keju, sayur, daging (termasuk daging kuda), sampai kain dan perabotan. Kalau mau foto, wajib untuk minta izin dulu.

Horse meat in Green Market

Nature

Menurut saya, highlight dari Almaty adalah justru day trip ke luar kotanya untuk melihat keindahan alam yang spektakuler. Sayangnya begitu ke luar kota, toilet umumnya sangat buruk. Meski bangunannya bagus, tapi dalamnya hanya berupa bolongan doang (bukan WC) tanpa air apalagi tisu, jadi kotoran dan baunya numplek! Namun worth it dengan pemandangan kece berikut;

Shymbulak adalah ski resort yang buka sepanjang tahun, terutama untuk main ski pada musim winter November – April. Hebatnya, pada musim summer pun tetap ada salju! Untuk mencapai Talgar Pass di ketinggian 3.200 mdpl, kita bisa naik cable car dari Medeu. Pemandangannya memang spektakuler dengan pegunungan berlapis-lapis dengan salju abadi.

Big Almaty Lake terletak di ketinggian 2.511 mdpl. Danau yang sangat cantik berair warna turquois ini berlatar belakang pegunungan Tien Shan yang memiliki salju abadi dengan tiga puncaknya sekitar 4000an mdpl. Melihatnya saja bawaannya pengin berenang, tapi ternyata dilarang karena danau ini merupakan reservoir alami yang merupakan sumber air minum penduduk Almaty.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Sharyn Canyon disebut sebagai “adiknya Grand Canyon di Amerika” karena memang mirip tapi skalanya lebih kecil. Berjarak 200 km dari Almaty dengan jalan off road, kita disuguhi pemandangan savana luas dengan langit tak berbatas. Dengan kedalaman ngarai 100 meter, kita bisa menuruni dan berjalan di antara Valley of Castles dengan formasi bebatuan yang unik.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on


(Bersambung) Bagaimana mengurus visa Kazakhstan? Mahal nggak di sana? Aman nggak? Baca tulisan saya selanjutnya.

Gimana caranya ke Kazakhstan?

$
0
0

Di postingan sebelumnya, saya sudah menulis tentang destinasi-destinasi menarik di sekitar Almaty. Kali ini saya mau menjelaskan informasi yang dibutuhkan untuk pergi ke Kazakhstan.

Visa

Bagi pemegang paspor Indonesia, visa bisa apply di Kedutaan Besar Kazakhstan, Jl. Denpasar Raya, Blok A/12, Kav.1, Mega Kuningan, Jakarta 12950, Telepon: (021) 29440388, 29440386, E-mail: jakarta.kazemb@yahoo.com. Submit visa hanya dilakukan setiap hari kerja kecuali Rabu pada jam 09.00-11.00. Kalau dokumen sudah lengkap, proses visa memakan waktu minimal 5 hari kerja. Ambil visa setiap hari kerja kecuali Rabu pada jam 13.00-15.00.

Sistem visa mirip dengan cara Rusia. Syaratnya: paspor asli, isi formulir dalam huruf besar, letter of invitation (bisa dari pengundang atau travel agent di Kazakhstan) yang menyebut Visa Support No. yang diperoleh dari Department of Consular Service, Ministry of Foreign Affairs Republic of Kazakhstan di kota Astana atau Almaty, surat keterangan kerja, dan pas foto berwarna ukuran 3,5 x 4,5 cm. Meskipun akhirnya tidak diminta, tapi siapkan juga bank statement, kartu keluarga, paspor lama. Biayanya USD 60 ditransfer ke Bank Mandiri.

Bila Anda tinggal di Kazakhstan lebih dari 5 hari, maka wajib lapor ke kantor imigrasi setempat di Kazakhstan. Kalau tidak, Anda akan ditahan oleh imigrasi bandara. Tapi kalau tidak mau repot, bisa minta tolong travel agent/hotel untuk menguruskannya dengan biaya.

Begitu Anda mendarat, pihak imigrasi akan memberikan Migration Card berwarna putih. Isi lah, simpan dan jangan sampai hilang, karena akan diminta kembali saat Anda keluar dari Kazakhstan.

Transportation

Get in: Rute paling efektif ke Kazakhkstan adalah terbang dari Kuala Lumpur (KUL) atau Bangkok (BKK) direct ke Almaty (ALA) menggunakan maskapai Air Astana. Pesawatnya baru, servisnya oke, makanannya enak kok.

Get around: antarkota di Kazakhstan bisa naik bus, kereta, atau pesawat terbang. Harap diingat bahwa Kazakhstan adalah negara yang sangat luas, jadi Almaty ke Astana aja bisa memakan waktu 20 jam naik kereta. Alternatif maskapai domestik selain Air Astana adalah Scat atau Bek Air. Sedangkan transportasi umum di dalam kota, bisa naik bus atau Metro (hanya ada di Almaty) dengan harga tiket yang murah; bus 90 Tenge dan Metro 80 Tenge.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Yang unik adalah taksi. Sebenarnya ada Uber, tapi masalahnya dia akan telepon ke nomor kita yang terdaftar (international roaming), lalu masalah bahasa pun muncul. Jadi mending pake taksi ilegal. Caranya: berdiri aja di pinggir jalan sambil melambai-lambaikan tangan, maka siapapun dengan mobil apapun akan berhenti. Kasih alamat (yang sudah ditulis dengan aksara Rusia/Kazakh), tawar-tawaran harga (pake bahasa Tarzan), lalu naik. Beres, nggak usah pake ngomong, nyampe di depan pintu. Awalnya saya agak takut, tapi terbukti aman dan efektif. Tarif tergantung jauh-dekatnya, tapi berkisar di antara 500-1000 Tenge.

Tidak semua destinasi wisata, terutama di luar kota, yang ada transportasi umum. Kalau malas ribet dan mau pake paket tur, rekomendasi saya adalah City Tour KZ dengan guide berbahasa Inggris bagus, profesional, dan baik hati.

Accommodation

Penginapan sangat variatif, mulai dari hostel dengan harga USD 10/bed/malam sampai hotel berbintang lima jaringan internasional seharga USD 250/kamar/malam.

Meals

Orang Kazakhstan adalah carnivora sejati. Daging sapi, domba, dan kuda (iya, kuda!) adalah santapannya sehari-hari. Biasanya dipanggang dengan minim bumbu dan dimakan dengan roti. Jangan kuatir soal halal, mayoritas penduduknya penganut Islam jadi mereka bukan lah pemakan babi (cuman minum vodka. Hehe!). Jangan lupa coba Kumis, minuman yang terbuat dari susu kuda yang difermentasi.

Di sana nggak ada warung atau kaki lima, jadi makan kudu ke restoran. Pilihan yang paling aman adalah di food court mal, sekali makan sekitar 750-1300 Tenge udah kenyang. Makan di restoran biasanya habis sekitar 3000 Tenge.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Tips

  • SIM Card Kazakhstan belinya gampang dan murah, internetnya juga cepat. Untuk mengaktifkannya harus mengirim SMS yang instruksinya ada di kartu dalam Bahasa Rusia.
  • Orang Kazakhstan berbahasa Kazakhstan dan/atau Rusia, mereka umumnya tidak bisa berbahasa Inggris. Minta lah alamat hotel yang ditulis dalam kedua bahasa tersebut. Saya survive dengan punya mobile apps penerjemah bahasa Rusia.
  • Kalau mau beli oleh-oleh, saran saya beli lah coklat Kazakhstan yang ternyata enak dan murah – 1 bar coklat harganya 300 Tenge aja. Yang enak dan murah juga adalah vodka Kazakhstan. Ada bebeberapa macam merk, hanya saja saya juga nggak ngerti bacanya. Pergi aja ke Supermarket dan tanya orang lokal yang mana yang buatan Kazakhstan, harganya cuman sekitar 1000 Tenge sebotol.

Wales, the Epic Land!

$
0
0

Bulan lalu saya keliling Wales bagian utara. Lumayan untuk menamatkan jejak kaki saya di empat ‘negara’ dalam United Kingdom yang terdiri dari England, Scotland, Wales, dan Northern Ireland. Dibanding keempatnya, Wales memang tidak terlalu populer. Namun menurut saya, Wales justru yang terunik dan terindah! Epic banget deh!

Whispering Sand Beach

Wales yang menempati area hampir seluas propinsi Bengkulu ini terletak di barat Britania Raya yang berbatasan dengan Laut Irlandia. Penduduknya 3 juta orang (sekitar 5% dari total penduduk United Kingdom) dengan 9 juta domba. Iya, serius! 78% wilayah Wales diperuntukan untuk agrikultur jadi memang serbahijau dan cocok untuk beternak. Lansekapnya pun didominasi oleh pegunungan, terutama di utaranya sehingga lebih dramatis.

Epic-nya Wales saya bagi ke dalam beberapa kategori begini;

Epic Castles

Terdapat 641 castle (istana) di Wales atau paling banyak per mil persegi di dunia. Ada di gunung, di pantai, ada yang dijadikan museum atau hotel, ada yang katanya berhantu, ada juga yang kosong begitu saja. Saya masuk ke tiga di antaranya;

Conwy Castle – Termasuk ke dalam UNESCO World Heritage Site, istana yang dibangun oleh Raja Edward I pada abad ke-13 ini disebut sebagai arsitektur militer terbaik di Eropa. Berbentuk persegi panjang, istana ini terbagi dua yaitu bangsal luar dan bangsal dalam, dengan delapan menara pengintai. Selain berfungsi sebagai benteng pertahanan, di dalamnya juga terdapat tempat tinggal keluarga raja dan stafnya.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Criccieth Castle – istana ini dibangun oleh Llywelyn the Great pada abad ke-13 yang dimodifikasi oleh Raja Edward I. Pada abad ke-15, istana ini direbut kembali dari Kerajaan Inggris yang merupakan pemberontakan terakhir bangsa Welsh. Terletak di atas bukit di antara dua pantai Gwynedd dan Tremadog Bay membuat istana ini tempat keren untuk nongkrong sambil memandang kota Criccieth dari ketinggian.

Kota Criccieth

Penrhyn Castle – aslinya rumah seorang bangsawan kaya bernama Ednyfed Fychan di Llandygai pada abad ke-13 yang telah direnovasi berkali-kali sampai terakhir pada abad ke-19 oleh arsitektur Thomas Hopper. Di dalamnya masih tersimpan dengan baik barang perabotannya beserta koleksi lukisan berharga. Di sisi lain terdapat taman dan museum kereta api. Terletak di atas bukit, istana ini menghadap pegunungan Snowdonia, jadi bangunan dan pemandangannya sama-sama spektakuler!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Epic Coastline

Dengan garis pesisir sepanjang 2.700 km, Wales diberkahi dengan pantai-pantai yang kece. Pada musim panas, Wales jadi tempat berlibur orang Inggris karena cuacanya lebih hangat dan kering. Tak hanya untuk berenang, tapi pesisirnya bisa untuk hiking dan bersepeda. Ini beberapa di antaranya;

South Stack – terkenal dengan mercu suarnya yang cantik dan merupakan sebagian dari walking trail di pesisir Pulau Anglesey. Emang nyaman banget berjalan kaki di jalur khusus pejalan kaki dengan pemandangan indah begini! Selain bisa berkunjung ke mercu suar setinggi 41 meter dengan ratusan anak tangga, di tebingnya kita bisa bird watching melihat ribuan burung liar, seperti Puffin, Razorbill dan Guillemot.

Newborough Beach – untuk mencapai pantainya, saya berjalan kaki dulu di antara hutan pinus selama 50 menit. Bila di negara tropis pantainya berisi pohon kelapa, di sini pohon pinus! Dari pantai berair tenang ini, lanjut berjalan kaki ke Pulau Llanddwyn, rumah Saint Dwynwen. Bila di dunia merayakan Hari Valentine, di Wales orang merayakan Hari Dwynwen. Legenda mengatakan karena cinta dilarang oleh orang tua, Dwynwen bersumpah untuk tidak menikah.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Aberdaron – adalah desa nelayan di ujung Llyn Peninsula sehingga disebut “Land’s End of Wales”. Desa cantik di pinggir pantai ini dikelilingi perbukitan yang langsung ‘jatuh’ ke laut, pantai-pantai berpasir warna emas, dan menghadap pegunungan Snowdonia. Favorit saya adalah Whispering Sand, pantai yang pasirnya menimbulkan suara siulan, dan sunset di Pantai Aberdaron dengan langit yang berwarna pink!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Epic Adventure

Kalau Anda penggemar aktivitas pemicu adrenalin, Wales adalah pusatnya. Mau coba?

Surf Snowdonia Adventure Parc – surfing di Wales? Bisa! Surf Snowdonia adalah danau tempat surfing di pertama di dunia. Danau sepanjang 300 meter ini terdapat ombak buatan sehingga pengunjung bisa surfing sepanjang tahun. Ada kelas surfing untuk pemula sampai level 2, termasuk wet suit dan papan. Yang nggak mau surfing bisa ikut permainan kayak seri di TV, Wipe Out.

Coasteering – pelopor coasteering di dunia adalah di Wales. Coasteering dari kata coast (pesisir) merupakan aktivitas air campuran antara rock-hopping, shore-scrambling, swell-riding, cave-exploring dan cliff-jumping. Peserta dipinjami wet suit dan helm, dan dipandu oleh instruktur. Karena kondisi lutut, saya nggak bisa ikutan. Tapi katanya sih seru banget!

Llandudno Ski and Snowboard Centre – tempat main ski dan snowboard setiap hari sepanjang tahun. Dengan teknologi khusus, pengunjung dapat meluncur di ski slope. Tersedia kursus ski mulai dari kelas Taster sampai Level 7. Yang nggak doyan main ski, bisa main toboggan (semacam papan seluncur yang diduduki dan meluncur sepanjang 750 meter dari ketinggian – jalur terpanjang di Inggris!) atau main sno-tubing (meluncur di atas ban besar).

Zip World Velocityzip line tercepat di dunia dan terpanjang di Eropa! Ini highlight trip saya di Wales. Ternyata kita nggak meluncur dalam posisi duduk tapi posisi tengkurap dengan badan dan kaki terkait ke wire. Turun pun dua kali, pertama di wire yang pendek untuk penyesuaian, lalu kedua dibawa naik truk ke atas bukit setinggi 1.500 meter dan turun dari sana. Mulai dari situ deg-degan karena terasa ketinggiannya. Begitu meluncur, rasanya kayak terbang aja karena kecepatannya mencapai 160 km/jam! Whoaaa!!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on


(Bersambung)
Masih banyak hal epic lainnya di Wales yang saya kunjungi, termasuk ke kota bernama Llanfairpwllgwyngyllgogerychwyrndrobwllllantysiliogogogoch (saya nggak salah ketik!) dan naik kereta uap ke Hogwarts. Atau, pengin tau juga gimana gampangnya bikin visa? Tunggu di blog post selanjutnya!

Wales, the Epic Land! (2)

$
0
0

Ini adalah bagian kedua tentang jalan-jalan di Wales, setelah sebelumnya dibahas di sini.

Epic Town

Caernarfon – kota kecil yang menawan karena dikelilingi oleh tembok kuno yang dibangun pada abad ke-13 dengan kastil yang dibangun oleh Raja Edward I yang besar menjulang. Kota dan kastil Caernarfon termasuk ke dalam situ warisan UNESCO karena masih terpelihara dengan baik seperti aslinya. Nongkrong sambil minum bir di pub samping Selat Menai sambil dengerin Welsh folk music serasa kembali ke zaman Robin Hood!

Portmeirion – terkenal karena merupakan tempat syuting film seri The Prisoner pada 1960an. Arsiteknya adalah Sir Clough Williams-Ellis, seorang yang cukup ‘gila’ untuk membuat desa bergaya Italia selama kurun waktu 50 tahun (1925-1975). Jadi ada kastil, berbagai bangunan Mediterania bercat pastel warna-warni, patung dan air mancur, sampai gereja berkubah. Terletak di pinggir Sungai Dwyryd dengan latar belakangan pegunungan Snowdonia, Portmeirion ini sebenarnya bukan desa karena tidak ada penduduknya, namun telah diubah menjadi resort bintang lima. Selebritas yang pernah tinggal di sana antara lain Ingrid Bergman dan Paul McCartney.

 

Llandudno – karena kota ini terletak di pinggir pantai, Llandudno jadi kota favorit saya. Tapi yang bikin bagus sih arsitektur bangunannya yang bergaya Victoria (abad ke-19) sehingga tampak elegan. Tak heran Llandudno terpilih sebagai the third best tourism destination in the UK by TripAdvisor, setelah London and Edinburgh. Kerennya lagi, kita bisa mengikuti jejak Alice in Wonderland di mana Alice aslinya (Alice Liddell) pernah tinggal di Llandudno pada 1860-an.

Epic Landscape

Menai Strait – selat ini memisahkan antara Pulau Anglesey dan Pulau Wales. Dengan naik speed boat keliling-keliling selat ini, kita disuguhkan pemandangan tebing-tebing Anglesey, desa-desa cantik, jembatan-jembatan berusia ratusan tahun, dan gereja tua. Pemandangan di daratnya pun indah; serba hijau dengan sapi-sapi gemuk makan rumput.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Snowdonia – daerah pegunungan ini dinamai demikian mengikuti nama gunung tertinggi di Wales, Mount Snowdon, dengan ketinggian 1.085 mdpl. Saking cantiknya, Snowdonia adalah lokasi syuting film King Arthur: Legend of the Sword! Biasanya orang ke sana untuk hiking, tapi ada cara yang jauh lebih gampang dan nggak pake ngos-ngosan, yaitu naik kereta Ffestiniog dari Porthmadog ke Caernarfon. Ffestiniog adalah perusahaan rel kereta tertua di dunia yang berdiri sejak 1832. Uniknya lagi, kereta ini adalah kereta uap tua, jadi melintasi pegunungan hijau di sana jadi berasa pergi ke Hogwarts!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on


Epic Language

Di Wales, bahasa resminya ada dua, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Welsh. Jadi rambu lalu lintas, menu, dan informasi apapun dalam dua bahasa. Orang Welsh yang berbahasa Welsh kebanyakan di utara Wales. Bahasa Welsh beda banget dengan bahasa Inggris! Misalnya, “Good afternoon! How are you? Good bye!” bahasa Welsh-nya adalah “Prynhawn da! Sut ydych chi? Hwyl fawr! Bila Anda merasa bahasa Welsh kebanyakan huruf konsonan daripada vokal, itu karena huruf ‘w’ dan ‘y’ dianggap huruf vokal.

Epic-nya adalah saya mengunjungi sebuah kota bernama Llanfairpwllgwyngyllgogerychwyrndrobwllllantysiliogogogoch. Buset! Nama satu kata dengan 58 huruf ini merupakan nama tempat terpanjang kedua di dunia (yang pertama ada di Selandia Baru dengan 92 huruf dalam bahasa Maori). Artinya dalam bahasa Inggris adalah, “Saint Mary’s Church in the Hollow of the White Hazel near a Rapid Whirlpool and the Church of St. Tysilio near the Red Cave“. Begitu memasuki kotanya, ada sebuah toko dealer mobil mewah, eh sepanjang tembok bangunannya adalah nama kota itu. Supaya gampang foto-foto selfie, saya ke stasiun keretanya. Eh bener lho, namanya sepanjang bangunan! Buset, ngabis-ngabisin dana percetakan ya? Hehe! Ada fakta menarik lagi, aktris Naomi Watts masa kecilnya pernah tinggal di sana.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Also Epic

Smallest house in Britain – terletak di kota Conwy, rumah terkecil se-Inggris ini ukuran lantainya 3,05 x 1,8 meter dengan dua lantai, yang bawah untuk ruang tamu dan perapian, yang atas untuk tempat tidur. Dibangun pada abad ke-16, rumah ini dihuni oleh seorang nelayan dengan 6 orang anggota keluarga. Pada abad ke-19, pemerintah setempat menutup rumah ini karena dianggap tidak manusiawi untuk dihuni sehingga akhirnya dijadikan destinasi wisata. Eng, bukannya banyak ya rumah kecil di Indonesia? *tutup muka*

World’s Best Beach Bar – namanya Ty Coch Inn, letaknya di desa Porthdinllaen di pantai pasir putih yang cantik. Bar ini terpilih menjadi salah satu dari 10 beach bar terbaik di dunia berdasarkan survei. Apa dong istimewanya? Ia terletak di pantai yang tidak bisa dilalui kendaraan, jadi pengunjung harus parkir di atas tebing lalu jalan kaki sekitar 20 menit untuk sampai ke bar yang hanya ada satu-satunya di pantai itu. Minumannya adalah bir Welsh Ale. Ah, segar!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Epic Tips

  • Untuk traveling di utara Wales, paling efektif terbang dari Jakarta (CGK) ke Manchester (MAN) via Dubai (DXB). Dari Manchester ke Llandudno di Wales hanya ditempuh sekitar 1,5 jam berkendara.
  • Visa UK bikinnya di VFS. Syaratnya gampang, cuman ikutin 3 langkah ini. Jangan khawatir, paspor Indonesia itu termasuk tinggi tingkat keberhasilan dapat visa UK lho!
    Karena waktu itu butuh buru-buru, saya ambil jasa Priority Visa yang ternyata 2 hari kerja udah kelar. Saya juga ambil jasa VIP Premium Lounge di VFS Kuningan City biar nggak pake ngantri, bisa nunggu sambil ngopi, dan ada yang bantuin, termasuk jasa SMS untuk mengetahui status.

VIP Premium Lounge di VFS Kuningan City


Disabled Traveler

$
0
0

Tak pernah menduga saya bisa menulis tentang pengalaman pribadi menjadi seorang yang disabled alias penyandang cacat. Istilah sopannya zaman sekarang disebut “difabel” yang berarti kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya. Nggak, saya nggak gila, tapi saya pernah cacat fisik selama lebih dari sebulan. Nggak parah, tapi lumayan mengganggu.

Pada Juni 2017, lutut kiri saya terasa ngilu luar biasa, terutama saat berjalan. Berhubung akan trip ke Kazakhstan, maka saya pergi ke dokter speasialis ortopedi. Setelah diperiksa, cek MRI dan X-Ray, hasilnya sungguh tidak menggembirakan: meniskus (bantalan antara sendi lutut) robek, terdapat cairan sehingga lutut bengkak, tulang memar, dan osteoartritis (pengapuran). Karena apa? Kombinasi antara cedera olah raga, overuse (kebanyakan dipake) dan obesitas! Dokter cuman kasih obat anti nyeri sementara. Cara penyembuhannya adalah istirahat, mengurangi pergerakan, dan menurunkan berat badan. Lha, gimana? Profesi saya kan tukang jalan-jalan! Saya pun disuruh berjalan pake tongkat agar mengurangi beban pada lutut kiri. Anjir, gue kayak nenek-nenek jompo!

Singkat cerita, berangkatlah saya ke Kazakhstan dengan muka meringis karena menahan ngilu. Saya baru sadar bahwa kecepatan jalan kaki saya dengan menggunakan tongkat melambat 50%. Saya frustasi sendiri karena saya yang biasanya aktif bet-bet-bet jadi selow banget. Pekerjaan saya literally and figuratively modal dengkul, namun dengkul saya menyerah. Aaaarrgh!

Kazakhstan ternyata bukan negara yang disabled friendly. Di Almaty, hampir semua hotel pasti bertangga untuk naik ke lobi. Saya memang sengaja bawa koper beroda supaya tidak tambah beban, tapi gimana bawanya kalau naik/turun tangga? Naik tangga adalah siksaan, tapi ternyata turun tangga lebih ngilu lagi. Di Metro (kereta bawah tanah) ada tangga jalan, tapi masuk ke dalam stasiun tetap ada tangga dan tidak ada ada lift. Jalan-jalan di kota masih mending, tapi begitu di alam fasilitas difabel tidak ada. Parahnya lagi, toilet umum di luar kota harus jongkok! Wadawww!

Saya extend ke Astana yang merupakan ibu kota modern, tapi tidak lebih baik. Saya meminta tolong teman orang Kazakh untuk menelepon hostel agar saya tidur pada lower bunk bed (ranjang bawah) jadi nggak harus manjat. Eh nggak taunya hostel terletak di lantai dua tanpa lift! Saya terpaksa hanya keluar hostel sekali, dari pagi pulang malam dan nggak keluar lagi.

Yang saya senang di Kazakhstan adalah malnya karena lift yang tersedia khusus untuk difabel. Kalau orang normal masuk, akan dipelototi orang. Namun di bandara saya dicurigai. Tongkat harus masuk X-Ray terpisah dan saya pun disuruh body check di dalam ruangan khusus. Untuk memastikan bahwa saya memang sakit kakinya, eh saya disuruh buka celana! Si mbak petugas malah mencet-mencet lutut saya. Aduh, mbak!

Pulang ke Jakarta, lutut saya belum sembuh jadi ke mana-mana masih pake tongkat. Saya baru memperhatikan bahwa permukaan jalan di Jakarta banyak yang tidak rata, bahkan di dalam rumah sekalipun. Ada anak tangga ada di hampir semua gedung, baik mal, kantor, restoran. Yang paling bahaya adalah ketika berada di keramaian. Jalan di tempat ramai, orang asyik aja mepet sampai tongkat saya jatuh. Lift mal dipenuhi oleh orang normal, padahal selalu ada escalator. Ketika saya naik bus umum, orang tidak memberikan tempat duduk. Keluar bus, ada gap besar antara lantai bus dan halte. Dan yang paling sulit adalah menyebrang jalan! Baru juga beberapa langkah, mobil dan motor tidak ada yang memperlambat kecepatan! Was-wus aja sampe saya stuck di tengah jalan dan ditolong tukang parkir.

Seminggu kemudian, saya diundang ke Inggris. Ada 10 orang media dari 10 negara yang ikut, dengan tema adventure yang membutuhkan banyak aktivitas fisik. Waktu saya konfimasi, saya pikir saya bakal normal kembali. Ternyata tidak. Saya merasa gagal merepresentasikan Indonesia! But the show must go on. Saya pun ke dokter gizi untuk konsultasi menurunkan berat badan dan ke dokter rehabilitasi medik untuk diajarkan cara berjalan agar mengurangi rasa sakit. Dengan tongkat keparat saya tetap berangkat. Untunglah saya masih dikasihani Tuhan. Dalam rombongan itu ternyata ada 4 orang tua, dan salah satunya juga sakit lutut! Jadilah itinerary dibuat 2 versi; aktivitas fisik untuk anak muda dan jalan-jalan untuk orang tua, contohnya yang muda surfing, yang tua ke kastil.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Inggris sebagai negara maju hampir selalu menyediakan fasilitas untuk difabel. Warganya pun sudah biasa memprioritaskan difabel, ada aja orang yang menolong saya. Setiap ada anak tangga, ada pilihan permukaan rata. Hotel kecil di pelosok sekalipun ada lift, tersedia kamar khusus difabel dengan kamar mandi yang banyak pegangan dan tidak harus memanjat bathtub. Hanya sekali saya naik-turun tangga, yaitu ketika saya extend ke Belfast dan naik pesawat berbiaya rendah. Dasar murah, tidak ada belalai dari pintu bandara ke pintu pesawat – ya, nasib!

Eh, ada satu hal lagi yang bikin down dengan ‘kecacatan’ saya. Ternyata saya jadi nggak pede gebet laki! *tutup muka*

Iceland indah?

$
0
0

Pertama kali mendengar nama negara Iceland (dalam bahasa Indonesia disebut “Islandia”) ini ketika backpacking di Eropa saat masih kuliah. Saat winter, saya sedang duduk menggigil kedinginan di bandara. Pengumuman melalui pengeras suara di bandara menunjukkan kota-kota tujuan penerbangan. Tinggal saya dan seorang lelaki duduk di dekat situ. “Where are you going?” tanya saya sambil gemetaran dingin. “Iceland,” jawabnya yang membuat saya tiba-tiba merasa tambah kedinginan. “Apa tadi? I I Ice land? Ice in the land? Land of the ice?” BRRRR!!!

Dulu Iceland adalah negeri yang tidak pernah saya bayangkan bisa didatangi saking jauh dan mahalnya. Namun sejak krisis ekonomi yang melanda Iceland pada 2008, pariwisatanya mulai digalakkan. Hotel-hotel mulai dibangun, pesawat berbiaya rendah mulai diterbangkan. Alhasil yang tadinya turis asing berjumlah 80 ribu naik menjadi 4 jutaan per tahun – bandingkan dengan jumlah penduduk Iceland yang hanya 300 ribu. Lama-lama mereka pun sebel dengan turis yang kebanyakan.

Anyway, saya tidak menyangka 30 kg kemudian akhirnya sampai juga di Iceland pada Oktober 2016 bareng @RiniRaharjanti, berkat nemu budget airlines yang kami naiki dari Paris seharga 85 Euro. Kami berdua memang malas ‘belajar’ dulu tentang tempat yang akan didatangi – maksudnya biar terbuka mata dan pikiran gitu. Tapi gara-gara ini lah ‘bencana’ berdatangan.

Oktober bukan high season di Iceand, jadi kami pede aja booking hostel hanya untuk 2 malam pertama. Harganya cukup mahal untuk tinggal di dorm rame-rame, sekitar Rp 550 ribu per malam per orang per bed. Itu pun sudah dapat yang agak murah karena tidak terletak di pusat kota. Begitu masuk dan sudah terbukti kamarnya nyaman, kami langsung extend.. eh kamarnya sudah fully booked! Panik browsing ke sana ke mari nggak nemu, akhirnya kami extend di hostel yang sama dengan kamar private untuk berdua yang tentu harganya lebih mahal lagi. Sial.

Makan pertama kami cari yang murah. Si resepsionis bilang yang terdekat ada KFC. Tadaaa! Ternyata makan berdua yang paket combo standar habis sekitar Rp 350 ribu! Emang sih udah dibilangin kalo Iceland mahal, tapi nggak nyangka sampe segitu harganya. Kami langsung belanja di supermarket untuk masak sendiri supaya hemat. Tapi kalau siang lagi jalan-jalan ke mana gitu tidak sempat pulang, jadi harus cari makan siang. So far nemu makan termurah berupa nasi bungkus porsi kecil dari warung India, itu pun harganya sekitar Rp 130 ribu. Alamak!

Dengan waktu hanya seminggu di Iceland kami mengunjungi destinasi wajib turis. Di Reykjavik, kami ikut free walking tour untuk mengetahui lebih dalam tentang Iceland yang ternyata sebagian besar nenek moyangnya berasal dari Norwegia. By the way, tour guide-nya cakep lho! Orang Icelander itu emang rata-rata cakep sih, baik cowok maupun ceweknya. Bodi mereka tinggi besar. Untungnya cukup ramah. Budaya mereka sangat bebas dan tidak ada tabu untuk hal apapun, tak heran mereka kreatif. Negara sekecil itu aja menghasilkan musikus dunia macam Björk dan Sigur Rós. Instalasi seni dan mural bertebaran di penjuru kota. Negaranya pun sangat aman, kantor Perdana Menteri aja tidak berpagar dan tidak ada satpam. Fakta yang menarik, Iceland sebenarnya tidak sedingin es, suhu rata-ratanya hanya -10 sampai 10 derajat Celcius saja.

Tempat favorit saya di Reykjavik ada dua. Pertama adalah Harpa, gedung konser dan konferensi yang strukturnya terdiri dari kerangka baja yang dilapisi dengan panel kaca berbentuk geometris berwarna-warni. Desainnya keren banget dan di manapun sangat Instragamable. Kedua adalah The Icelandic Phallological Museum alias Museum Penis. Iya, segala macam penis, kebanyakan hewan, dipamerkan. Ternyata yang terkecil adalah anunya hamster dan terbesar adalah anunya blue whale. Jadi jangan berkecil hati ya, gaes! 🙂

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Semua destinasi turis di luar kota pun kami kunjungi, seperti jalur Golden Circle yang terdiri dari air terjun Gullfoss, Geysir dan Strokkur, Þingvellir National Park, danau kawah Kerið. Kami sempat juga sewa mobil sendiri dengan jalur South Coast, antara lain ke Vik, air terjun Seljalandsfoss dan Skógafoss, glacier Sólheimajökull, pantai Reynisfjara. Pengen diving di antara lempengan benua tentu batal karena nggak kuat mahalnya, nggak worth it untuk pamer foto doang.

Jalur pantai selatan lebih indah sih: pegunungan hijau berlapis-lapis seperti di film Secret Life of Walter Mitty dan pantai pasir hitam seperti adegan pembuka film Rogue One: A Star Wars Story. Nah masalahnya, kebanyakan pas saya foto pemandangan di Iceland kenapa jadi mirip dengan alam Indonesia ya? Geysir dan air terjun bentuknya sama. Danau kawah malah bagusan punya kita banget. Pantai Star Wars itu malah kayak di Jawa! Saya jadi mikir, ini saya yang dodol motretnya atau para Instagramer yang kebanyakan edit ya?

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Kalau membayangkan Iceland adalah dataran luas tanpa manusia itu tidak seluruhnya benar. Film-film tersebut lokasinya khusus dan bukan berada di jalur turis, kecuali Anda adalah Justin Bieber yang bisa syuting video musik gugulingan sendirian. Mungkin dulu pernah sepi. Tapi sekarang sih udah penuh sama turis Amerika yang super berisik dan rombongan turis Tiongkok yang mendominasi lokasi untuk foto bareng. Mau foto sendirian nggak ada orang? Kecil kemungkinan!

O ya, sebagian besar orang ingin ke Iceland karena ingin melihat langsung aurora borealis. Sebenarnya saya pernah lihat aurora di Finlandia belasan tahun yang lalu, tapi sejak adanya medsos kan mau pamer ya? Aurora hanya bisa dilihat pada musim winter, katanya antara Oktober sampai April – kalau beruntung. Setiap hari kami booking tur liat aurora, tapi setiap sore semua tur selalu dibatalkan karena langit berawan. Padahal kata temen sehostel, dua hari sebelum kami tiba ada aurora terang banget di halaman hostel. Kecewa? Biasa aja sih. Aurora itu ada di negara-negara lain juga kok.

Hari terakhir kami berencana untuk kungkum di Blue Lagoon, kolam hotspring yang sangat terkenal itu. Eh kata teman sehostel kalau ke sana nggak bisa go show tapi harus booking dulu online. Hah? Dodolnya kami! Saya pun tanya ke resepsionis karena mereka menjual segala macam tiket. Ternyata semua jam penuh, kecuali slot yang jam 9 malam – itu pun tutupnya jam 10 malam! Dan di sana, ya ampun, udah kayak cendol! Mana malam itu angin berhembus sangat kencang sehingga air di kolam berombak. Kami bak manusia perahu yang kecebur di kegelapan dan dihajar banjir air bah! Pulangnya kami berjalan kaki ke mobil sampai merangkak-rangkak karena dihajar angin kencang. Lebih ngeri lagi, mobil kami bisa bergoyang-goyang sendiri bahkan mengsle kena angin! Hiyy!

Intinya: Iceland tidak se-wow yang saya kira. Kalau sudah pernah ke New Zealand dan Chile, rasanya Iceland jadi biasa saja. Jangan salah, Iceland tidak bisa dibilang jelek, ia tetap indah dan spektakuler. Hanya saja saya pernah melihat yang lebih indah lagi. Atau mungkin saya kurang lama dan kurang jauh. Pada akhirnya, pergi ke Iceland justru membuat saya makin cinta Indonesia.

My most favorite travel songs

$
0
0

Kita suka sebuah lagu sebenarnya karena ada kenangan yang menempel padanya. Setuju? Nah, saat traveling kita punya “lagu kebangsaan” yang terus berputar. Pas lagi traveling-nya sih nggak berasa, tapi saat balik muncul lah film flashback tentang kejadian apa saat mendengar lagu itu. Ada juga lagu yang bikin kita terinspirasi atau bahkan bikin depresi karena lirik atau suaranya.

Saya sendiri termasuk orang yang tidak pakai headphone dengerin lagu di mana pun. Sebagai penulis, saya membiarkan semua panca indera terbuka jadi tidak mau mengisolasi diri dengan mendengarkan musik. Namun, di setiap perjalanan mau tidak mau pasti mendengar musik yang diputar di ruang publik. Nah, berikut ada 10 lagu favorit saya saat traveling beserta alasannya, serta video musiknya:

  1. Waiting in Vain by Bob Marley

Saya suka semua lagu Bob Marley sampai sulit memilih hanya satu. Genre reggae emang pas  diputar di pantai, apalagi lagunya Marley. Karena dialah saya sampai pergi ke rumahnya di Jamaika (baca di buku “The Naked Traveler: 1 Year Round-the-World Trip”). Mendengar kocokan awal lagu ini langsung bisa membawa saya ke pantai tropis, pasir putih, nyiur melambai, matahari terbanam di cakrawala, pria hot bertelanjang dada, sambil chill nyimeng minum bir! #eaaa

  1. It Aint Over til Its Over by Lenny Kravitz

Semua lagu Kravitz juga keren-keren. Gantengnya juga sama kayak Marley. Khusus lagu ini otomatis kepala dan badan saya pasti goyang-goyang saking beat-nya enak banget. Kalau lagi enak-enaknya traveling, kenalan sama orang yang menyenangkan, lalu terjadi kekhawatiran terhadap sesuatu, saya selalu bilang sambil nyanyi, “‘Cause baby it ain’t over ’til it’s over!”. Jadi nikmatin dulu aja apa yang ada. #modus

  1. Ants Marching by Dave Matthews Band

Dua mantan gebetan saya fans berat Dave Matthews Band, bahkan mereka bisa main gitar dan bernyanyi persis lagu ini. Sialnya saya jadi kebawa-bawa doyan lagu ini. Eh tapi liriknya bagus sih, bikin saya pengin keluar dari rutinitas karena jangan sampai kayak semut baris (ants marching) mengerjakan hal yang sama setiap hari. Lagu yang menginspirasi untuk traveling!

  1. Pure Shores by All Saints

Gara-gara film The Beach-nya Leonardo di Caprio yang saya suka banget, saya sampai bela-belain ke Pulau Phi Phi di Thailand pada 2003. Nah, soundtrack film itu adalah lagu ini! Saat saya liburan ke pantai sama sahabat-sahabat cewek saya, lagu ini pun diputar sambil berlagak bikin video klip ala All Saints. Hehe!

  1. Hey Ya! By OutKast

Mendengar lagu ini pasti bikin saya langsung joget. Ini lagu kenangan saat road trip di New Zealand bersama sahabat-sahabat saya Sri dan Jade pada 2003. Tiap kami dugem dan merajai lantai dansa dengan “Goyang nge-bor” ala pedangdut Inul tapi pake lagu Hey Ya! Sudah dipastikan kami dikelilingi orang-orang seklub yang bertepuk tangan. Rasanya jadi orang paling seksi sedunia!

  1. Guajira by Yerba Buena

Saat saya keliling dunia 1 tahun yang kebanyakan di negara Amerika Selatan, mau nggak mau jadi terekspos dengan Bahasa Spanyol beserta lagu-lagunya. Sebenarnya saat itu yang lagi ngetop adalah lagu-lagu dangdut disko Latin, namun yang nancep adalah lagu ini saat pemilik penginapan di Havana, Kuba, sering memutarnya. Dia akhirnya mengkopi lagu ini ke USB dan menjadi “lagu kebangsaan” saya dan Yasmin.

  1. Rocketeer by Far East Movement Ryan Tedder

Entah kenapa, lagu ini pas banget didengerin saat saya mau packing! Lagu yang pernah dipakai iklan salah satu maskapai penerbangan ini emang bikin saya segera terbang ke destinasi impian. Jadi semangat bongkar lemari!

  1. Closer by The Chainsmokers

Lagu sejuta umat ini nempel di kepala saat saya trip ke Eropa pada 2016 selama 1,5 bulan sendiri, saking selalu diputar di mana-mana. Rasanya bikin saya jadi cool dan pede mau kayak apapun sulitnya  ngegebet perjalanan.

  1. Home by Daughtry

Lagu ini berputar di kepala saat trip berakhir, biasanya pas di jalan mau ke bandara dengan perasaan penuh kemenangan berhasil menaklukkan suatu tempat. Sialnya harus pulang… untuk ngurus visa lagi. #hiks

  1. Chasing Pavements by Adele

Ini lagu bikin saya termehek-mehek banget! Saya selalu bernyanyi lagu ini di kepala kalo punya gebetan pas traveling sampai akhirnya kami berpisah ke destinasi masing-masing. Trus, mikir ini mau dibawa ke mana? Should I just keep chasin’ pavements, even if it leads nowhere? Anjirrr! #hakjleb

Nah, lagu favorit kalian pas traveling apa dan kenapa? Share dong di comment! ?

Bukan honeymoon di Halimun

$
0
0

Adakah tempat yang Anda merasa cinta sekaligus benci? Jakarta? Pasti! Tapi selain Jakarta, bagi saya adalah Halimun, nama kependekan dari Taman Nasional Gunung Halimun – Salak (TNGHS) di Jawa Barat.

Dulu waktu saya SMA, di sana lah saya mengikuti pendidikan dasar kelompok Pencinta Alam. Saat itu 40 orang angkatan saya habis-habisan “dididik”. Saya menggunakan tanda kutip karena masa itu orang belum sadar akan pelanggaran hak asasi, bullying, dan lain lain. Saya dibesarkan di zaman guru yang santai memukul murid. Kalau Anda segenerasi dengan saya pasti pernah merasakan pukulan penggaris kayu panjang saat kita dianggap salah atau tidak tertib.

Tak heran pada masa itu Ospek atau semacam “pendidikan” merajalela. Anak baru benar-benar dikerjain nggak karuan. Tambah parahnya lagi pake main fisik, seperti ditendang dan digampar. Di luar Ospek, sering juga ada yang “menggencet”, terutama cewek senior ke cewek junior. Setelah naik kelas, tak heran senior jadi balas dendam ke para junior. Begitu seterusnya. Nggak ada tuh orang tua murid yang protes. Lha, pada masa itu orang tua juga santai main tangan ke anak-anaknya.

Kembali ke cerita Halimun, saya baru menyadari betapa indah alamnya setelah menjadi senior – di mana senior nggak ada kerjaan selain ngerjain junior saat pendidikan. Namanya juga cagar alam, segalanya masih asri. Lansekap yang bergunung-gunung, perkebunan teh yang luas, hutan hujan tropis, sungai berair jernih, udara yang sejuk, dan kabut yang pekat memang lebih cocok sebagai tempat honeymoon daripada Kawah Candradimuka alias “pendidikan”. Setelah dua kali saya jadi senior ngerjain junior, saya tidak pernah lagi menginjakkan kaki ke sana.

Setelah lulus SMA, kuliah, dan bekerja, 12 orang seangkatan Pencinta Alam saya kembali ke Halimun untuk napak tilas pada Januari 2016. Kalau dulu kami ke sana naik truk, sekarang bawa mobil pribadi (bukan punya saya sih). Dulu masuk ke Halimun lewat Parung Kuda, namun karena jalan ke arah Sukabumi yang semakin macet tidak terkendali, kami lewat Leuwiliang. Saya takjub karena sepanjang jalan sudah banyak toko, restoran, apalagi jaringan minimarket terkenal itu.

Memasuki gapura Halimun, ada beberapa plang bertanda “Tempat Latihan Brimob”. Buset, Brimob aja pendidikannya di sini. Apalagi dulu kami anak bau kencur! Kami pun terdiam sambil menengok kiri-kanan jendela mobil. Lalu satu per satu berteriak;

“Anjir, dulu kita disuruh jalan kaki hujan-hujanan bawa ransel berat sejauh ini!”

“Oh, ini kan pos yang dulu kita digamparin senior!”

“Wah ini sungai yang dulu kita diceburin lama banget sampe menggigil!”

“Nah ini lapangan yang dulu kita disuruh gampar-gamparan satu sama lain!”

“Ih, ini kan pendopo waktu kita disuruh push up berapa seri tuh!”

“Lha ini hutan yang kita lagi enak-enak tidur ditendang-tendangin senior!”

Dan semua kenangan buruk pun keluar! Betapa kami menderita fisik dan mental ikut pendidikan. Pulang-pulang berat badan kami turun sampai 3 kg dan tidur berhari-hari kemudian saking capeknya. Tapi kami tidak ada yang berani mengeluh, apalagi mengadu ke orang tua. Kelar pendidikan dasar, masih ada pendidikan-pendidikan lain ke jenjang yang lebih tinggi. Artinya, kami masih dihajar lagi sama senior.

Kenangan buruk itu berakhir ketika kami tiba di Halimun. Setelah sekian lama, ternyata Halimun yang terpelosok itu ada perubahannya juga. Sekarang sudah ada home stay yang bisa kami sewa untuk menginap, jadi tidak usah pasang tenda lagi. Sekarang sudah bisa pesan makanan komplit, jadi tidak usah memasak lagi pake kompor parafin. Sekarang sudah ada perkampungan, sinyal hape, listrik, TV, bahkan parabola.

Malam itu kami mengobrol panjang sampai pagi. Mulai dari kisah penderitaan saat Pendidikan Dasar sampai akhirnya kami saling mencela satu sama lain. Siangnya kami sungguh menikmati segarnya alam. Perkebunan teh beserta kabutnya masih sama indahnya, meski dinginnya berkurang. Sungai masih berair segar dan jernih. Hutan tampak tidak seseram dulu, bahkan sekarang sudah ada wisata canopy (yang sudah tutup karena rusak). Sedihnya, sampah banyak bertebaran di mana-mana.

Seharian kami napak tilas ke tempat-tempat “pembantaian”, namun kali ini kami hanya mentertawakan saja sambil foto-foto. 12 orang itu lah yang kami sebut brotherhood. Lebih dari teman, bagaikan saudara sedarah. Geng ceweknya aja masih traveling bareng saya sampai sekarang.

Jadi pertanyaannya, kenapa juga kami mau ikut kelompok Pencinta Alam? Ya pada masa itu jadi anak Pencinta Alam sangatlah keren; pakai jaket seragam petantang-petenteng di sekolah, merasa hebat karena telah menaklukkan gunung-gunung Indonesia. Sekarang siapa sih anak zaman sekarang yang mau bersusah payah pendidikan, kotor-kotoran masuk hutan, dan ngos-ngosan naik gunung? Zamannya sudah beda. Di sekolah saya itu aja paling cuman ada beberapa orang yang ikut organisasi Pencinta Alam, itu pun dengan syarat kalau ada pendidikan tidak boleh di luar Jakarta dan tidak ada kekerasan fisik. Sayangnya ada beberapa sekolah yang bahkan sudah menghapus organisasi Pencinta Alam dengan alasan tidak safety.

Bagi saya pribadi, jadi anak Pencinta Alam tetap membanggakan. Karena itu lah saya merasa pede traveling ke mana pun, terutama dalam hal survivor skill. Soal mentalitas, yang jelas lebih kuat. Setelah menempuh semua “pendidikan” yang penuh perjuangan itu, apa sih yang ditakutkan lagi?

Wisata dan makan enak di Madrid

$
0
0

Saya sudah pernah ke Spanyol, tapi entah kenapa saya melewatkan Madrid. Maka undangan dari Dwidaya Tour bekerja sama dengan Turismo Madrid dan Turkish Airlines untuk menjelajah Madrid pada 31 Oktober-5 November 2017 langsung saya konfirmasi. Asyiknya lagi, bareng pasangan seleb @DionWiyoko dan @FionaAnthony, serta selebgram @kadekarini.

Saat kami berkumpul di sebuah restoran di bandara Soekarno-Hatta, tau-tau koper saya udah nggak ada! Lupa kalau jalan bareng Dwidaya Tour semuanya diurusin jadi nggak usah pake mikir – koper kami tau-tau sudah dikasih bag tag, diangkat ke dalam, dan di-checkin-in! Abis itu kami dikasih SIM Card Eropa. Very well-prepared!

Penerbangan ke Madrid kami naik Turkish Airlines. Sering ke Eropa saya naik Turkish, tapi baru kali ini naik Business Class. Di Soekarno-Hatta, kami menunggu di lounge khusus dan lewat imigrasi khusus yang nggak pake antre. Kursi di business class beneran bisa jadi tempat tidur rata (flat bed) jadi bisa tidur gaya andalan: tengkurep. Makanannya enak dan berlimpah. Transit di Istanbul Ataturk Airport dapat lounge yang luas dan banyak pilihan makanan. Sekarang saya baru sadar bahwa saya nggak masalah terbang belasan bahkan puluhan jam, asal di business class! Hehe!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Siang hari kami tiba di Adolfo Suarez Madrid-Barajas, dijemput van dengan supir ganteng, langsung check in di hotel Eurostar Suites Mirasierra yang terletak di business district hanya 20 menit berkendara dari bandara. Namanya juga Suites, kamarnya gede – ada dapur, ruang makan dan ruang duduk segala.

Lagi lapar-laparnya kami makan siang khas Spanyol ala prasmanan di restoran Topolino, mulai dari paella, steak sampai dan tres de leche. Seorang guide lokal memandu kami jalan-jalan keliling pusat kota Madrid, mulai dari Puerta Del Sol, Plaza Mayor, Plaza de Espana, Cervantes Monument, sampai ke Cibeles Fountain yang dipakai untuk merayakan kemenangan klub sepak bola Real Madrid. Hari itu pas hari libur Dia de los Muertos, jadi penuh dengan orang lagi hangout atau menikmati musik jalanan. Orang Spanyol yang berkulit lebih kecoklatan dan rambut hitam memang sedap dipandang!

Saya paling suka ke Plaza de Toros de Las Ventas. Stadion bullfighting berkapasitas 25.000 kursi ini cakep banget karena berasitektur khas Moorish dengan dominasi warna tanah dan dilapisi keramik. Sangat Instagramable! Hari itu diakhiri dengan makan malam di restoran hits bernama Prada A Tope yang masuk Michelin Guide. Saya pesan pork chop dan bir lokal yang nikmat.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Keesokan harinya kami ke Royal Palace of Madrid. Istana keluarga kerajaan Spanyol ini merupakan yang terluas dari seluruh istana di Eropa, ruangannya aja ada 3.418! Furnitur, perabotan, alat makan, lukisan istana memang bikin menganga, mana tiap ruangan berdekorasi warna senada pula. Istana yang sangat cantik! Untungnya lagi, hari itu di lapangan sedang ada latihan pasukan kerajaan demi menyambut Perdana Menteri Israel jadi kami bisa menonton gratis baris-berbaris dan drum band.

Kami lanjut ke Buen Retiro Park untuk foto-foto karena Dwidaya menyediakan servis fotografer profesional dari @SweetEscape. Jadilah kami bergaya ala-ala di antara pepohonan berdaun kuning saat musim gugur! Di taman asri yang berdanau ini juga terdapat Palacio de Cristal, istana kristal dengan struktur kaca dan logam. Makan siang kami kali ini di Thaidy dengan makanan Thailand. Perut pengen makan nasi putih mengepul dan lauk berbumbu pedas ini pun terpuaskan!

Photo by @SweetEscape

Sorenya kami ke Santiago Bernabéu – stadion sepak bola markas tim sepak bola Real Madrid! Selalu senang akhirnya bisa mengunjungi tempat yang tadinya cuma liat di TV. Stadion berkapasitas 81.044 kursi ini emang gede banget, kami masuk dari jejeran kursi paling atas sehingga tampak ngeri melihat ke bawah. Kami juga ke tempat duduk para pemain sampai ke locker dan kamar mandinya! Aww, saya “sedekat” itu dengan Cristiano Ronaldo! Museum Real Madrid juga keren, berisi memorabilia para pemain dan sejarah kemenangan mereka di aneka kejuaraan dunia. Hala Madrid!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Karena masih ada waktu sebelum makan malam, saya mengusulkan untuk ke Primark – toko pakaian murah meriah, bahkan lebih murah daripada di Indonesia. Gilanya lagi, di Madrid toko ini gede banget sampai lima lantai! Setelah agak kalap belanja, kami pun makan malam gaul di Hard Rock Café Madrid sampe blenger karena apapun porsinya XXXL – pork ribs setengah kilo, es krim fudge seember!

Pagi-pagi pas sarapan di hotel eh kami ketemu José Mourinho, manager-nya Manchester United! Kadek langsung nyamperin minta foto bareng, dan beliau menjawab dengan muka jutek sambil mengacungkan jari telunjuknya ke kanan ke kiri. Saya dan Dion pun melipir kabur! Atuuuuut! Tapi jadi mikir, ngapain doi sendirian di Madrid ya? Apa mau balik lagi ke Real Madrid? ?

Kami lalu mengunjungi San Lorenzo de El Escorial yang berjarak sekitar setengah jam dari Madrid. Kota kecil ini masuk ke dalam UNESCO Heritage Site karena dulunya merupakan tempat tinggal Raja Spanyol yang telah menjadi biara yang masih berfungsi – sayangnya interior tidak bisa difoto. Rupanya zaman dulu Raja dan Ratu tinggal terpisah meski di satu istana. Masing-masing punya sejumlah pelayan yang membantu mereka mulai dari membersihkan kotoran sampai mengangkat mereka saat berjalan – pantes aja mereka pada gemuk karena tidak bergerak! El Escorial juga merupakan makam Raja-Raja Spanyol sejak lima abad yang lalu. Makam mereka berada di bawah tanah, di dalam peti di dalam dinding! Hiyyy!!

Makan siang khas lokal di La Cueva Meson Taberna, restoran tertua di kota itu yang sudah beroperasi selama 50 tahun. Menu yang saya pilih: Candeal bread, Sopa Castellana, Chuletón de Ávila, dan Custard of the Inn. Para waiter-nya hanya bisa berbahasa Spanyol dan saya bangga jadi satu-satunya yang bisa berkomunikasi dengan mereka untuk order makanan. Ternyata #TNTrtw di Amerika Selatan ada hasilnya!

Lalu ke Las Rozas Village, salah satu Luxury Factory Outlet terbesar di Eropa dengan diskon sampai 60% dan bebas pajak. Brand-nya mulai dari Armani, Bulgari, Coach, Gucci, Furla, Michael Kors, Versace, sampai yang “sederhana” macam Timberland, Columbia, dan Camper (brand asal Spanyol, dibacanya “kamper” dengan e pepet). Keluar masuk toko doang aja saya menghabiskan 2 jam lebih!

Kembali ke pusat kota Madrid, kami ke Mercado de San Miguel. Namanya pasar, tapi bukan pasar basah tradisional, melainkan bangunan berkaca berisi sekitar 30 kios penjual aneka makanan, dari tapas, zaitun, ham, bir, wine, roti, dan sebagainya. Budaya makan tapa ini muncul karena jam makan orang Spanyol yang dimulai sekitar jam 2 siang untuk lunch dan jam 9 malam untuk dinner, jadi di antaranya mereka makan camilan berupa aneka tapa sambil mimi alkohol.

Wisata Madrid diakhiri dengan menikmati pertunjukan tarian yang terkenal di Spanyol, Flamenco, sambil bersantap malam di Las Carboneras. Paella seafood-nya juara, ditambah lagi minuman khas Sangria tidak membuat kami mengantuk menonton Flamenco. Tarian yang merupakan kombinasi antara tarian dengan banyak hentakan kaki, nyanyian, permainan gitar, tepuk tangan, jentikan jemari ini memang luar biasa dinamis. Saya juga baru pertama kali menonton penari Flamenco pria yang tak kalah kerennya.

The paella tastes better than my picture tho 🙂

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Madrid memang ibu kota yang hidup, wisata dan makan pun enak-enak!

It’s Time for Taiwan!

$
0
0

Setelah traveling seminggu di Taiwan pada April 2017, saya balik lagi November 2017! Di tulisan terdahulu saya bilang mau balik, eh kesampaian. Meski Taiwan luasnya hanya sekitar propinsi Jawa Tengah, namun banyak tempat menarik untuk dikunjungi. Mantapnya, rata-rata kota di Taiwan berpantai dengan latar belakang pegunungan jadi kece. Cuacanya pun tropis, jadi tetap hangat meski saat musim winter. Dan yang terpenting, makanan enak-enak dan harga terjangkau! Saya suka Taiwan karena alasan ini.

Kunjungan saya kali ini temanya lebih ke budaya dan tidak mengulang kunjungan sebelumnya. Saya tinggal di ibukotanya, Taipei, dan day trip aja ke daerah Yingge, Jiufen dan Yilan. Akses transportasi publiknya pun mudah, bisa naik MRT, kereta, maupun bus. Jadi ini rekomendasinya;

Taipei

Longshan Temple – Salah satu kuil terbesar dan tertua di Taiwan ini dibangun pada 1738 oleh bangsa Cina yang pindah ke Taiwan. Kuil ini sangat populer karena konon kalau berdoa di sana, maka kemungkinan terkabulnya tinggi. Yang menarik, paling rame orang di “Dewa Cinta” (cupid god) karena banyak anak muda berdoa minta jodoh!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Ximending – Ini daerah shopping outdoor keren dengan lampu-lampu mentereng. Disebut sebagai “Harajuku-nya Taipei”, di sepanjang jalan pedestrian terdapat toko brand internasional maupun lokal, juga yang bertema Jepang. Ditambah lagi mal, restoran, dan kafe. Favorit saya adalah butik desainer lokal bernama “Mana” yang pakaiannya serba asimetris.

Christmasland – Setiap tahun tanggal 24 November sampai 1 Januari, halaman New Taipei City Hall berubah menjadi winter wonderland dengan pohon natal tertinggi se-Taiwan, lampu-lampu Natal dililit di seluruh area, pertunjukan musik dan animasi yang ditembak proyektor ke gedung-gedung, komidi putar dan Christmast Market. Meski penganut Nasrani hanya 4% dari total populasi Taiwan, tapi Natal memang perayaan global!

Yingge

Yingge adalah pusat produksi keramik di Taiwan. Di Yinggle Old Street saja terdapat lebih dari 800 toko keramik. Kalau penggemar keramik/porselen/tembikar, Anda bisa nggak pulang-pulang deh! Toko favorit saya adalah “Shu’s Pottery” karena desainnya bagus-bagus, dan di sana bisa sekalian belajar bikin tembikar dari tanah liat dengan alat yang diputar-putar gitu.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Jiufen

Jiufen Old Street – Jiufen dulunya hanya sebuah desa yang terisolasi karena nyempil di atas pegunungan menghadap Samudra Pasifik sampai ditemukannya emas oleh bangsa Jepang. Di sini lah terdapat jalan kecil terbuat dari cobblestone yang turun-naik. Di kanan-kirinya penuh dengan toko makanan, restoran, kafe, rumah teh, dan toko suvenir. Dari ujung ke ujung saya nyobain makanannya, favorit saya adalah (terjemahannya) fried taro balls, meatballs, dan peanut roll ice cream. O ya, Jiufen jadi sangat terkenal sama turis Jepang sejak film Studio Ghibli berjudul Spirited Away.

Gold Museum – Museum ini bukan khusus memamerkan hiasan emas, namun dulunya merupakan tempat penambangan emas pada zaman penjajahan Jepang tahun 1940an. Gilanya, di sana dijadikan camp kerja paksa bagi para tawanan perang yang banyak mati karena disiksa! Di museum ini terdapat diorama dan display fakta-faktanya. Namun nggak usah ngeri karena museum ini open-air, artinya serba terbuka dengan pemandangan dahsyat dikelilingi pegunungan, salah satunya Mount Keelung. Display paling menarik adalah emas batangan terbesar di dunia seberat 220 kg dan kita bisa menyentuhnya!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Port of Keelung – Dari Jiufen, mending langsung turun ke Keelung. Keelung adalah tempat mendaratnya ekspedisi Spanyol ke Formosa pada abad ke-17. Meski kota di tepi pelabuhan, namun bersih sampai ke airnya. Night market-nya terkenal karena lebih tradisional daripada di Taipei. Yang jelas, Anda harus makan seafood-nya. Saya makan di Restoran Seafood di Chenggongyi Road yang terkenal dengan sashimi tersegar se-Taiwan. Sepiring aneka sashimi cuman sekitar Rp 90 ribu saja!

Yilan

Pinglin Tea Museum – Pinglin adalah daerah penghasil teh Pouchong. Di sana terdapat museum tentang sejarah dan budaya teh di Taiwan, mulai dari daun teh, mesin, perusahaan produksi, sampai peta ekspor. Favorit saya adalah koleksi di bagian packaging, karena ada sebagian teh tradisional Indonesia dipajang! Bangga deh!

Lanyang Museum – Museum dengan gedung miring ini didesain oleh arsitek terkenal Taiwan, Kris Yao, yang terisnpirasi dari tebing-tebing yang di sekitar Pantai Biguan. Isinya adalah segala macam tentang sejarah dan kekayaan alam daerah Yilan yang terbagi empat lantai, mulai dari “Ocean Level” sampai “Mountain Level”. Sungguh, arsitektur, desain interior dan display-nya bagus!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Waiao Beach – Pantai berpasir luas dan berombak cukup besar ini adalah tempat surfing populer di Taiwan yang biasanya dipenuhi expat bertelanjang dada. Sayangnya pas di sana, pas hujan deras jadi sepi. Jadilah saya nongkrong di kafe hits bernama “No. 9 Café at the Beach” sambil memandang Turtle Island dari kejauhan. Pantas dinamakan turtle, karena emang bentuknya mirip kura-kura.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Tangweigo Hot Spring Park – Di sini terletak pusat hot spring (sumber air panas alami) yang mengalir di taman yang asri. Hebatnya, disediakan kolam-kolam kecil untuk siapapun merendam kaki dan gratis! Kalau mau berendam seluruh badan ya harus ke tempat permandian hot spring khusus di dalam gedung berkayu. Tiketnya murah kok, cuman sekitar Rp 36 ribu saja. Saya tentu nyobain, dan ternyata modelnya kayak onsen di Jepang yang kudu telanjang bulat! Nggak ada pilihan mix gender sih, tapi saya cukup syok karena ternyata cewek-cewek Taiwan gondrong-gondrong! #eaaa

Nah, tunggu apa lagi? It’s #TimeForTaiwan!

Hidup Dangdut!

$
0
0

Tulisan ini bermula di Banda Naira. Suatu malam di kota kecil itu ada acara pesta pernikahan dengan dangdutan. Saya yang doyan ikutan acara-acara penduduk lokal tentu menyambut gembira dan ikutan joget. Tapi salah seorang teman saya yang anak Jakarta ternyata tidak bisa joget dangdut sama sekali! Maka saya pun memberikan kursus kilat kepadanya. Dia yang biasa joget di club dengan trance music ternyata mengalami kesulitan joget lebih slow, padahal dangdut kan cuma maju-mundur doang.

Saya jadi berusaha mengingat kembali, kapan pertama kali saya berjoget dangdut dan pada acara apa. Sebagai seorang yang bisa joget dan pede joget di tempat umum, rasanya saya nggak pake belajar joget dangdut. Rasanya tinggal ngikutin ketukannya aja. Pertama kali saya dangdutan (di depan umum) mungkin pas SD di acara pesta adat yang kadang disempili acara joget dangdut dan saya disempilin duit di jari. Selanjutnya joget di kawinan tetangga, acara kampus, pas KKN, dan sebagainya. Jadi joget dangdut udah kayak alamiah aja gitu. Yah mungkin karena saya ndeso.

Kembali ke Banda, pesta dangdut di kawinan itu dihadiri banyak orang. Pria dan wanita duduk terpisah. Begitu lagu mulai, otomatis mereka joget membentuk satu jejer – pria menghadap wanita. Lagu habis, orang duduk lagi. Begitu seterusnya. Pernah sampai lama duduk karena laptop DJ hang! Hehe! Suasananya kayak dangdutan di kawinan Wakatobi yang pernah saya datangi, hanya di sana lebih tertib; joget lebih beraturan, muka lebih lempeng, maju-mundur bareng di dalam satu jejer. Yang joget hanya ketika pria mengajak wanita, jadi pasti berpasangan.

Di Jakarta, pesta kawin rumahan sering ada pesta dangdut. Mungkin karena dulu saya tinggal di daerah pinggiran. Saat ini pun tinggal di (sebelah) kompleks kuburan Tanah Kusir, dangdutan masih eksis – bahkan dengan cueknya orang joget-joget di kuburan! Bahkan sejak kuburan telah dirombak jadi ruang umum, pesta dangdut semakin merajalela – dengan alasan kampanye politik sampai kawinan. Ya ampyun, saya sampe nggak bisa tidur karena berisik!

Terakhir pesta dangdutan ketika tetangga bikin pesta sunatan anaknya. Panggung dipasang di samping kuburan. Semalaman orkes dangdut dan beberapa penyanyi cewek menghibur warga. Saya jadi jengah karena para penyanyi yang pake baju ketat, belahan dada rendah, dan rok mini itu berjoget vulgar, sementara si anak yang disunat baru berusia 10 tahun bersama teman-teman sebayanya menonton! Gilanya lagi, sebagian bapak-bapak ‘nyawer’ (menyelipkan uang) kepada penyanyi di atas panggung sambil berjoget pake ngelaba ke penyanyinya! Ewww!

Lama-lama botol miras beredar di sekitar saya dan saya ditawari juga. Ih! Saya bertanya kepada pembokat saya, “Ini kapan gue joget dong?” Jawabnya, “Kalo mau joget ya harus naik panggung dan nyawer.” Lha, padahal hanya para pria yang nyawer yang bisa berjoget. Saya dan penonton di bawah hanya bisa cengo nonton – apanya yang menghibur coba? Nggak seru nggak bisa ikutan joget! Belakangan terjadilah adegan klasik: seorang bapak mabuk sedang berjoget mesra dengan penyanyi bahenol, tiba-tiba ada seorang ibu naik panggung dan menjewer si bapak nyuruh pulang! Jiaaah, tercyduk sama istrinya!

Saya jadi ingat dangdutan ala Peru di Iquitos. Malam minggu ada panggung di alun-alun kota yang genre musiknya disebut Cumbia. Mirip lah sama dangdut, jadi saya pun gampang aja ngikutinnya pas joget sama ratusan orang lokal. Pemain musik dan penyanyi mayoritas pria yang pake seragam baju jas putih. Gilanya, penyanyinya didampingi para penari latar yang berjoget memakai… bikini! Iya, cuman pake beha dan celana dalam berpayet-payet. Buset! Beberapa kota lainnya di Peru pun sering mengadakan pesta Cumbia gratis, jadi lumayan lah bagi saya ada hiburan dan olah raga dikit. Dua bulan di Peru saya memang sering mendengarkan lagu Cumbia diputar di mana-mana. Orang yang ngikutin juga sama kayak denger dangdut; mata merem-melek, kepala goyang-goyang, bibir digigit, jari jempol terangkat.

Seperti lagu Project Pop yang berjudul “Dangdut is the Music of my Country”, harusnya kita bangga dengan dangdut. Masih banyak dari kita gengsi joget atau bahkan hanya mendengar dangdut karena jaim takut dianggap seleranya kelas bawah. Padahal kalau kita bisa mengelevasi dangdut menjadi musik khas Indonesia, bisa jadi daya tarik bagi dunia luar. Siapa tahu bisa sekelas Salsa atau Tango yang dipelajari banyak orang di seluruh dunia di luar negara asalnya. Oke, itu lebay. Mungkin bisa jadi sekelas Cumbia yang jadi folk dance di negara-negara Amerika Latin, tanpa harus nyawer atau hanya bisa menonton doang.

Hidup dangdut!

Baidewei, lagu dangdut apa favoritmu? Sekarang sih saya lagi seneng denger “Sayang”-nya Via Vallen. 🙂
Sayang, opo kowe krungu jerit e ati ku
Mengharap engkau kembali
Sayang, nganti memutih rambut ku
Ra bakal luntur tresno ku…


Kado Ulang Tahun

$
0
0

Sudah lebih dari 80 negara yang saya kunjungi, semua kisahnya tertuang dalam 13 buku yang telah saya terbitkan. Berkat dukungan Anda, saya bisa terus menulis untuk berbagi cerita dari setiap sudut dunia.

Saya senang bisa berbagi pengalaman dengan banyak orang melalui tulisan. Tulisan saya semoga bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca. Saya pun mendapatkan banyak inspirasi dari puluhan tempat yang saya kunjungi dan ratusan tulisan yang saya baca. Kedua hal ini merupakan keistimewaan dalam hidup.

Bertepatan dengan hari ulang tahun saya yang jatuh pada 11 Januari, saya ingin berbagi keistimewaan dengan anak-anak di NTT (Nusa Tenggara Timur) yang selama ini kesulitan memperoleh buku bacaan. Saya mengajak Anda, para pembaca, untuk bisa membantu mereka agar juga bisa pandai membaca dengan cara mendirikan Pos Baca.

Pos Baca ini akan menjadi ruang bagi anak agar mereka bisa sepuasnya membaca dan membuka cakrawala dunia. Sehingga tidak ada lagi anak-anak NTT yang tidak bisa membaca buku bahkan buta aksara.

Ayo, berikan kado, bukan untuk saya, tapi untuk mereka!
Donasikan bantuan Anda melalui https://kitabisa.com/bukudaritrinity
Donasi ditutup sampai sebelum 31 Januari 2018.

Terima kasih.

Kencan Online di Eropa

$
0
0

Warning: Untuk 17 tahun ke atas

Sebagai jomblo akut, saya disarankan oleh seorang teman cewek untuk menggunakan aplikasi online dating (bahasa Indonesianya “kencan daring”). Saya langsung antipati karena dulu pernah menggunakan dan hasilnya gagal total. Kata teman saya, zaman now itu berbeda. “Orang seumuran kita itu sekarang susah dapet jodoh. Semuanya sibuk, hidup cuman rumah-kantor-rumah, mau keluar malas karena udah capek macet dan sebagainya. Gimana mau ketemu orang baru?” jelasnya. Bukannya isinya cuman cari teman tidur? “Ih, dicoba aja dulu. Buktinya gue berhasil punya pacar. Malah ada beberapa temen gue yang merit gara-gara online dating lho!” tambahnya lagi.

Ya udah sih. Nothing to lose. Saya pun diajarin cara-caranya dan disuruh registrasi. Tentu saya memalsukan nama dan umur, serta pasang foto yang tidak jelas. Malu, bo!

Sampe rumah, saya coba… eh kok cowok-cowoknya bikin ill feel! Bisa-bisanya foto profil bareng anak-istrinya, atau bionya ditulis “ada dech!” (pake ejaan d-e-c-h). Ewww! Dan yang bikin panik, saya ketemu profil familiar: sepupu sendiri, temen yang udah nikah dan saya kenal istrinya, dan mantan bos! Waduh! Saya pun memutuskan untuk menggunakan aplikasi kencan ini pas saya traveling di Eropa selama dua bulan pada 2016.

FYI, aplikasi kencan ini cara kerjanya adalah kita menggeser profil ke kanan bila suka dan menggeser ke kiri bila tidak suka. Kalau match, berarti kedua belah pihak sama-sama geser kanan alias sama-sama suka, baru bisa saling berhubungan via in-app chat. Dalam eksperimen ini saya menggunakan istilah “success rate” yang berarti persentase kesuksesan match dari total yang saya geser kanan.

Pertama saya coba di beberapa kota di Portugal. Wih, cowok-cowok sana emang banyak yang tipe saya. Ganteng-ganteng amat! Success rate: 50%. Begitu match, sebagian besar langsung kirim pesan ke saya di chat. Tapi akhirnya saya tidak menemui satu orang pun, karena ternyata saya malah dapat kencan di kehidupan nyata sama seorang cowok di Porto. Ehm!

Di Prancis saya cuma tinggal di Paris selama 3 malam. Cowok-cowoknya paling kece, tapi zero success rate alias nggak ada satupun laki yang geser kanan ke profil saya. Sialan!

Berbanding terbalik, di Iceland success rate-nya 100%! Semua yang saya geser kanan menggeser kanan juga, artinya semua match! Semua pick up line-nya sopan dan menyenangkan. Semua mengajak kencan. Bahkan ada yang tinggal di luar kota pun bela-belain mau terbang untuk menemui saya! Saya jadi bingung karena begitu banyak yang mengajak kencan, tapi saya takut! Udah sepi, gelap, transportasi umum jarang, ntar kalau dibunuh dan mayat saya nggak ditemukan gimana? Belakangan saya baru tahu bahwa di Iceland memang “kering” soal perjodohan. Karena penduduknya sedikit, kebanyakan mereka saling berhubungan saudara. Bahkan konon mereka punya aplikasi sendiri yang bisa mengetes apakah mereka sedarah!

Sampai di Belanda, saya rajin main aplikasi kencan daring ini. Ternyata di Belanda success rate hanya 25%. Cuma 3 cowok yang mengirim chat: 1 cowok yang dengan jelas langsung mengajak tidur, 1 cowok yang ribet masalah ketemuan di mana, dan 1 cowok lagi yang tetap sopan.

Yang sopan ini bertampang dan bernama Indonesia. Kali aja expat Indonesia yang kerja di Amsterdam, pikir saya. Setelah bolak-balik chat, akhirnya kami akan berkencan dengan makan siang di sebuah restoran dekat kantornya. Wah, ini kencan daring pertama saya! Cowok itu ternyata pemalu dan kikuk. Kami mengobrol dalam bahasa Inggris, tapi begitu sesekali saya ngobrol dalam bahasa Indonesia kok dia terbata-bata. Ternyata… dia orang Suriname! Maka selanjutnya kami pun ngobrol dalam bahasa Jawa ngoko. Hahaha! Anyway, kencan cuman sampai situ aja sih. Abis makan, pulang, dan nggak ada kelanjutannya lagi. The chemistry was not there.

Pindah ke Belgia, saya tinggal di Leuven, sebuah kota kecil yang 80% isinya mahasiswa. Agak malas main aplikasi kencan itu karena isinya dedek-dedek, malasnya lagi kalau ternyata dia kenal sama sepupu saya. Jadilah selama hampir seminggu saya non aktif. Sampai saya berkenalan dengan mahasiswi Indonesia yang juga pengguna aplikasi kencan yang sama. Katanya cowok-cowok di Leuven justru buas-buas! Lha, bukannya dedek-dedek isinya? “Cari yang anak kantoran karena cukup banyak orang yang tinggal di Leuven dan bekerja di Brussels karena Leuven lebih murah biaya hidupnya,” katanya. Maka malam terakhir saya buka aplikasi dan mulai geser-geser kanan. Success rate-nya 25%. Bener aja, semua langsung mengajak tidur, kecuali seorang cowok ganteng dan sopan yang saya lanjutkan.

Karena malam itu nggak ada yang buka di Leuven, si cowok ngajak nongkrong di apartemennya yang berjarak 1 km dari apartemen sepupu saya. Bisa benerrr! Eh tapi males banget malem-malem jalan kaki sendiri! Lalu dia berinisiatif menjemput pake mobilnya. Ya udah lah, saya pasrah aja, penasaran juga akan jadi gimana. Di mobil dia lagi denger siaran pertandingan sepak bola antara klub Leuven vs Porto. Sampai di apartemennya, kami melanjutkan nonton pertandingan di TV. Saya tentu membela Porto karena kipernya Iker Casillas. Si cowok sampe heran dengan pengetahuan saya tentang persepakbolaan dunia. Singkat cerita, Leuven kalah. Dia bete banget dan berkata, “Maaf, gue kesel banget. Nothing personal, but I’d better drop you home”. Lha? That’s it! Saya pulang nggak diapa-apain. Hahaha!

Di Swiss tak banyak yang saya geser kanan karena muka cowok-cowoknya kok pucat dan kurang bergairah. Success rate hanya 5%. Cuman ada 1 cowok yang chat, itu pun pemalas gitu, jadi saya juga cuek aja. Belakangan saya juga baru tahu bahwa cowok Swis memang pasif dan tidak hangat. Pantes nggak match!

Negara terakhir trip Eropa saya adalah Italia, gudangnya cowok ganteng. Gayung bersambut, success rate: 75%! Hampir semuanya pun langsung kirim chat duluan. Sayangnya sebagian chat terpaksa berhenti saat mereka nggak bisa bahasa Inggris! Di utara Italia tidak ada yang saya temui karena saya nemu kencan di kehidupan nyata. Di selatan Italia, tepatnya di Napoli, dalam sejam aja langsung dapet banyak, padahal saya tiba di hotel sekitar jam 11 malam. Oke, ini negara terakhir saya akan menggunakan kencan daring. Apapun yang terjadi, terjadi lah.

Sebagian besar yang chat langsung menuju ke arah “situ” sampai saya jadi ngeri sendiri. Kecuali 1 cowok yang bahasa Inggrisnya lumayan dan bahasanya sopan. Udah kayak iming-iming ala sales, dia bilang, “Gue samperin ya? Kita ngobrol aja dulu, ntar kalo cocok baru lanjut.” Saya iyain aja. Tak lama kemudian dia bilang, “Kamu keluar balkon deh. Mobil saya yang hitam.” Saya nongol keluar dan si cowok itu melambaikan tangan. Udah ganteng, mobilnya mewah pula! Saya pun menemuinya dan kami ngobrol di dalam mobilnya. “Aduh, di pinggir jalan gini nggak boleh parkir lama-lama. Gimana kalau gue parkir di tempat lain, trus kita lanjut ngobrol di kamar hotel lo?”  Eisyeileeh, bisa bener! Kami pun pindah parkir dan berjalan kaki ke hotel saya. Sampai di resepsion, si cowok itu diminta kartu identitas diri. Seketika mukanya bete, ternyata nggak bawa kartu. Dia pun minta maaf dan pulang. Lha? Again!? Saya ngakak nggak berhenti karena lagi-lagi nggak terjadi apa-apa! 🙂

Kesimpulan: Pertama, aplikasi kencan daring ini memang untuk hook up dalam arti seksual, alias “satu malam berdiri”. Nggak ngerti gimana caranya orang bisa dapet jodoh dari aplikasi ini. Dari ‘bawah’ naik ke hati? Kedua, saya bukan selera bule kali sampe dilepeh tiga kali. Nasib ya nasib… balik lagi jadi jomblo akut! Hehehe!

Ada yang berani share pengalaman kencan daring di sini? Tinggalin di comment ya?

Anambas kece banget!

$
0
0

Terus terang nama Anambas baru terdengar di telinga saya pada 2012 saat CNN menyebut Anambas sebagai salah satu dari Asia’s top five tropical island paradises. Saya jadi malu, masa orang bule lebih tahu daripada saya yang (tukang jalan-jalan) orang Indonesia! Anyway, Kepulauan Anambas ada di propinsi Kepulauan Riau yang terletak di tengah laut antara Sumatera dan Kalimantan.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Akhir Januari 2018 baru lah saya berkesempatan pergi karena nebeng teman yang ada urusan bisnis di sana. Rombongan ke Anambas ini lucu banget ceritanya, ntar deh diceritain di tulisan terpisah. Singkat cerita, instead pergi ke ibukota Kabupaten Anambas di Tarempa, kami malah “kabur” ke Letung.

Jadi Kepulauan Anambas itu terdiri dari 256 pulau tapi cuman 26 pulau yang berpenghuni. Tiga pulau terbesarnya adalah Jemaja (pelabuhannya bernama Letung), Siantan (tempat pusat pemerintahan di Tarempa), dan Matak (pusat perusahaan pengeboran minyak asing). Transportasi umum ke Anambas menggunakan feri dari Tanjung Pinang ke Letung atau Tarempa yang memakan waktu 8-10 jam, itu pun hanya ada 3 kali seminggu dan tergantung cuaca. Jangan membayangkan feri besar seperti dari Banten ke Lampung, tapi ini semacam kapal cepat dengan 125 kursi kayak di bus, plus hantaman ombak yang bikin sebagian besar penumpang muntah! Hadeuh!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Sebenarnya di Matak ada bandara tapi pesawatnya charter milik perusahaan minyak. Ada juga pesawat berupa seaplane dari Batam ke Pulau Bawah, tapi hanya diperuntukkan bagi tamu resor mewah yang dimiliki orang asing. Kami memilih turun di Letung karena di Pulau Jemaja lah yang pariwisatanya akan dikembangkan karena telah dibangun bandara untuk pesawat komersial.

Sampai di Jemaja, feri merapat di Pelabuhan Berhala. Dinamai demikian bukan karena penuh dosa, tapi karena terletak di Pulau Berhala. Melihat hamparan laut berwarna turquoise rasanya penderitaan disiksa feri langsung terbalas. Kami naik ojek ke penginapan bernama Miranti di Letung yang terletak di pinggir laut. Dengan harga per kamar per malam Rp 180.000 – Rp 220.000, saya surprise dengan fasilitasnya. Bayangin di tempat terpencil gini kamarnya bagus, ada kamar mandi dalam dengan WC duduk, ada TV layar datar, dan ada AC – bahkan di kamar bawah ada shower air panas segala!

Letung dari Pelabuhan Berhala

Setiap hari kami nongkrong di deck Miranti dengan pemandangan spektakuler dan air laut yang jernih sampai keliatan penyunya berenang. Jalan-jalan di Letung menarik karena rumah-rumah penduduknya berbentuk panggung di atas air. Warung, toko, restoran, pasar ada. Mau dugem juga ada di Juliani Bar & Karaoke. Meski ada botol-botol miras, tapi cuman dipajang doang di bar – minum sih tetep kopi dan teh. Hehehe! Maklum sebagian besar penduduknya Islam dan alkohol dilarang sepulau. Untungnya mereka nggak rese kalau liat saya pake bikini di pantai. #penting

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Perlu diketahui, penduduk Anambas ini sukunya Melayu, jadi mereka berbahasa Melayu gitu kayak di buku-buku jadul dengan pantun-pantun. Mereka ramah dan suka ngobrol. By the way, cowok-cowoknya ganteng-ganteng lho… dengan rahang kuat, hidung bangir, alis mata tebal, dan bodi tinggi. Tradisi khas orang Riau, kalau sore cowok-cowoknya bukannya main sepak bola, tapi main sepak takraw. Aww, seksinya! Soal kuliner terpengaruh Sumatera semacam kuah asam pedas dan kari. Cocok lah di lidah. Bosan makan ikan dan seafood, ayam juga banyak.

Kalau mau keliling pulau, harus sewa motor. Pantai terdekat yang sering jadi tempat berenang dan nongkrong orang lokal ada di Padang Merlang. Pemandangan sepulau serba hijau dan berbukit-bukit dengan jalan kecil berliku-liku. Tiap melewati pantai, saya langsung nyanyi lagu Coldplay: para para paradise… para para paradise! Apalagi pas ke Air Terjun Neraja yang menurut saya salah satu yang paling kece di Indonesia karena bentuknya berundak-undak dan ada kolamnya di tiap undakan, jadi puas berenang! Ke arah timurnya lagi ada Kuala Maras yang lautnya tenang bak danau luas dan dikelilingi perbukitan hijau. Sedangkan untuk sunset, paling kece nonton dari pantai deket bandara – kalau tidak mendung.

Kolam Neraja tingkat dua

Untuk island hopping, kami sewa kapal pompong. Arahnya ke mana hasil tanya-tanya penduduk lokal. Di Barat ada Pulau Ayam, Pulau Ayam Darat, Pantai Nguan. Di Utara ada Pantai Kusik, Pulau Impol Kecil, Pulau Impol Besar. Semuanya kece-kece banget! Airnya jernih, dalamnya pas untuk berenang, tidak berombak, karang dan ikannya banyak, pasirnya putih kayak bedak, latar belakangnya bukit-bukit hijau, dan sepi pi pi! Warna laut bervariasi dari biru muda, turquoise, sampai emerald green. Di pesisir Jemaja bertumpuk batu-batu raksasa, kadang ada air terjun langsung dari gunung ke pantai jadi bisa bilas air tawar abis berenang di laut! Wah, saya sampe mau nangis saking kagumnya sama keindahan Indonesia!

Kecenya!

Menurut saya, Kepulauan Anambas adalah tempat yang paling kece di barat Indonesia. Pantai kece memang banyak di Indonesia timur, tapi terbangnya jauh dari Jakarta. Anambas ini dekat pula dari Singapura dan Malaysia, jadi potensi industri pariwisatanya besar. Denger-denger sebagian pulau sudah dibeli asing dan para konglomerat Indonesia, namun belum dibangun. Dan karena terletak di barat Indonesia, harga-harga masih masuk akal dan supply bahan gampang tersedia. Soal sinyal ponsel, cuman lancar pake provider monopoli itu, tapi internet cuman nyala 2 menit dalam 24 jam, itu pun ngacir baru jam 3 pagi.

Katanya tak lama lagi pesawat komersial akan terbang ke Jemaja dari Tanjung Pinang. Di sini lah dilema melanda. Kita semua tahu bahwa jika akses makin sulit, tempat makin kece. Sementara bila akses makin gampang, tempat lama-lama bisa hancur saking ramenya (karena oknum yang tidak bertanggung jawab) tapi perekonomian lokal kan harus berkembang. Sebelum rasa khawatir saya berkepanjangan, ada baiknya saya bersyukur pernah ke Anambas sebelum populer.

[Adv] 5 Reasons Why You Should Stay in Club Med

$
0
0

Club Med adalah jaringan resor global yang berpusat di Prancis sejak 1950 dan sampai saat ini sudah ada 71 resor di seluruh dunia. Konsep Club Med adalah premium all-inclusive holiday alias liburan yang sudah termasuk semuanya. Uniknya, Club Med punya istilah khusus. Setiap satu resor di Club Med disebut “village”. Kalau di hotel pimpinan tertinggi disebut GM (General Manager), maka di Club Med ia disebut “Chef de Village”. Kita sebagai tamu disebut sebagai GM atau “Gentil Member” (kind guest). Sementara stafnya disebut GO atau “Gentil Organisateur” (kind organizer).

Pertama kali saya tinggal di Club Med Bali pas zaman kuliah dulu, sebelum ada ponsel dan internet. Waktu itu almarhumah ibu sedang ada conference, jadi saya diajak nginep bareng. Ibu kerja, saya main. Pengalaman pertama itu berkesan banget! Sebagai orang yang senang berolah raga dan kompetitif, saya sampe dapet medali lomba antar GM dalam berbagai cabang olah raga. Hehehe! Sampai saat ini saya telah menginap di 3 Club Med, yaitu Club Med Bali, Club Med Kani Maldives (tempat lokasi syuting film “Trinity, The Nekad Traveler”), dan terakhir Club Med Bintan Island. Masing-masing oke banget!

Ini 5 alasan kenapa Anda wajib menginap di Club Med dan yang membedakan Club Med dengan hotel/resor lainnya:

  1. Friendly GOs

Konsep GO ini lah yang cuman ada di Club Med. Para GO kerjanya nemenin tamu main, makan, minum, ngobrol. Sebagian GO ada yang merupakan instruktur cabang olah raga tertentu, atau guru di Mini Club, atau stage performer, dan lain-lain. Dalam satu village, GO berasal dari puluhan negara sehingga bisa berbagai macam bahasa. Mereka orangnya asik-asik banget, cowok-cowoknya juga luthu-luthu. Saya sih seneng jadi selalu punya teman baru, mulai orang lokal sampai orang Rusia, South Afrika, dan Mauritius segala. Bener-bener “desa internasional”! Pulang-pulang jadi sedih karena berasa ninggalin keluarga sendiri.

The multicultural GOs @ Club Med Bintan

  1. All-Inclusive Holidays

Sistem di Club Med ini enaknya adalah all inclusive. Artinya, harga menginap termasuk kamar, makan sepuasnya 3 kali sehari, snack di antaranya, minum apapun termasuk free flow alkohol.  Penggunaan segala macam fasilitas, seperti gym, tennis, squash, bahkan termasuk laundry. Juga termasuk ikutan aktivitas apapun, mulai dari olah raga, permainan, dan menonton pertunjukan. Tenang aja, setiap GM akan diberikan gelang berwarna yang membedakan dewasa dan anak-anak karena urusannya sama pesan alkohol. Harga yang tidak termasuk paling untuk beli baju di butik atau spa, itu pun disediakan kartu khusus jadi nggak perlu bawa dompet dan pegang uang tunai.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

  1. Perfect Location

Lokasinya pasti kece dan eksklusif, di sebuah destinasi liburan yang terkenal bagusnya. Bisa di pantai, atau di pegunungan bersalju. Resornya sendiri pasti luas dan pasti ada tempat menyendiri kok, misalnya di Club Med Bali ada kolam renang khusus dewasa, di Club Med Bintan ada bukit zen yang sepi. Lingkungan sekitarnya pun kece untuk dijelajahi, kayak di Club Med Kani yang sepulau bisa dikelilingi untuk pindah-pindah berenang dan foto-foto.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

  1. Delicious Food & Unlimited Drink

Setiap makan sistemnya adalah prasmanan (buffet). Hebatnya, kualitas makanannya juara kelas! Ini bukan kayak prasmanan pesta kawinan, tapi restoran yang super luas ini terdiri dari konter-konter makanan yang ditata per piring, misalnya aneka salad dan roti, Indonesian food, Indian food, Chinese food, Italian food, Japanese, Korean, healthy food, sampai dessert. Tampilan dan rasanya enak-enak banget! Pokoknya tiap makan pasti bingung milihnya dan nggak bisa diet! Minumannya juga dikasih bir, wine, infuse water, aneka juice, teh, kopi. Eits, belum selesai. Di antara makan besar sampai supper, disediakan snack juga, seperti sandwich, samosa, donat, sate, mie, dan lain-lain. Mau minum segala macam cocktail, mocktail, alkohol juga ada! Puasnya kebangetan!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

  1. Fun Activities

Setiap hari ada jadwal aktivitas yang dibuat per jam. Misalnya pagi hari ada kelas yoga, taichi, power walk, lalu siang-sore ada aquarobic, kelas memanah, belajar trapeze, belajar sailing, lomba voli pantai, snorkeling. Setiap malam pun ada stage performance oleh para GO dan disko bareng. Fitur khas Club Med yang terkenal adalah Mini Club, yaitu aktivitas seharian khusus untuk anak-anak, mulai dari olah raga sampai kesenian, yang dipimpin oleh para GO. Jadi para orang tua selalu punya “me time” sementara anak-anaknya punya kesibukan sendiri. Kalau saya punya anak, pasti saya ajak liburan ke Club Med deh biar nggak rempong! Hehe!

Dare to fly trapeze @ Club Med Bintan?

Meskipun aktivitas padat, tapi tidak harus ikut semua kok. Awalnya saya pikir ngapain 3 malam ngendon di hotel mulu, tapi selalu berakhir dengan tidak ke mana-mana, bahkan merasa selalu kekurangan waktu!

Tips:

  • Bawa pakaian olah raga, seperti baju yoga, sepatu lari, baju renang, yang disesuaikan dengan aktivitas yang ingin Anda ikuti.
  • Saat makan kenakan pakaian karena dilarang pake baju renang di dalam restoran.
  • Kenakan sunscreen karena akan banyak aktivitas luar ruangan.
  • Untuk info lebih lanjut atau mau booking, silakan langsung ke clubmed.co.id

Selamat berlibur!

5 situs diving favorit di Indonesia

$
0
0

Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau adalah surga bagi pecinta pantai dan menyelam. Lokasi Indonesia yang termasuk ke dalam “Coral Triangle” merupakan pusat keanekaragaman hayati (biodiversity) laut dunia. Artinya, jumlah terbanyak dari segala macam spesies laut sedunia berada.

Namun bagi saya, menyelami alam bawah laut akan lebih menyenangkan jika aktivitasnya tidak hanya menyelam saja. Alam daratannya dengan pemandangan yang bagus merupakan nilai tambah, juga sejarah, akses, bahkan kulinernya. Berdasarkan itu, saya punya 5 situs menyelam di Indonesia yang merupakan favorit saya:

  1. Kepulauan Raja Ampat

Tidak ada yang menyangsikan lagi keindahan Raja Ampat yang merupakan sebuah kabupaten yang terletak di propinsi Papua Barat. Luasnya yang nyaris sebesar propinsi Jawa Timur ini memiliki 600 pulau. Sebagian besar wisatawan hanya menjelajahi bagian utara terutama sekitar bukit Wayag yang seperti sering kita lihat fotonya, padahal bagian selatannya di sekitar Misool jauh lebih bagus meski susah payah mencapainya. Letaknya yang terpencil dan jarang penduduk membuat alamnya masih alami. Perbukitan karst, gua laut, air terjun, hutan lebat, pantai pasir putih, menawarkan pemandangan spektakuler. Bagi penggemar bird watching, burung cendrawasih beraneka jenis terdapat di sana.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Sedangkan alam bawah lautnya pun tak kalah hebat. Ia memiliki keanekaragaman spesies terbanyak di dunia dengan 1.508 spesies ikan, 537 spesies karang dan 699 spesies moluska. Ikan khas Raja Ampat adalah wobbegong atau ikan hiu karpet dan ikan barakuda jenis yellowtail. Namun aneka hiu lainnya, manta ray, penyu, stingray pun sering terlihat. Arusnya yang kencang dan tingkat visibility yang cenderung rendah memang merupakan pusat hewan laut pelagic.

     2. Taman Nasional Komodo

Meski lebih terkenal karena hewan komodo yang merupakan biawak raksasa yang hanya ada di Indonesia, namun kepulauan Komodo memiliki alam bawah laut yang luar biasa. Terletak di propinsi Nusa Tenggara Timur, TN Komodo dicapai dengan menggunakan kapal dari kota Labuan Bajo. Terdiri dari 3 pulau besar yaitu Komodo, Rinca dan Padar, serta 26 pulau kecil, topografi daratannya berupa perbukitan yang sebagian besar berupa padang rumput dan hutan savana. Pulau-pulaunya berpasir putih dengan air laut yang tenang. Bahkan Pink Beach yang memiliki pasir berwarna jambon adalah salah satu pantai tercantik di dunia yang pernah saya kunjungi.

Dengan akses yang lebih mudah daripada Raja Ampat, bisa saya katakan menyelam di TN Komodo pun tidak kalah bagusnya. Selain terumbu karangnya yang variatif, di TN Komodo banyak terdapat hewan besar seperti aneka hiu, manta ray, eagle ray, penyu, dan bumphead parrotfish. Bahkan kalau beruntung bisa lihat ikan lumba-lumba dan dugong. Hewan kecil seperti nudibranch, kuda laut pygmy, dan pipefish juga sering terlihat. Ikan teri saja bisa membuat klaustrofobik saking banyaknya sampai menghalangi pandangan.

  1. Kepulauan Wakatobi

Wakatobi singkatan dari nama pulau terbesarnya, yaitu Wangi-Wangi, Kadelupa, Tomia, dan Binongko.  Terletak di Sulawesi Tenggara, ia terdiri dari 143 pulau yang juga dinamai Kepulauan Tukang Besi. Bapak selam dunia, Jacques Cousteau, mengklaim Wakatobi sebagai “underwater nirvana”. Ikan karangnya yang luar biasa banyaknya dan sekelompok barakuda terlihat berseliweran. Fakta yang hebat, alam bawah laut Wakatobi memiliki 750 spesies karang dari 850 spesies yang ada di dunia. Tingkat visibility-nya mencapai 30-80 meter. Semuanya membuat penyelaman yang sangat memanjakan mata. Tak heran Operation Wallacea, sebuah LSM asal Inggris yang fokus pada penelitian terumbu karang dan perikanan, setiap Juli-Agustus mendatangkan 600 peneliti.

Wakatobi yang memiliki moto “surga di atas, surga di bawah” memang tak hanya cantik alam bawah lautnya, tapi juga daratannya. Pulau-pulaunya berpasir putih dengan air laut bergradasi biru muda ke biru tua. Ia juga memiliki atol, bahkan Karang Kaledupa merupakan sebuah atol terpanjang di dunia sepanjang 48 km. Selain nikmat berenang, kita juga bisa mengunjungi perkampungan suku Bajau yang perumahannya dibangun di atas laut.

  1. Kepulauan Banda

Banyak yang menyangka Banda itu ada di Aceh, padahal ia adalah sebuah kepulauan di Maluku, tepatnya di selatan Pulau Seram. Kepulauan Banda yang terdiri dari 10 pulau, sampai abad ke-19 merupakan satu-satunya tempat tumbuhnya pala di dunia sehingga jadi rebutan para penjajah asing. Hebatnya, pada abad ke-17 Pulau Run pernah ditukar dengan Manhattan di New York. Ibu kota kecamatannya bernama Banda Neira menyimpan peninggalan sejarah yang sangat kaya, mulai dari benteng-benteng Belanda sampai rumah tempat pembuangan sejumlah tokoh besar Indonesia, yaitu Tjipto Mangunkusumo, Iwa Kusuma Sumantri, Sutan Syahrir, dan Mohammad Hatta. Karena merupakan kepulauan vulkanis, tanah di Banda sangat subur.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Menyelami alam bawah lautnya terasa seperti berada di hutan lebat saking rapatnya tumbuhan dan karangnya. Di setiap situs, kita selalu bertemu gerombolan ikan fusiliers and redtooth tirggerfish. Sea fan terbesar di dunia yang pernah saya lihat dan lobster terbanyak yang pernah saya temui ada di Banda. Bagi penyelam yang sudah mahir, di kedalaman 40 meter dapat bertemu sekawanan ikan hiu martil. Tanpa harus bersusah payah, di pinggir dermaga Banda Naira pun kita dapat menonton mandarin fish yang berwarna menyolok menari-nari.

  1. Taman Nasional Bunaken

Bunaken yang terletak di Sulawesi Utara ini sepertinya telah ditinggalkan setelah situs-situs diving lainnya di Indonesia “lahir”. Pertama kali saya diving di sana pada tahun 1997, setelah berkali-kali dan terakhir pada 2015, saya masih menganggap Bunaken tetap cantik. Topografi alam bawah laut Bunaken sebagian besar berupa wall dalam dengan terumbu karang yang rapat dan bervariasi. Hiu, penyu, dan geromobolan ikan karang berwarna-warni merupakan pemandangan biasa. Airnya yang bening dan arus yang tidak terlalu kencang membuat penyelaman di Bunaken sangat menyenangkan.

Dengan hanya setengah jam naik speed boat dari kota Manado, akses ke Bunaken sangat mudah. Manado sendiri dapat ditempuh dengan banyak penerbangan dari Jakarta, Bali, dan Makassar sehingga tidak perlu susah payah mencapai situs diving kelas dunia dengan harga yang terjangkau. Tidak perlu ganti-ganti pesawat, pindah-pindah alat transportasi atau berjam-jam naik kapal – begitu mendarat bisa langsung nyebur. Nilai lebihnya lagi, kuliner Manado terkenal enaknya. Kalau ada trip diving yang makanannya paling enak, Bunaken lah tempatnya.


Catatan: Tulisan ini pernah dimuat di DestinAsian Indonesia, Juli 2015

Viewing all 194 articles
Browse latest View live