Quantcast
Channel: The Naked Traveler
Viewing all 194 articles
Browse latest View live

Diving sama hiu di Maldives

$
0
0

Trip “Maldives with Trinity” pada 23-26 Maret 2018 by @MaldivesHemat akhirnya “terjaring” 20 orang. Itinerary masih sama dengan yang saya tulis di sini. Bedanya, ya orang-orangnya. Banyak yang datang sendiri sebagai solo traveler, bahkan sebagian baru pertama kali. Modal nekad katanya. Tapi akhirnya everybody’s happy karena bertemu dengan teman-teman baru – yang sampai sekarang masih rame di grup WhatsApp karena pada susah move on. ?

Yang perlu saya highlight adalah island hopping naik private boat mewah bak horang kayah. Kali ini lokasi snorkeling dan sandbank-nya beda. Sandbank (pasir timbul) yang ini bentuknya panjang banget jadi gampang cari spot kosong untuk foto-foto. @MaldivesHemat pun kemajuan udah punya drone, jadilah angle foto-foto makin menggila. Trus, pas acara free time, hampir semuanya kompak milih day trip ke satu resor jadilah seharian kami main bareng, tanding polo air melawan bule-bule, belajar berenang gratis by Coach Trinity, sampai belajar signature pose saya yang gaya kaki di atas. Malam terakhir pun kami dugem di atas kapal di tengah laut karena di darat alkohol dilarang.

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Setelah rombongan cabut, saya pun extend untuk menikmati Maldives dengan cara lain karena udah dua kali ke Maafushi. Selain jalan-jalan keliling Maafushi, tujuan utamanya adalah diving. Bagusnya @MaldivesHemat baru bikin paket diving bekerja sama dengan Arena Dive Club yang terletak di hotel yang sama tempat rombongan biasa menginap. Saya salut dengan bagaimana Rudi dan Pajay, pemilik @MaldivesHemat, menangani open trip. Semua paket sudah dicoba dulu berkali-kali untuk memastikan pelayanannya, bahkan mereka sampai ambil license diving dulu di sana!

Seperti biasa sebelum diving, saya ke kantornya untuk sewa alat dan ukur-ukur peralatan. Arena Dive Club ini baru aja buka Juli 2017, jadi peralatannya serba baru dengan merk ngetop. Roberto, bos dive center ini asal Italia yang sudah pernah punya bisnis dive operator di Sharm El Sheikh, Mesir. Dive Guide dan instrukturnya multinasional; ada Veronica asal Rusia, Jean asal Taiwan, Ahmed asal Mesir, dan Isa asal Maldives. Yang saya senang lagi, karena udah kurusan, sekarang saya muat sewa wetsuit ukuran orang normal! Ih, bangganya! Hehehe!

Hebatnya lagi – dan ini yang bikin kita kalah adalah kalau mau diving nggak perlu nunggu minimal jumlah orang. Mau sendiri juga tetap berangkat dengan harga per orang sama. Kapal mereka juga gede banget! Kapal dengan bentuk kapal tradisional Maldives ini bisa muat 20an orang bersama tangki-tangkinya yang dikali dua tanpa bersesakkan. Di depan dan atapnya ada deck untuk duduk-duduk atau berjemur, ada shower air tawar untuk bilas, ada toilet. Stafnya pun baik-baik banget, sampai megangin tangan pas jalan ke pinggir kapal untuk nyebur gaya giant step.

Tiga hari saya diving, dua kali di pagi hari mulai jam 8.00 dan satu kali di sore hari jam 14.30. Karena base-nya di Pulau Maafushi, maka lokasi diving di sekitar Kaafu Atol yang naik kapal maksimum 20 menit aja. Spot yang dekat bisa liat terumbu karang dan ikan-ikan karang, ada gua, ada shipwreck. Entah kenapa biota laut di sana ukurannya kok lebih gede gitu. Nudi branch segede tikus, surgeonfish dan anglefish aja lebih gede dari telapak tangan, mooray eel super gemuk dan berenang (bukan ngumpet), bahkan puffer fish ampe segede kepala!

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Spot yang jauh, terutama area antar pulau di Guraidoo Corner dan Kandooma Thila, ini yang bikin sedap. Diving di kedalaman sampai 35 meter, arusnya super kenceng, di situ lah ikan pelagis berada! Hiunya banyak banget (di pantai Maafushi aja banyak baby sharks, rupanya di sinilah ortu-ortunya berasal), ada grey reef shark, black tip shark, white tip shark. Saking arus kenceng, di satu spot kami terpaksa harus mengaitkan hook ke karang dan membiarkan gerombolan hiu lewat. Selain itu ada banyak penyu, barakuda, bumphead fish, dogtooth tuna, giant trevally, eagle ray, stingray. Ahh, gilaaaa mantapnyaa!! Satu lagi temuan, setelah kurusan ternyata napas saya jadi irit. Setiap kelar diving, masih ada sisa 100 bar oksigen! Sampai rombongan diver bule komen, “Are you a fish?” #bangga

A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on

Saya masih punya seharian untuk dihabiskan sebelum terbang pulang jam 9 malam. @MaldivesHemat menyarankan untuk ikut excursion snorkeling trip ke Shark Bay atau liat whaleshark. Karena pernah liat whaleshark, saya memutuskan untuk ke Shark Bay. Mereka pernah ikutan dan katanya banyak banget nurse sharks. Tapi namanya juga alam, sialnya saya nggak ketemu satupun hiu. Yang ada adalah gerombolan ikan giant trevally segede bayi! Serius! Ntar deh kalau videonya jadi, saya share di YouTube TheNakedTraveler. Abis itu kami lunch di Pulau Fulidhoo yang bagusnya kebangetan sampai mau nangis. Lalu berenang bersama lumba-lumba di lagoon – yang ternyata susah bener mendekat. Meski saya jago berenang, tetep kalah. #yaiyalah

Fulidhoo Island

Sorenya kami ke Male. Diajak ke toko suvenir termurah se-Male, namanya My Friends. Ternyata sebagian peserta ada yang nitip beliin oleh-oleh lagi. Lalu diajak keliling kota, ke alun-alun, ke Friday Mosque, minaret Munnaaru, ke rumah presiden Maldives yang masih gedean rumah di Pondok Indah, ke pasar, dan terakhir ke pelabuhan untuk melihat stingray banyak banget!

Seminggu di Maldives lewat begitu aja. Ya begitulah kalo kita sangat menikmati liburan. Kalau Anda mau ikut paket liburan hemat di Maldives atau mau diving, kontak aja maldives-hemat.com ya? Very recommended!


Salim sama Luis Figo, si gajah Sumatera

$
0
0

Ada yang ikut berpartisipasi dalam lomba lari Pertamina Eco Run 2018? Hasil penjualan tiket dari Anda (kalau ikut) dan ribuan pelari lainnya itu dimanfaatkan untuk pelestarian satwa Elang Bondol dan Gajah Sumatera lho! Donasi yang terkumpul lebih dari Rp 1 Miliar itu dibagi dua peruntukkannya: setengah untuk pelestarian Elang Bondol, setengah lagi untuk Gajah Sumatera. Pada 24 Januari 2019, Pertamina pun menyerahkan donasi untuk konservasi Gajah Sumatera kepada Balai Penelitian Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli. Dan saya beruntung jadi salah satu yang diundang untuk melihat konservasi gajah tersebut!

Rasanya baru saja saya kelar melihat harimau India, langsung dilanjut melihat gajah Sumatera. Sebagai pencinta satwa tentu saya senang sekali! Apalagi kunjungan ini bersama teman sendiri @MarischkaPrue yang udah lama nggak jalan bareng. Pagi itu kami pun terbang ke Medan, lalu berkendara menuju TBBM (Terminal Bahan Bakar Minyak) Pertamina di Pematang Siantar. Alasan Pertamina membantu konservasi gajah yang di Aek Nauli adalah karena letaknya dekat dengan TBBM ini sehingga turut memberdayakan masyarakat dan alam sekitarnya.

Saya dan Prue di TBBM Siantar

Konservasi gajah yang dinamai Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC) ini letaknya hampir sejam berkendara dari kota Pematang Siantar ke arah Parapat. Di kanan jalan raya terdapat bangunan bercat putih yang berisi Galeri informasi tentang gajah-gajah ANECC berserta foto-fotonya. Rupanya gajah-gajah di sini memang sudah didomestikasi atau yang sudah dijinakkan di berbagai Pusat Pelatihan Gajah di seluruh Indonesia.

Karena gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) statusnya satwa kritis terancam punah (critically endangered species), maka program domestikasi bermanfaat sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengawetan sumber genetik, peningkatan populasi, dan ekowisata gajah. Saat ini ada sekitar 500 ekor gajah jinak di Pusat Konservasi Gajah di Sumatera, Jawa, dan Bali dari sekitar 1800 ekor populasi gajah di Indonesia.

ANECC merupakan lembaga yang ditunjuk sebagai pemangku Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) dimana di dalamnya terdapat konservasi gajah sumatera. Mereka bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, dan Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation (Vesswic). Jadi memang konservasi gajah resmi pemerintah.

Di seberang Galeri, barulah tempat gajahnya tinggal. Dari gerbangnya kami harus berjalan kaki agak menanjak sekitar 700 meter untuk sampai ke pusat gajah. Di sepanjang jalan setapak yang dikelilingi hutan ini terdapat beberapa plang informasi edukatif mengenai gajah, seperti perbedaan gajah Afrika dan gajah Asia, dan Klasifikasi dan Morfologi Gajah Sumatera.

Lalu kami dipersilakan duduk sambil diperkenalkan kepada para gajah. Datanglah empat ekor gajah bersama para mahout (pawang gajah) masing-masing. Lucunya gajah-gajah itu bernama Luis Figo (berusia 12 tahun), Vini Alvionita (30), Esther Juwita (36), dan Siti (37). Kami pun mendengarkan kuliah tentang gajah dari Pak Ilham, mahout senior. Contohnya kuping gajah yang berisi banyak urat itu berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh gajah makanya sering dikibas-kibas supaya badannya dingin bak AC. Makanya juga kuping gajah Afrika lebih besar daripada gajah Asia karena di Afrika suhunya panas. Saya juga baru tahu bahwa gajah itu giginya hanya ada 4 gigi geraham saja, meski ukuran gerahamnya super besar tapi gajah adalah vegetarian. Sambil menerangkan, satu per satu gajah yang dipanggil “sayang” oleh Pak Ilham itu maju mengibaskan kupingnya atau membuka mulut untuk memperlihatkan giginya.

Gajah jinak ini memang sangat pintar dan menggemaskan. Mereka bisa disuruh berpose ala model, bermain bola, bahkan berhitung. Saya mengetes dengan memberi soal, “Delapan kurang dua sama dengan?” Eh si Esther datang dengan membawa papan bertuliskan angka enam! Saya juga sempat dikalungkan bunga oleh Luis Figo dan diajak salim. Wow, pinternya!

Saya lalu diajak berkeliling konservasi. Sore itu gajahnya sedang mandi. Sayang saya tidak bawa baju ganti karena rasanya pengen ikut nyebur aja mandi sama gajah. Setelah mandi, gajah dikasih makan. Makanannya sebak mobil! Maklum gajah itu sehari makan sebanyak 10% dari berat tubuhnya. Jadi kalau si Siti beratnya 2700 kg, maka dia butuh makan sebanyak 270 kg per hari! Minumnya aja perlu 30-40 liter per hari. Jadi siapa bilang jadi vegetarian itu bisa kurus? #eaaa

Tingkah polah empat gajah pintar tersebut tak lepas dari peran 10 mahout yang sehari-hari mendidik mereka dengan kasih sayang. Mahout bertugas merawat gajah, termasuk menjaga kenyamanan kandang, menjaga kesehatan gajah, dan memonitor reproduksi gajah. Jadi jangan harap Anda datang ke sini untuk menunggangi gajah keliling hutan karena gajah di sini bukan untuk wisata konvensional dan bertujuan komersil.

Dengan donasi Pertamina melalui program CSR Keanekaragaman Hayati ini membantu kekurangan biaya pemeliharan gajah seperti kebutuhan pakan gajah, suplemen gajah, obat-obatan, monitoring, galeri, dan lain lain. Semoga semua ini dapat menciptakan ekosistem alami untuk Gajah Sumatera berkembang biak dan dapat menjadi sarana edukasi.

Jadi Delegasi Konferensi Adventure Dunia

$
0
0

Dua tahun yang lalu dari hasil browsing di internet, saya menemukan sebuah organisasi bernama ATTA (Adventure Travel Trade Association). Asosiasi yang berbasis di Amerika Serikat dan beranggotakan 100 negara ini adalah kumpulan travel agent, tour operator, akomodasi, dan tourism board yang khusus bergerak di bidang adventure tourism. Susah menerjemahkannya, namun artinya kira-kira jenis pariwisata yang mengandalkan aktivitas fisik di alam bebas dengan memberdayakan sumber lokal. Jadi bukannya jalan-jalan shopping di kota atau leyeh-leyeh di pantai, melainkan melakukan aktivitas seperti white water rafting, hiking, mountain climbing. Tujuan asosiasi ini selain networking, juga edukasi, advokasi, konservasi, dan promosi agar tercipta pariwisata yang bertanggung jawab dan berkesinambungan. Sebagai pecinta alam, asosiasi ini “gue banget” kan?

Shannon Stowell , CEO ATTA (ketiga dari kanan) bersama para pejabat India

Setiap tahun ATTA mengadakan berbagai kegiatan seperti trade fair, konferensi, dan pelatihan yang selalu pindah-pindah di berbagai belahan dunia. Tentunya selalu di tempat-tempat non mainstream, seperti di Patagonia (Chile), Banff (Kanada), Pantanal (Brasil). Setiap kegiatan mereka selalu membuka lowongan bagi buyer, supplier, dan media untuk berpartisipasi. Bila aplikasi diterima, mereka akan menanggung semua biaya. Saya langsung ngiler dong! Maka setiap kali mereka buka aplikasi, saya selalu melamar sebagai media. Lamaran ini cukup ribet karena kita harus bisa menjual diri sedemikian rupa dan meyakinkan panitia apa yang akan kita kontribusikan. Dan selama dua tahun itu pula saya ditolak! Hiks.

Sampai akhirnya untuk acara AdventureNEXT di Bhopal, India, pada 3-5 Desember 2018 aplikasi saya diterima! Hore! Tanpa ba-bi-bu saya terima tawaran itu. Yang bikin tambah penasaran adalah konferensinya diadakan di Bhopal. Jika Anda seangkatan sama saya, nama “Bhopal” akan terdengar menyeramkan. Pada 1984 di Bhopal terjadi tragedi ledakan gas dahsyat dari sebuah pabrik pestisida yang menewaskan ribuan jiwa dan meracuni ratusan ribu korban lainnya. Bagaimana kota itu sekarang?

Konferensi selama tiga hari itu dibarengi dengan fam trip sebelum Hari-H yang dapat kami pilih dari 9 jenis trip yang disebut pre-adventure. Karena host-nya adalah Madhya Pradesh Tourism maka trip diadakan di sekitar provinsi itu. Saya memilih trip “Central India Wildlife Safari” karena tingkat kesulitannya paling rendah (1 dari 5) – maklum saya kan newbie. Setelah segalanya fix, eh nggak taunya datang lagi tawaran trip post-adventure ke provinsi lain di India. Saya memilih yang belum pernah yaitu “Walking Holiday in the Himalayas – Kullu Valley” di provinsi Himachal Pradesh dengan tingkat kesulitan terendah juga (2 dari 5). Meski kelihatannya mudah, tapi sungguh saya jiper dengan trip Himalaya ini!

Semua urusan per-booking-an dilakukan via email dari pengurus ATTA di Amerika dengan mengisi formulir online. Briefing sebelum keberangkatan dilakukan melalui webinar. Kami juga wajib mengunduh mobile app ATTA untuk mengetahui segala macam jadwal, lokasi, peta, serta nama setiap delegasi yang mana kita bisa saling mengirim chat. Setiap delegasi yang ingin meeting dengan calon rekanan bisnisnya harus mendaftarkan slot di Marketplace. Canggih deh pokoknya! Saya jadi ngintip siapa saja delegasi yang akan hadir. Wah, rupanya saya satu-satunya dari Indonesia!

MarketPlace

Singkat cerita, setelah pre-adventure berjalan dengan sukses, seluruh delegasi akhirnya berkumpul di Bhopal. Ternyata kotanya cantik dan hijau karena terletak di pinggir danau dan ditumbuhi banyak pepohonan – berbeda dengan kota-kota besar di India lainnya. Seluruh media menginap di Noor-Us-Sabah Palace, sementara acara konferensi diadakan di Minto Hall. Panitia telah menyiapkan shuttle bus dari hotel ke tempat acara yang berjarak sekitar 20 menit saja. Hari pertama kami disiapkan city tour Bhopal, namun saya skip karena terlalu lelah. Sorenya acara pembukaan diadakan di Tribal Museum sambil dihibur dengan tari-tarian tradisional India.

Tarian khas Madhya Pradesh

Selama dua hari penuh konferensi berlangsung. Sebagai media, saya wajib menghadiri press conference dan media peer-to-peer exchange, sisanya terserah memilih ikut acara apa. Di saat ini lah para buyer (travel agent luar negeri) bertransaksi bisnis dengan para supplier (tour operator lokal) di Marketplace – semacam trade fair yang dilakukan di puluhan meja dan terbatas 15 menit per pertemuan. Acara lain adalah berbagai seminar dan workshop keren oleh para ahli di bidangnya. Saya ikut beberapa di antaranya, seperti Defining Yourself: Branding in the Experience Age, Workshop: The Fine Art of Travel Photography, The Economic of Wildlife Tourism in India, dan The Keys to Digital Marketing Success. Di antaranya tentu ada coffee break dan makan siang, lalu diakhiri dengan makan malam sambil mimi-mimi alkohol.

Saya banyak mendapat pelajaran berharga dari event ini. Pertama, sungguh menyenangkan bertemu dengan like-minded people atau orang-orang yang memiliki gagasan, pendapat, dan minat yang sama. Semua sudah pernah ke puluhan negara, semua suka adventure, dan kalo ngobrol sangat nyambung. Awalnya memang saya agak kikuk tiba-tiba diceburkan ke kumpulan orang asing yang tidak kenal dan harus mingle sana-sini, tapi lama-lama langsung kompak gitu aja. Saya aja jadi belajar dari mereka, mulai dari soal industri pariwisata, cara membangun bisnis, sampai survival tips. Saya yang selalu menganggap diri “wis tuwek” jadi malu sendiri melihat mereka yang meski manula namun adventure tetap jalan terus!

ATTA members and Kanha Earth Lodge staffs

Kedua, India sangat maju dalam adventure tourism dibandingkan Indonesia. Pariwisata India tidak semata mengandalkan cultural tourism yang menjual budaya, bangunan bersejarah, atau tempat suci, tapi sudah bergerak ke arah aktivitas adventure di alam bebas seperti mountain biking, skiing, paragliding, wildlife safari, dan motorcycle tour. Bahkan ada organisasi khususnya yaitu ATOAI (Adventure Tour Operators Assosication of India) yang membantu anggotanya beroperasi di 7 benua dunia dan bermisi menjadikan India sebagai destinasi adventure terbesar di dunia yang bisa dilakukan 365 hari setahun. Hebat kan?

Kebayang tuh orang Eropa dan Amerika yang “alam banget” pasti doyan banget berwisata adventure. Pengeluaran mereka tentu lebih banyak daripada turis biasa karena harus modal membayar tour operator yang spesifik mengorganisasikan aktivitas alam. Mengapa Indonesia belum mengambil segmen ini ya? Padahal Indonesia kurang adventure apa coba?

Hampir Semaput di Himalaya

$
0
0

Sebagai bagian dari rangkaian AdventureNEXT di India (baca di blog saya di sini), para delegasi dipersilakan memilih salah satu dari 8 jenis post-adventure trip. Namanya juga acara adventure, maka aktivitas tripnya bervariasi mulai dari ziplining, white water rafting, sampai mountain biking. Saya akhirnya memilih “Walking Holiday in the Himalayas – Kullu Valley” oleh Banjara Camps karena tingkat kesulitannya paling rendah, yaitu 2 dari 5. Jangan membayangkan Himalaya itu adalah Mount Everest tapi ini hanya di sebagian kecil pegunungan Himalaya, tepatnya di propinsi Himachal Pradesh di India. Namun trip ini periodenya paling panjang, yaitu satu minggu penuh pada 6-13 Desember 2018.

Terus terang saya langsung jiper! Walking Holiday memang artinya liburan sambil jalan kaki, tapi ini di Himalaya! Artinya, jalan kaki di ketinggian ribuan meter di atas permukaan laut. Nggak mungkin banget jalannya rata, bukan? Aktivitas ini sih lebih tepat disebut hiking, atau malah trekking. Dan dilakukan dalam seminggu? Omaigat! Pada musim winter yang bersalju pula! Brrrrr! Tambah jiper lagi ini grup internasional. You know lah bule kalo jalan kan ngacir bener, apalagi kalau hiking. Secara jangkung, selangkah dia adalah dua langkah kita. Saya hanya bisa berharap teman segrup nanti ada yang jalannya lebih lambat daripada saya.

Singkat cerita, kami semua bertemu di stasiun kereta api New Delhi. Ternyata doa saya terkabul. Segrup isinya cuman bertiga, yaitu saya, seorang cewek India yang anak gunung garis keras, dan seorang kakek Amerika berusia 67 tahun! Guide kami adalah Rajesh, pria India setinggi 190 cm, besar bak beruang dan merupakan pemilik Banjara Camps yang mengorganisasikan trip ini. Kombinasi yang aneh bukan?

The Team: Rajesh, me, Archana, Tom

Kami naik kereta dengan jurusan Delhi-Chandigargh selama 3 jam. Dilanjutkan dengan naik mobil yang disupiri oleh Rajesh menuju Thanedhar dengan jalan yang berliku-liku menyusuri lereng pegunungan. Kami melalui Shimla, tempat syuting film India terkenal berjudul “3 Idiots” yang ternyata ramenya minta ampun. Menjelang malam akhirnya tiba di Banjara Orchard Retreat dan kami tinggal di kabin kayu yang menghadap lembah dengan kedalaman 2.000 meter!

View from my cabin’s window

Besoknya, jalan-jalan eh pendakian pertama dimulai. Entah berada di ketinggian berapa, yang jelas vegetasinya didominasi oleh pohon pinus khas dataran tinggi. Awalnya masih jalan setapak yang agak menanjak, dengan pedenya saya jalan sambil siul-siul karena pemandangannya memang indah. Di antara pepohonan pinus tersebut, menjulanglah pegunungan dengan puncak bersalju: Himalaya! Lama-lama kami masuk ke hutan dengan pepohonan yang semakin rapat dan agak gelap, yang semakin menanjak curam dan bikin ngos-ngosan. Baru sadar bahwa si cewek India yang tadinya di depan saya sudah tidak terlihat, begitu pula si aki bule di belakang saya juga tidak terlihat. Buset, jarak kami satu sama lain begitu jauh! Saya terus melangkah menanjak sambil menyumpah serapah dalam hati, “Ngapain juga gue ikut beginian? Capek, tauk!” Keringat berkucuran dari kening dan punggung basah sehingga saya membuka jaket terluar.

Tau-tau di depan terpampang hamparan salju! Dasar norak, saya langsung pegang-pegang es dan menunggu si aki supaya ada yang motoin. Maklum #anakmedsos! Si aki akhirnya datang dan dengan suksesnya kepleset sampai terjerembap! Ouch! Singkat cerita, kami berjalan sambil mengsle-mengsle di atas es, di atas pasir, terus menanjak ke atas sampai… eh kok ada jalan beraspal? 1 km dari situ sampailah kami pada plang bertuliskan “Hatu Peak at 3,352 m” dan di atasnya ada kuil! Lah, ngapain juga capek-capek hiking berjam-jam kalau bisa naik mobil sampai ke atas sini?! Rajesh tertawa, “Lha kan kita walking tour, bukan car tour!” Sial. Eh, tapi bangga deng karena saya berhasil menyelesaikan pendakian hari itu.

Dari Thanedhar kami berkendara seharian ke Sojha melalui lereng pegunungan Himalaya. Karena semobil isinya hanya kami berempat, maka kami santai aja kalau mau berhenti untuk berfoto. Namun si aki yang ternyata penderita diabetes itu paling sering minta berhenti untuk buang air kecil di pinggir jalan. Duh, kalau saya diberkahi umur 67 tahun, mana mau saya ikutan trip hiking begini! Sore hari kami tiba di Banjara Retreat and Cottage yang berada di Lembah Seraj dan mengadap Pir Panjal Range – pegunungan bersalju yang merupakan bagian Inner Himalaya yang memanjang sampai Kashmir. Cuacanya dingin! Saya sampai menggigil dan keluar asap dari mulut kayak di AC Milan.

Pendakian selanjutnya dimulai dari Jalori Pass dengan ketinggian 3.120 meter. Wah, hampir sama tingginya dengan puncak Gunung Lawu – gunung tertinggi yang pernah saya daki 20 kg yang lalu! Si aki yang masih trauma dengan pendakian kemarin memutuskan untuk tidak ikut. Waduh, saya bakal jadi buntut sendirian ini! Kami memasuki hutan dengan jalan setapak yang agak menanjak. Di beberapa bagian tanahnya tertutup salju tapi saya sudah tidak peduli karena takut ketinggalan mengingat si cewek India sudah tidak kelihatan. Ternyata setelah itu jalannya sangat terjal sampai berkali-kali saya minta ampun tolong Rajesh untuk menarik tubuh saya. Hampir saya menyerah tapi saat keluar dari hutan Ek, terhamparlah padang rumput. This is it! Saya langsung merebahkan badan saking leganya.

“Kita belum selesai!” kata Rajesh. HAH? Dia menunjuk satu titik di puncak bukit yang katanya ada Benteng Raghupur. Buset, berarti masih jauh banget! Saya pun lanjut berjalan dengan misuh-misuh kesal. Tak lama kemudian muka bete saya berubah menjadi hepi karena pemandangannya sungguh spektakuler. Kami berada di puncak yang menghadap Lembah Tirthan dengan pemandangan 360° pegunungan bersalju Himalaya, Dhauladhar, dan Kinnaur yang berlapis-lapis! Ini tempat tinggi sekali, burung elang saja terbang di bawah kami! Di ujung tebing, salju menghampar dengan indahnya. Kami pun asyik berfoto dan saya menolak meneruskan ke benteng karena untuk mencapainya berarti kami harus turun lembah untuk naik lagi.

Karena kecapekan, paginya kami hanya jalan kaki di sekitar kampung saja – itupun si aki jatuh terjerembap lagi! Rencana menginap dua malam di Sojha dibatalkan karena kami semua kedinginan. Kami pun pindah ke Sonaugi yang “hanya” berada di ketinggian 1.920 mdpl. Untuk mencapai ke sana, kami harus berkendara dua ribuan meter turun ke dasar dulu, menyebrangi sungai, baru naik lereng gunung lagi. Penginapan terakhir trip kami adalah di Sonaugi Homestead yang paling baru dibangun dan paling cantik. Pegunungan Himalaya yang bersalju itu paling jelas terlihat dari Kullu karena letaknya paling dekat ke penginapan. Suasana yang homey itu membuat kami bermalas-malasan saja kerjanya. Satu harian kami isi dengan jalan-jalan naik mobil ke Manali – destinasi turis paling populer dan makan pizza paling enak se-India.

Hiking terakhir di Sonaugi, Rajesh mengusulkan untuk ambil rute Janna Village Walk. Terdengar mudah macam jalan-jalan di kampung doang, tapi baru berjalan mendaki setengah jam saja si aki menyerah, diikuti si cewek India dengan alasan malas. Tinggal saya, Rajesh, seekor anjing bernama Lakshmi, dan seorang anak laki berusia 16 tahun yang bekerja di penginapan. Dua jam berjalan saya masih bertahan sampai akhirnya kami dihadapkan oleh bebatuan berundak yang dialiri air bak air terjun. Mulai dari situ saya ampun-ampun naiknya karena susah menjaga keseimbangan di batu dan lumpur yang licin, ditambah lagi hujan yang tiba-tiba turun! Kami memang akhirnya tiba di Desa Janna, tapi desa ini terletak di lereng pegunungan. Semua jalan berupa tangga bebatuan alami yang tak ada habisnya menanjak ke atas.

Come on! You can do it! Dikit lagi kok! Nanti di atas sana kita makan!” kata Rajesh menyemangati saya sambil menunjuk ujung desa yang berada jauh di atas – untuk melihatnya saja saya harus menengadahkan kepala! Omaigat! Kaki saya terasa sangat berat, jantung saya berdebum keras, keringat dingin mengucur, mental saya drop – saya hampir semaput! Saya berjalan sampai menangis karena frustasi! Tiba di puncak, berjalan 1 km lagi, tibalah kami di sebuah rumah makan di pinggir air terjun. Ajaibnya, seketika itu turunlah hujan salju! Ah, sungguh akhir yang bahagia!

Epilog:

Sungguh saya sangat bangga atas pencapaian ini. Setelah turun berat badan cukup signifikan, saya jadi lebih kuat hiking. Setahun yang lalu mana mau saya ikut trip beginian! Tapi saya jadi kepikiran: apakah karena saya gendut maka saya malas? Atau karena saya malas maka saya jadi gendut?

Kullu Valley, India

Hijaunya Pabrik Semen

$
0
0

Undangan menjadi pembicara tentang #MembangunKebaikan Melalui Media Sosial yang diselenggarakan di kampus UISI (Universitas Internasional Semen Indonesia) pada 11 April 2019 membuat saya menjejakkan kaki di Gresik untuk pertama kalinya. Wah, kampus ini keren banget karena gedungnya menempati bekas pabrik semen! Interiornya sangat Instagramable, terutama perpustakaannya yang kece (apalagi punya buku seri “The Naked Traveler”)! Setelah berkeliling saya tambah penasaran dan minta diajak jalan-jalan ke pabrik benerannya.

Salah satu sudut kampus UISI

Gresik terkenal karena merupakan tempat pabrik semen pertama milik bangsa Indonesia sejak 1957 dan cikal bakal perusahaan semen terbesar di Indonesia. Selama ini saya tahunya “Semen Gresik”, namun ternyata sejak 2013 perusahaannya sudah berganti nama menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Anak perusahaannya antara lain Semen Padang, Semen Tonasa, Thang Long Cement Vietnam dan Solusi Bangun Indonesia (eks Holcim). Perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) ini kantor pusatnya memang di Gresik, tapi ternyata pabrik terbesarnya berlokasi di Tuban.

Saya juga baru tahu bahwa untuk membuat semen itu diperlukan bahan utama berupa batu kapur dan tanah liat. Kedua bahan tersebut diperoleh dari penambangan sumber daya alam. Penyatuan kedua bahan ini dilakukan di pabrik, makanya kedua tambang harus berada dekat satu sama lain. Sebagian dari Gresik yang hijau itu ternyata justru bekas tambang semen. Karena sudah non aktif, maka tambangnya pindah ke Tuban yang berjarak 2,5 jam berkendara dari Gresik.

Saya pun diajak jalan-jalan ke Arboretum (kebun botani) Bukit Daun. Disebut demikian karena kalau dilihat dari atas bentuknya seperti selembar daun. Kebun hijau yang asri seluas satu hektar ini berisi tanaman-tanaman langka, seperti pohon kurma, kawista, damar, gaharu, dan ulin. Di depannya terdapat Arboretum Bukit Herbal yang berisi koleksi tanaman obat, seperti merica, bawang dayak, lengkuas, jahe merah, kunir putih, dan kunir kuning. Ada juga Kebun Pangkas berupa pepohonan kayu putih. Angin sepoi-sepoi dan suara aneka burung liar menambah kenyamanan leyeh-leyeh di kebun.

“Dari 752 hektar keseluruhan lahan tambang, ada 200 hektar yang sudah direklamasi. Sisanya belum karena memang masih berfungsi jadi tambang kapur”, terang Pak Eko Purnomo, Kepala Seksi Reklamasi Lahan Pabrik Tuban. Praktik penambangan ramah lingkungan inilah yang ingin ditunjukkan Semen Indonesia kepada masyarakat umum.

Setiap sore taman tersebut ramai dikunjungi penduduk sekitar, mulai dari rombongan ibu-ibu yang doyan selfie sampai anak muda yang pacaran. Kadang datang juga rombongan anak sekolah yang belajar alam. Semuanya gratis masuk dengan jam buka pukul 15.00-17.00 pada Senin-Jumat dan pukul 08.00-17.00 pada Sabtu dan Minggu. Papan informasi tentang tanaman dan pentingnya penghijauan terpampang jelas sehingga semua orang dapat pengetahuan baru.

Dari Arboretum yang terletak di atas bukit tersebut terlihat dari kejauhan lahan berwarna putih bak pasir pantai. Ternyata itu lah tambang kapurnya (foto paling atas). Di sekelilingnya ditumbuhi hutan hijau yang menutupi lahan pabrik dan tambang. Pipa untuk mengangkut hasil tambang dan pabrik penghancur kapur hampir tidak terlihat karena tertutup pepohonan. Suaranya pun tidak berisik.

Nampang dulu ah di Arboretum 🙂

Pabrik identik dengan keluarnya debu dari cerobong raksasa, namun saya sama sekali tidak melihat ada debu sama sekali yang keluar dari pabrik Semen Indonesia di Tuban ini! “Kalau ada debu berarti ada yang ndak bener itu dan harus diperbaiki,” terang Pak Eko lagi.

Pabrik dikelilingi hutan

Tak jauh dari sana, saya diajak ke lahan penambangan tanah liat. Bayangan saya bakal kayak di kolam kotor berlumpur, nggak tahunya sangat hijau dan rapi! Jalan masuknya aja sangat rindang karena ditumbuhi pohon trembesi yang tinggi besar. Sore itu terlihat banyak pemuda lokal sedang memancing di kolam-kolam sekitar. Ternyata kolam-kolam itulah bekas tambang tanah liat!

Melimpahnya ikan di kolam menandakan bekas tambang sangatlah aman. Bekas tambang ini dalamnya sekitar 4-6 meter, airnya didapat murni dari air hujan. Air itu pulalah yang dibuat irigasi untuk mengairi persawahan sekitar. Tadinya sawah panen hanya sekali setahun jadi bisa tiga kali setahun berkat aliran air dari embung. Selain itu terdapat juga kebun bibit dan peternakan yang nantinya akan dikembangkan menjadi lahan edu-wisata.  

Kunjungan ke lahan pabrik dan tambang Semen Indonesia di Tuban hari itu sungguh menambah wawasan dan pengetahuan saya. Cocok deh dengan prinsipnya #MembangunKekuatan #MemajukanIndonesia. Salut!

Cantiknya Bosnia & Herzegovina!

$
0
0

Heh? Di mana itu? Bukannya lagi perang?

Negara Bosnia dan Herzegovina (iya, namanya dua gitu, pakai kata “dan” pula) terletak di semenanjung Balkan, Eropa Selatan tapi di Timur. Perangnya sudah lama berakhir. Lebih dari 20 tahun yang lalu. Kalau Anda masih ingat perang Bosnia, berarti Anda cukup tuwir kayak saya.

Sejarah tentang negara ini sangat menarik. Presidennya aja ada tiga! Kapan-kapan saya tulisin di blog ini deh. Sementara ini, saya kasih gambaran dulu tentang destinasi pariwisatanya yang keren-keren dan itinerary-nya selama seminggu.

Sarajevo

Sarajevo (dibaca: Sarayevo) adalah ibu kota Bosnia & Herzegovina. Jalan-jalan langsung aja ke kota tuanya, dimulai dari Bašcaršija yang dibangun abad ke-15. Sepanjang jalan ada restoran, kafe, toko suvenir dan cowok-cowok Bosnia yang kece-kece. Di sana memang tempat to see and to be seen. Uniknya dalam satu area berdekatan ada mesjid, gereja Katholik, gereja Orthodox dan sinagog. Jangan lupa ke Vijecnica (City Hall) yang bangunan dan interiornya paling cantik. Di dalamnya ada museum sejarah kota Sarajevo. Berjarak 100 meter terdapat Latin Bridge tempat pembunuhan Franz Ferdinand yang menyebabkan Perang Dunia I.

Yang membanggakan adalah berkunjung ke Mesjid Istiqlal. Namanya memang sama dengan yang ada di Jakarta karena mesjid di Sarajevo ini memang diberikan oleh bangsa Indonesia kepada masyarakat Bosnia pada 2001 sebagai simbol solidaritas dan persahabatan antarnegara.

Melihat Sarajevo dari atas bisa naik cable car menuju Trebevic yang berada di ketinggian 1,627 meter. Saat saya ke sana pada April 2019, masih tertutup salju. Berjalan kaki untuk makan siang di Pino Nature Hotel yang keren itu jadi agak kesulitan karena super licin esnya. Kalau mau night life ala anak muda Bosnia (yang mayoritas Muslim dan tidak minum alkohol), masuk aja ke shisha bar di mana aja. Musiknya hingar bingar tapi nggak ada yang joget, cuman duduk mengisap shisha sambil goyang-goyang kepala.

Cable Car menuju Trebevic

Travnik

Bekas ibu kota Bosnia pada 1699-1850 ini berjarak 1,5 jam dari Sarajevo. Banyak bangunan peninggalan sejarah zaman Ottoman, seperti rumah, mesjid, dan clock tower. Naik deh ke bentengnya yang berada di puncak bukit agar dapat melihat cantiknya kota medieval dari atas. Sebagai penulis, paling berkesan ketika saya berkunjung ke rumahnya Ivo Andric. Dia adalah penulis Yugoslavia pemenang Nobel di bidang sastra pada 1961. Rumah kelahirannya di Travnik dijadikan museum memorial yang berisi sejarah hidup dan buku-buku karyanya.

Jajce

Di tengah perjalanan antara Travnik dan Bihac, mampirlah ke Kota Jajce yang terhimpit pegunungan. Air terjunnya setinggi 22 meter dan berarir warna emerald green dengan latar belakang rumah-rumah Bosnia ini cantik banget! Tak jauh dari situ terdapat Mlincici – water mills yang dibangun pada masa Austro-Hungarian (1867-1918) ini berbentuk rumah-rumah kayu yang air sungainya menggerakkan mesin penggiling gandum. Jangan lupa ngopi-ngopi di pinggir Danau Pliva yang berair biru dengan latar belakang pegunungan bersalju. Duh, cantiknya!

Bihac

Dari Jajce, makan siang lah di Etno Village Cardaklije yang merupakan kompleks perumahan khas pedesaan Bosnia abad ke-19 di tengah ladang dan hutan. Makanannya tradisional Bosnia yang menggunakan bahan-bahan alami diproduksi sendiri dari peternakannya, seperti roti, daging, dan keju. Minuman alkohol (mengandung 40-50%) khasnya adalah Rakija yang terbuat dari buah plum atau pear. Beuh, nikmat!

Setengah jam berkendara dari situ wajib ke Una National Park yang terletak di perbatasan Kroasia. Jalan masuknya yang masih tanah ini sudah memanjakan mata karena berada di sepanjang sungai yang berair biru! Langsung aja menuju Štrbacki buk – air terjun megah setinggi 25 meter yang bertingkat-tingkat. Widih cantiknya!

Di Kota Bihac, menginaplah di Hotel Opal Exclusive karena terletak persis di tepi Sungai Una yang berair biru. Semua jendela kamar yang berbalkon menghadap sungai cantik ini. Bela-belain deh bangun pagi untuk melihat sunrise yang magis. Pilihan lain adalah Hotel Natura Art yang terletak di Una National Park. Model bangunannya dibuat tradisional, tapi yang bikin nganga adalah lahannya yang luas di tepi Sungai Una yang airnya biru dan dikelilingi hutan – nikmat banget untuk leyeh-leyeh! Sungainya pun bisa direnangi dan untuk white water rafting.

Banja Luka

Ibu kota Republik Sprska yang didominasi etnis Serbia ini cantik juga. Sungai Vrbas yang berwarna biru membelah kotanya. Di tepinya banyak penduduk memancing dan berjemur saking bersihnya. Makan siang aja di restoran Kazamat yang terletak di dalam Kastel Fortress sambil melihat pemandangan kotanya. Oh iya, pesan makanan namanya Teletina ispod saca – daging sapi muda yang dimasak secara tradisional di bawah tutup logam panas. Gila enaknya!

Lalu jalan kaki aja di sekitar Kota Tua, seperti ke Katedral Saint Bonaventure, Gereja Orthodox Christ the Saviour, Banski Dvor (Governor’s Palace), dan Mesjid Ferhat Pasha. Yang paling menarik adalah Museum Republic of Srpska yang berisi sejarah dari zaman batu sampai perang Bosnia. Tapi yang mengerikan adalah display horor tentang Ustaše concentration camps yang dijuluki “Auschwitz-nya Balkan” karena korban pembunuhannya sampai ratusan ribu orang dengan cara yang mengerikan seperti kepala yang digergaji dan manusia yang direbus! Keluar dari situ saya langsung mual!

Mostar

Kota yang paling ramai dikunjungi turis adalah Mostar yang merupakan pusat administrasi Herzegovina. Dari Sarajevo memakan waktu sekitar 2 jam berkendara. Pemandangan di sepanjang jalan luar biasa keren dengan sungainya yang berwarna turqoise dan pegunungan berlapis-lapis. Kotanya sendiri cantik. Berpusat di jembatan Stari Most yang ikonik dan termasuk ke dalam UNESCO World Heritage Site.

Sekitar sejam berkendara ke arah selatan dari Mostar, wajib ke Kravice Waterfall. Air terjunnya yang lebar cantik banget dengan air yang kebiruan! Bagi pemeluk agama Katholik, wajib ke Medugordje yang terletak tak jauh dari air terjun. Di sana tempat penampakan Bunda Maria pada enam orang anak desa situ. Tak heran saat ini Medugordje merupakan tempat religius nomor tiga yang paling banyak dikunjungi turis di Eropa setelah Lourdes di Prancis dan Fatima di Portugal.

Masih di sekitaran situ, mampir lah di Pocitelj. Kota sejak abad ke-15 yang berada di lereng bukit karst di tepi Sungai Naretva ini cantik banget. Lalu sempatkan makan siang di Blagaj, tepatnya di restoran Etno House di tepi Sungai Buna. Ikan trout-nya juara kelas enaknya! Wajib berkunjung ke Blagaj Tekke – rumah sufi berusia 600 tahun yang cantik terletak di bawah tebing batu dan tepi sungai biru.

Tips

  • Bagi pemegang paspor Indonesia, ke Bosnia visanya gratis asal memiliki visa multiple entry Schengen atau AS yang masih berlaku. Kalau dua-duanya tidak punya, bisa apply ke Embassy Bosnia & Herzegovina di Menara Imperium, Jakarta.
  • Terbang ke Sarajevo dari Jakarta atau Bali paling efisien naik 5-star airlines Qatar Airways dengan transit di Doha. Kalau punya bujet lebih, cobain deh Business Class-nya yang super keren dan dapat piyama paling nyaman sedunia. Enaknya lagi, bisa nunggu di Al Mourjan Lounge yang menurut saya lounge bandara terbagus di dunia. FYI, sekarang Qatar sudah bebas visa jadi kita bisa keluar jalan-jalan dulu di Doha. Kalau nggak mau ribet, bisa pesan transit tour dari website Qatar Airways atau klik di sini. Selain city tour, saran saya ke gurun pasirnya putih yang keren di tepi pantai biru menghadap Arab Saudi.

Travel Language Wristband

$
0
0

Pernah nggak kalian traveling ke negara yang tidak mengerti bahasanya? Senegara jarang ada yang ngerti bahasa Inggris, belum lagi tulisannya keriting sampai bikin pusing? Mau nanya toilet di mana nggak ngerti, mau ke bandara nggak ngerti, mau nanya WiFi nggak ngerti juga. Pfft!

Coba deh pake “Travel Language Wristband” seperti di foto ini. Membantu banget untuk berkomunikasi di negara yang ribet bahasanya. Karena internet belum tentu selalu ada dan ponsel belum tentu selalu nyala, jadi dengan pakai gelang ini niscaya perjalanan lancar!

Nonton deh video tutorialnya supaya ngerti cara penggunaannya:

Saya sendiri udah pake gelang kayak gini sejak perjalanan setahun keliling dunia ke 21 negara yang tidak berbahasa Inggris (baca deh di buku “The Naked Traveler: Round-the-World Trip”). Simbolnya dimengerti secara universal jadi lancar. Dipakai pun bikin tambah kece!

Kabar gembira, sekarang kalian bisa mendapatkan “Travel Language Wristband” ini di http://tokopedia.com/tnt-travelstore seharga Rp 49.000 aja (belum termasuk ongkos kirim)!

Berbahan karet yang nyaman di kulit, gambar emboss, lebar 1,75 cm X panjang 21.75 cm, ada 2 kancing adjustable untuk cewek dan cowok, tersedia warna putih, hitam, dan biru muda. 100% proudly made in Indonesia designed by me.

Buruan cus karena persediaan terbatas!

Happy travels!

Anggapan vs Kenyataan tentang Pakistan

$
0
0

Setelah saya traveling ke 90 negara, fix Pakistan jadi negara yang paling cantik alamnya! Sayangnya masih banyak keraguan untuk datang ke sana karena banyaknya anggapan negatif tentang Pakistan. Makanya saya senang traveling, salah satunya karena ingin membuktikan sendiri apakah anggapan orang terhadap sesuatu itu benar atau tidak.

Tulisan ini saya buat berdasarkan polling di media sosial tentang apa yang ingin Anda ketahui atau khawatirkan tentang Pakistan yang dirangkum sebagai berikut;

  1. Negara sedang berperang?

Pakistan merdeka dari Inggris sejak 1947 dan setelah konsitusinya berubah ia menjadi Republik Islam Pakistan sejak 1956. Sejak pemisahan Pakistan-India pada 1947 menjadikan kedua negara bersitegang sampai saat ini. Sumber utama konfliknya adalah isu teritorial Kashmir: India dengan Jammu dan Kashmir, sementara Pakistan dengan Gilgit-Baltistan dan Azad Kashmir – mereka saling mengklaim wilayah semua itu milik salah satu negara. Kalau Anda ke wilayah tersebut, isu antarnegara ini sangat sensitif jadi jangan sampai terlontar ya?
Saya sendiri sempat deg-degan ketika tiket pesawat Jakarta-Bangkok-Lahore dibatalkan karena airspace masih ditutup akibat Pakistan-India lagi bertegangan tinggi sejak insiden pada 26 Februari 2019. Terpaksa lah ganti tiket dengan rute yang muter jauh jadi Jakarta-Doha-Lahore karena pesawat tidak boleh melewati udara India kalau mau mendarat di Pakistan, dan sebaliknya.

2. Negara miskin?

Kalau berdasarkan GDP per capita, Pakistan memang masih di bawah Indonesia dan India, tapi saya sih nggak pernah melihat orang miskin sampai tidur di jalan atau di rumah kardus. Aura kemiskinan sebuah negara itu terasa ketika saya ke Nepal misalnya, tapi di Pakistan nggak begitu. Tidak pernah lihat orang minta-minta, ataupun agresif memaksakan sesuatu.

3. Tidak aman berwisata?

Ini tergantung ke mana sih, makanya perlu riset yang benar. Pakistan itu sangat luas, kira-kira seluas negara Prancis. Masalahnya, di barat Pakistan itu berbatasan dengan Afghanistan yang sedang bergejolak jadi kadang tetangganya kena. Sementara keberadaan kelompok ekstrimis fundamentalis yang doyan ngebom jadi masalah besar di seluruh dunia, ada juga di Pakistan (seperti juga di Indonesia).
Jadi ke mana dong? Kalau lihat peta Pakistan, bagi dua aja. Yang di kanan mulai dari propinsi Sindh di selatan sampai ke propinsi Gilgit-Baltistan (GB) di utara sih aman. Yang di kiri ada propinsi Balochistan itu yang saat ini harus dihindari. Sementara di propinsi Khyber Pakhtunkhwa (KPK) harus hati-hati – yang aman itu mulai dari Chitral ke timurnya. KPK ini lah wilayah tempat Malala pemenang Nobel perdamaian itu berasal. Karena Taliban melarang wanita bersekolah makanya dia melawan. Kebayang kan gimana suasananya di sana?
Saran saya, fokuslah untuk berwisata di GB karena alamnya paling kece sehingga paling banyak didatangi turis lokal dan asing. Yang paling oke, di GB itu crime rate-nya nol saking amannya! Makanya rute saya masuk dari Lahore, ke Islamabad, terbang ke Skardu, lalu keliling GB naik mobil sampai balik lagi ke Islamabad. Pulangnya lewat KPK sih, malah sempat menginap di Kota Besham, tapi Puji Tuhan aman-aman aja.
Dari hasil riset online, secara garis besar wilayah yang aman digambarkan pada peta ini:

Sumber: smartraveller.gov.au

4. Ke mana-mana harus dikawal tentara?

Nggak tuh! Kalau ke Gilgit-Baltistan (GB), tentara memang kelihatan banyak. Itu karena wilayah tersebut berbatasan dengan India, Cina, dan Afghanistan. Kedua, GB itu masih daerah dispute antara Pakistan dan India. Ketiga, tentara memang berkuasa di seluruh Pakistan – bukan cuman menjaga keamanan tapi mereka juga punya banyak perusahaan, mulai dari sekolah, rumah sakit, sampai konstruksi jalan dan provider seluler.
Sebagai turis asing yang masuk ke GB, kita wajib mendaftarkan diri di bandara atau di perbatasan darat dengan mengisi nama, paspor, nomor visa, tujuan, dan penginapan pada sebuah kartu. Jangan sampai hilang karena akan dicek lagi pas keluar GB. Ketika melewati perbatasan antar district ada check point di mana kita harus lapor diri. Untung guide saya pinter, dia sudah mem-print di kertas-kertas kecil berisi informasi tentang saya jadi tinggal dikasih lewat jendela tanpa harus menulis di buku besarnya – sangat menghemat waktu!

5. Wanita harus pakai jilbab?

Sama sekali tidak! Tidak seperti Iran dan Arab Saudi yang mewajibkan semua wanita memakai baju serba tertutup, di Pakistan bebas! Wanita Pakistan kebanyakan memang masih memakai baju tradisional yang disebut shalwar kameez berupa celana panjang, blus tunik, dan kerudung yang ditaro gitu aja di kepala dan kelihatan rambutnya. Di kota besar sih mereka berbaju biasa aja pake jeans dan t-shirt. Cuman demi menghormati, saya sih selalu pakai celana panjang dan baju berlengan. Hanya kalau masuk ke dalam mesjid aja saya pake baju berlengan panjang dan kerudung. Eh kalau kalian cowok, plis jangan juga pakai celana pendek dan kaos yukensi demi menghormati pria Pakistan yang sebagian besar berpakaian tradisional berupa blus tunik dan celana panjang. Saya sendiri anti memakai pakaian ala lokal ketika traveling. Lagipula, biar kita mau pake baju lokal kayak apapun udah pasti ketahuan kita bukan orang lokal kok! Jadi nggak usah sok-sokan biar blend in, ngaku aja cuman buat foto di medsos kan? Huehehe!

6. Visanya susah?

Meski saya keburu pergi ke Pakistan melalui proses apply visa di Kedutaan Pakistan di Jakarta, namun pas saya di sana Pakistan telah memberikan kemudahan berupa e-visa kepada 179 negara dan Visa on Arrival kepada 50 negara di dunia! Pemegang paspor Indonesia gimana dong? Termasuk, shay! Horee! Coba aja di https://visa.nadra.gov.pk/ Kalau butuh informasi lebih lanjut, silakan tanya langsung ke Kedutaan Pakistan di http://www.pakembjakarta.org/

7. Traveling di Pakistan itu susah?

Traveling ke Pakistan itu tidak untuk semua orang sih, apalagi untuk liburan keluarga bawa anak-anak. Bukannya soal keamanan, tapi fasilitas dan infrastruktur memang masih kurang. Listrik sering mati senegara, internet lambat bahkan sering nggak ada, jalan banyak yang rusak berat, dan tidak semua berbahasa Inggris. Perlu diketahui, provider seluler Indonesia saya nggak nyala di Pakistan dan kartu debit bank terbesar Indonesia pun tidak bisa buat ambil duit di ATM manapun di Pakistan.
Kalau Anda muda, kuat, dan punya banyak waktu, silakan menggunakan kendaraan umum ke mana-mana. Saya sih traveling sendiri dan cuma punya 2 minggu. Lalu penginnya memaksimalkan waktu di Gilgit-Baltistan yang bergunung-gunung sehingga bagusnya ditempuh dengan cara road trip, jadi saya pakai mobil dan guide lokal pribadi yang oke banget. Kalau perlu rekomendasi, silakan japri aja dengan syarat jangan nawar gila-gilaan ya?
Namun semuanya itu akan terbayar dengan keindahan alamnya, keramahan orang-orangnya (sampai bikin mewek saking baiknya), serta budaya dan sejarah yang sangat menarik!
Tulisan selanjutnya nantikan di blog ini ya?


Jalan-jalan ke mana di Pakistan?

$
0
0

Jalan-jalan di Pakistan? Emang bisa? Bisa banget! Tapi sebelumnya, baca ini dulu deh supaya ada gambaran. Karena tidak banyak informasi tentang pariwisata di negara ini, maka saya bikin daftar saja ya?

Islamabad

Mendengar nama negara Pakistan, mungkin kita akan membayangkan ibukotanya awut-awutan. Tapi jangan salah, Islamabad ternyata benar-benar berbeda! Kotanya luas, modern, dan sangat hijau. Pakistan memang sengaja memindahkan ibukotanya dari Karachi yang sudah sumpek ke Islamabad yang dibangun khusus. Jadilah Islamabad sebagai ibu kota administratif di mana pusat pemerintahan dan kedutaan besar berada, sementara Karachi lebih sebagai ibu kota finansial tempat pusat bisnis. By the way, Islamabad itu artinya “kota Islam”. Abad dari bahasa Urdu ini artinya adalah “kota”, jadi lumrah di Pakistan bila ada nama kota berakhiran “abad”, misalnya Abbottabad dan Eminabad.

Beberapa tempat yang wajib dikunjungi adalah;

Faisal Mosque – dinamai Fasial karena masjid ini sumbangan Raja Faisal dari Arab Saudi. Arsitekturnya unik karena mesjidnya bukan berbentuk kubah namun mirip tenda Bedouin. Bisa menampung 10.000 umat, mesjid ini pernah menjadi mesjid terbesar di dunia sampai tahun 1993. Mesjid besar berwarna putih terletak di bukit menjadikannya landmark Islamabad.

Pakistan Monument – Ini Monas-nya Pakistan, tapi bukan berbentuk menara melainkan empat kelopak bunga raksasa yang merepresentasikan keempat provinsi di Pakistan. Karena letaknya di ketinggian, monumen berwarna kemerahan ini dapat terlihat dari segala penjuru kota. Masih satu kompleks, terdapat museum bagus yang menggambarkan sejarah terbentuknya negara Pakistan. Jalan-jalan di sekitar taman Shakarparian juga nyaman dan bisa melihat kota dari atas bukit.

Lok Virsa Museum – Budaya Pakistan dengan beragam sukunya terpampang di museum etnologi yang luas ini. Menarik melihat pakaian-pakaian adatnya yang berwarna-warni, dongeng rakyat yang isinya kebanyakan tentang kisah cinta tidak disetujui, dan meski negara Islam namun pemberdayaan wanita itu baik sekali sampai ada display khusus tentang prestasi wanita Pakistan mulai dari penyanyi sampai pendaki gunung Everest.

Taxila – Sekitar sejam dari Islamabad, terdapat situs arkeologi yang sangat impresif. Reruntuhannya saja ada yang masih ada sejak abad ke-6 SM, pantas saja masuk ke dalam UNESCO World Heritage Site. Kota kuno ini saja disebut di kisah Mahabarata dan Ramayana di mana disebut sebagai kota indah yang ditemukan oleh Barata. Di kitab Jataka agama Buddha disebut bahwa Taxila adalah ibu kota Kerajaan Gandhara. Di sini lah universitas tertua di dunia berada, yaitu tempat pengajaran agama Buddha pada abad ke-1 yang reruntuhannya bisa kita lihat. Bahkan Tomas, murid Yesus, pernah berkhotbah di sana.

Lahore

Lahore, ibu kota provinsi Punjab, disebut sebagai ibu kota budaya di Pakistan, mungkin karena terdapat tiga situs yang termasuk UNESCO World Heritage Site. Mungkin juga karena kuliner yang enak berasal dari sini, atau karena orang-orangnya yang kece. Kota ini memang agak awut-awutan namun bangunannya yang banyak bekas peninggalan Inggris sehingga membuatnya cantik. Lahore pernah diduduki Kerajaan Mughal pada abad 16-18 yang bangunannya berada di dalam Walled City.

Nah, ini sebagaian tempat yang menarik untuk dikunjungi;

Lahore Fort – Kompleks benteng seluas lebih dari 20 hektar ini terdapat 21 bangunan. Yang paling bikin saya nganga adalah Sheesh Mahal atau “Palace of Mirrors” yang dibangun oleh Shah Jahan pada abad ke-16. Istana ini dibangun khusus untuk istrinya Mumtaz Mahal saking cintanya. Nah, Raja ini pula yang membangun Taj Mahal untuk makam istrinya. Ingat kan? Makamnya aja bagus, apalagi rumahnya! Temboknya terbuat dari marmer lalu dihiasi kaca kecil-kecil sampai ke langit-langitnya. Bangunan sebelahnya adalah Naulakha Pavilion, rumah musim panas sang istri yang tembok marmernya dihiasi bebatuan mulia. Bangunan lain juga cantik-cantik, seperti Alamgiri Gate dan Moti Masjid.

Lahore Museum – Menempati bangunan kemerahan bergaya arsitektur Indo-Mughal yang dibangun pada 1865, yang membuat terkenal karena berisi karya seni Buddha mulai dari zaman Indo-Greek dan Kerajaan Gandhara. Patung paling dicari pengunjung adalah The Fasting Buddha yang dibuat abad ke-2 SM. Ayahnya Rudyard Kipling, penulis Inggris yang terkenal itu, adalah kurator pertama di museum ini.

Wagah Border – Setiap sore sekitar jam 5, orang berbondong-bondong ke perbatasan Pakistan-India ini. Intinya “cuma” untuk menyaksikan upacara penurunan bendera, tapi serunya minta ampun! Di sisi Pakistan ada ratusan orang yang duduk di bangku berundak, di sisi India ada sekitar 3000 orang duduk di setengah stadion. Dimulai dengan parade baris-berbaris pasukan Pakistan yang tingginya semua hampir dua meter dengan mengangkat kaki setinggi mungkin, lalu para penonton meneriakkan yel-yel, “Allahu Akbar! Pakistan Zindabad!”, sampai akhirnya bertemu dengan pasukan India di pagar perbatasan untuk menurunkan bendera bersama. Sungguh lucu dan seru melihat perseteruan dan persatuan kedua negara ini!

Khewra Salt Mine – Tiga jam berkendara dari Lahore terdapat tambang garam yang sangat luas. Di sini lah garam hits ala SJW yang disebut “Himalayan Salt” berasal. Garam berwarna pink ini ditambang dari perut bumi sampai tujuh lantai ke bawah. Masuknya juga kudu naik kereta di kegelapan. Pemandangannya justru jadi cantik karena sebagian batunya dibentuk dan diberi lampu dari dalamnya. Di gua ini juga disediakan beberapa ruang untuk pengobatan asma karena dipercaya asma dapat disembuhkan dengan menghirup garam tambang. Herannya, orang lokal sendiri justru tidak memakai garam ini kecuali untuk hiasan lampu. Garam ini justru diekspor ke negara maju yang dibikin packaging keren, dikatakan lebih sehat daripada garam biasa, dan dihargai sangat mahal. Padahal sampai saat ini tidak ada bukti ilmiah bahwa garam tambang lebih sehat. Tambah nyesek ketika saya melihat bapak-bapak tua para pekerja tambang mengangkut bebatuan yang begitu beratnya. Aduh!

Katas Raj Temples – Tak jauh dari Khewra, terdapat candi Hindu yang disebut dalam kisah Mahabarata tempat para Pandawa pernah tinggal pada saat pengasingan mereka. Air di kolamnya yang suci dipercaya berasal dari air mata dewa Siwa yang menangis ketika istrinya, Sati, meninggal dunia.

(Bersambung)

Apa kabar Mr. X?

$
0
0

Masih ingat kisah Mr. X di buku The Naked Traveler 1? Judulnya “I’m just a lucky bastard!”, bisa dibaca di sini. Singkat cerita, dia adalah seseorang di dunia maya yang tidak pernah bertemu sebelumnya tapi memberikan saya tiket pesawat gratis ke Amerika Serikat dan Puerto Rico pada 2001, setelah kejadian 911.

Di film Trinity, The Nekad Traveler yang tayang pada 2017, saya eh Maudy Ayunda tiba-tiba diberi tiket oleh seseorang yang tidak dikenal ke Maldives. Ya, dia lah Mr. X yang sama! Hanya saja demi kepentingan film, destinasinya pindah dari Amerika Serikat ke Maldives. Kalau penonton belum membaca buku The Naked Traveler tentu membingungkan. Tapi ini memang kisah nyata yang bikin sirik sejuta umat dan pasti akan bertanya, “Kenalin dong Mr. X!”

Jadi siapakah Mr. X? Ini saya ingatkan lagi deskripsinya yang dikutip dari buku The Naked Traveler 1: “Dia seorang lelaki berusia 36 tahun, seorang Indonesia yang sudah tinggal di Amerika selama 15 tahun”. Kita semua pasti beranggapan dia tajir abis karena kok enteng banget ngasih-ngasih tiket gratis, ke orang nggak kenal pula! Iya, saya juga beranggapan begitu. Saya aja masih penasaran kenapa dia mau-maunya ngasih tiket ke saya, padahal kenal juga kagak.

Well, begini kisah selanjutnya…

Setahun setelah perjalanan saya ke Amerika Serikat yang dibayari tiketnya sama Mr. X, akhirnya saya bertemu langsung dengannya! Waktu itu Mr. X ada urusan bisnis ke Jakarta, jadilah saya janjian ketemu di sebuah restoran di mal. Saya geret sahabat saya si Sri yang karena ingin menemui dialah saya ke Dallas dibayarin Mr. X.

Mr. X ternyata adalah seorang pria yang bersahaja. Saya langsung tahu dia WNI keturunan Tionghoa karena matanya sipit dan kulitnya cerah. Perawakannya biasa saja, tingginya sekitar 170 cm dengan berat seimbang. Orangnya santai aja, bukan macam om-om serius yang punya bisnis banyak. Kami pun mengobrol santai. Mr. X sudah berkeluarga. Istri dan dua anaknya tinggal di California, Amerika Serikat. Dia bisnis ekspor impor barang dari Indonesia.

Saat itu karena saya akan berulang tahun dalam waktu dekat, Mr. X bertanya, “Wah, kamu mau kado apa?”

Saya jawab, “Now you know that I love traveling.”

“Bagaimana kalau saya kasih tiket lagi?”

“Serius? Wah, mau banget!”

“Kamu paling pengin traveling ke mana sekarang?”

“New Zealand.”

“Oke. Besok saya fax tiketmu ke kantor ya?”

“Ini beneran?”

“Masa saya bohong? Kan sudah terbukti kamu nyampe ke Amerika karena tiket dari saya!”

Deg. Rasanya saya langsung mau salto jumpalitan di dalam restoran itu! Ini orang gila benar! Dapat tiket ke Amerika Serikat dan Puerto Rico aja udah kebangetan beruntungnya saya, eh ini ditambah lagi ke New Zealand! Nggak tahu mau gimana lagi saya berterima kasih kepada Mr. X. Dia pun tidak meminta apa-apa.

Besoknya beneran saya dikirim tiket Jakarta-Auckland dan Christchurch-Jakarta naik maskapai bintang lima! Saya yang masih nggak percaya lalu menelepon maskapainya untuk mengecek kebenarannya. Dan lagi-lagi benar tiket itu atas nama saya! Singkat cerita, saya pun traveling bareng Sri dan Jade, kisah-kisah serunya juga ada di buku.

Fast forward beberapa tahun kemudian, saya bertemu lagi dengan Mr. X di Jakarta. Saya menemuinya di apartemennya di bilangan Senayan. Supaya nggak awkward, saya geret aja si Nina. Apartemennya ternyata supermewah. Lift-nya aja langsung terbuka ke pintu apartemennya!

Kami pun mengobrol ngalor-ngidul. Saya bercerita bahwa saya sudah nggak kerja kantoran lagi, tapi sudah jadi full time traveler dan freelance writer. Saya memberikan buku The Naked Traveler 1 kepada Mr. X sambil berkata, “I made a story out of you in this my very first book!”

“Wah, terima kasih!” jawabnya terkekeh sambil membolak-balik halamannya.

“Saya masih punya satu pertanyaan,” tanya saya lagi.

“Apa itu?”

“Kenapa Anda mau ngasih tiket ke orang yang tidak dikenal macam saya?”

“Saya happy aja kalau bisa bikin orang happy.”

That’s it. Jawaban yang tampak sangat sederhana tapi maknanya sangat dalam. Saya pun tidak melanjutkan pertanyaan.

Selama beberapa tahun kami masih sesekali bertukar pesan lewat SMS tapi kami tidak pernah bertemu lagi. Sampai suatu hari saya ganti ponsel, nomor ponselnya Mr. X hilang! Sementara platform chat dan akun email yang biasa kami gunakan pun sudah tutup saking jadulnya.

Untuk Mr. X di mana pun Anda berada, saya berterima kasih. Saya akan happy sekali kalau Anda mau menghubungi saya.

Catatan: Penasaran gimana Mr. X digambarkan di layar lebar? Jangan lupa nonton film lanjutannya berjudul “Trinity Traveler” pada 28 November 2019 di bioskop ya? Berikut trailer-nya:

[Tayang Hari Ini] Film Trinity Traveler

$
0
0

Sungguh tidak menyangka setelah 14 tahun nge-blog dan 15 buku terbit akhirnya jadi film layar lebar! Gilanya lagi, tidak hanya 1 film yang berjudul Trinity, The Nekad Traveler yang telah tayang pada 2017, tetapi ada film lanjutannya berjudul Trinity Traveler yang tayang pada 28 November 2019 di bioskop seluruh Indonesia!

Film Trinity Traveler ini diadaptasi dari buku The Naked Traveler 2 yang awalnya terbit pada 2009. Ternyata, tepat 10 tahun kemudian diangkat ke layar lebar! Karena buku-buku saya adalah nonfiksi dan ditulis berdasarkan pengalaman pribadi, jadilah dua film itu tentang saya yang dimainkan sama Maudy Ayunda. Ehem!

Karena banyaknya pertanyaan tentang buku dan film tersebut, saya coba rangkum di bawah ini:

Apa perbedaan film pertama dan kedua?
Film pertama (Trinity, The Nekad Traveler) menceritakan tentang Trinity dari anak kantoran yang mengejar passion-nya menjadi travel writer dan akhirnya menerbitkan buku. Film kedua (Trinity Traveler) menceritakan tentang Trinity yang sudah jadi bloger/penulis serta permasalahannya dengan keluarga dan hubungan cintanya. Masing-masing film sebenarnya bisa ditonton terpisah, jadi tidak perlu nonton yang pertama dulu karena masing-masing punya cerita utuh yang berbeda.

Seberapa mirip antara buku dan filmnya?
Bahasa buku dan bahasa film adalah dua hal yang berbeda. Buku saya adalah kumpulan cerita pendek mengenai perjalanan keliling dunia, jadi adaptasinya harus dibuat cerita yang linear. Jadi, tidak semua cerita di buku bisa dibuat film. Sebagian cerita yang diambil misalnya, tentang kuliah S-2 Trinity di Filipina.

Di cuplikannya, kok, ada adegan romantis gitu, sih? Beneran atau fiksi?
Beneran, dong! Cuma nggak ditulis aja di buku. Gaya pacaran saya ya kayak gitu, sambil traveling bareng dan berenang bareng. #eaaa

Apakah tokoh-tokohnya beneran ada?
Ada, dong! Baik di buku dan di film ada sahabat saya, Yasmin dan Nina. Juga sepupu saya, Ezra. Kami berempat memang cukup sering traveling bareng dari dulu. Penampakan tokoh dalam film yang kadang berbeda, contohnya Ezra yang aslinya tinggi dan putih, dalam film jadi Babe Cabiita. Paul pun beneran ada, lho! Aslinya sih cowok bule, tapi dalam film jadi Babang Hamish, ya, nggak nolak juga! Hehe!
Masih inget kisah Mr. X yang bikin kalian semua pengin kenalan? Ah, ditonton aja ya?

Seberapa jauh keterlibatan saya dalam pembuatan film ini?
Sebelum dibuat skenario oleh Rahabi Mandra, para produser, sutradara (Rizal Mantovani), dan saya duduk bareng untuk membuat ide cerita, plot, dan karakter berdasarkan pengalaman pribadi saya. Lumayan, nama saya jadi masuk ke credit titleIhiy!

Apakah saya ikutan main film?
Hmmm … kasih tahu nggak, ya? Ditonton aja, deh!

Bakal ada film berikutnya lagi dari buku The Naked Traveler 3, nggak? Atau, yang buku Round-the-World?
Belum ada rencana, sih. Makanya film ini kudu ditonton kalian, biar jadi banyak penonton, biar sukses—kali aja dibikin film lagi! Amin!

Mending mana duluan, baca bukunya atau nonton filmnya?
Sebaiknya baca dulu, sih, buku The Naked Traveler 2. Jadi, ada gambaran kehidupan Trinity itu kayak gimana, biar nanti pas nonton filmnya nggak kaget, atau malah ngiler nggak karuan lihat perjalanannya.
Kalau belum baca, bisa dibeli di toko buku atau order online di mizanstore.com mumpung ada edisi khusus The Naked Traveler 2 dengan cover film, plus dapat ucapan dan tanda tangan saya!

Bonus: Kata para cast dan sutradara tentang film ini, juga testimoni para selebritas Indonesia

Santai di Kansai!

$
0
0

Kansai adalah wilayah di barat Pulau Honshu yang merupakan pusat budaya dan sejarah Jepang. Kebanyakan wisatawan pergi ke wilayah Kansai karena ingin mengunjungi Kyoto. Nah, saya mau cerita tempat-tempat lain yang tidak biasa tapi asyik banget untuk bersantai.

Kobe

Banyak sih yang udah pernah ke sini, tapi paling cuman makan Kobe beef yang terkenal itu. Padahal Kobe lebih dari sekedar makanan karena banyak tempat yang menarik untuk dikunjungi.

Jalan-jalan di pusat kota Kobe menyenangkan sekali karena kotanya dipepet pantai di satu sisi dan pegunungan di sisi lainnya. Mulai lah berjalan kaki di daerah Sannomiya yang merupakan pusat perbelanjaan dan kuliner. Dari situ, kunjungi Ikuta Shrine deh. Kuil cantik yang merupakan salah satu yang tertua di Jepang ini dipercaya oleh orang lokal dapat mendatangkan jodoh bila berdoa di sana. #eaaa

Tak jauh dari sana kita dapat mengunjungi Kobe Mosque. Masjid yang dibangun pada 1935 ini adalah masjid pertama di Jepang. Area sekitarnya memang ditinggali oleh penduduk Muslim maka tak heran banyak toko dan restoran yang menyajikan makanan halal.

Kalau mau beli suvenir atau camilan, bisa ke Kitano Meister Garden. Meski namanya “garden” namun ia bukanlah taman, melainkan gedung bekas sekolah yang bergaya retro. Di lantai dua, saya mencoba belajar membuat sample makanan (terbuat dari lilin yang sering kita lihat di etalase) berupa macaron. Ternyata susah banget menghias kecil-kecil gitu secara mata saya bolor! Hehe!

Yang seru, kunjungi Kobe Animal Kingdom. Sejatinya adalah kebun binatang, tapi yang membuatnya berbeda adalah banyak hewan yang tidak dikandangi jadi pengunjung bisa mengelus-elus langsung! Di sana lah saya pertama kali melihat dan mengelus capybara, sejenis tikus terbesar di dunia dengan berat sekitar 50 kg! Hewan unik lainnya ada alpaca, kangguru dan red panda (si Master Shifu di film Kung Fu Panda). Jangan lupa makan siang di restoran Flower Forest yang menyajikan makanan all-you-can-eat lezat.

capybara

Kalau ada di Kobe pada awal Desember, datanglah ke Kobe East Park untuk melihat Kobe Luminarie. Festival ini diadakan setiap tahun untuk memperingati korban gempa bumi Henshin pada 1995. Instalasi lampu sebesar bangunan yang dibuat pengrajin dari Italia ini sungguh cantik! Tempat unik lainnya untuk dikunjungi pada malam hari adalah Nankinmachi atau Chinatown-nya Kobe yang dibangun pada 1868. Sepanjang jalan terdapat pusat perbelanjaan dan kuliner murah.

Rekomendasi
– Dari Kansai Airport (KIX) paling cepat ke Kobe dengan naik high-speed ferry. Dari bandara tinggal naik shuttle bus ke Airport Pier. Dalam setengah jam perajalanan naik feri sampailah ke Kobe. Jauh lebih cepat daripada jalan darat yang memakan waktu 1,5 jam.
– Supaya hemat naik kereta di Osaka-Kobe pake Hanshin tourist pass seharga 500 Yen untuk 1 hari unlimited, atau kalau di Osaka-Kobe-Kyoto pake Hankyu tourist pass seharga 700 Yen untuk 1 hari unlimited.
– Hotel: Kobe Portopia Hotel – arsitekturnya keren, kamarnya luas untuk ukuran Jepang.

Tokushima

Tokushima terletak di Pulau Shikoku, namun aksesnya mudah dicapai naik kereta atau bus dari Kobe atau Osaka yang terhubung dengan jembatan. Lansekap Tokushima ini spektakuler banget karena merupakan pegunungan dengan sungai berair kehijauan. Ia memang pusat agrikultur Jepang. Cocok bagi pecinta alam macam saya!

Di Oboke Gorge, ikutan trip Oboke Pleasure Cruise deh. Dengan naik kapal bermotor berisi sekitar 20 penumpang, kita diajak menyusuri Sungai Yoshino yang biru kehijauan dikelilingi bebatuan besar berwarna putih dan hutan di tebing yang warna daunnya kuning-oranye-ungu saat musim gugur.

Tak jauh dari sana terdapat Kazurabashi Bridge, yaitu jembatan gantung kuno yang terbuat dari ranting pohon anggur. Berjalan di jembatan sepanjang 45 meter dan setinggi 14 meter ini bikin nyali ciut karena goyang-goyang dan jarak antar pijakan kaki yang jarang-jarang! Tapi pemandangan sekitarnya luar biasa cantik. Area sekitar jembatan ini juga asyik untuk dijelajahi dengan berjalan kaki. Bisa bersantai sambil duduk-duduk di bebatuan tepi sungai atau merenung di air terjun Biwa sambil makan ikan Ayu panggang yang ditangkap dari sungai dan dibumbui garam saja.

Rekomendasi
– Makan siang: Rest House Ueno – Gyudon (nasi dengan daging sapi) di sana super enak!
– Hotel: Obokekyo Mannaka. Ini penginapan model ryokan atau penginapan tradisional Jepang di mana tidurnya di tatami, memiliki onsen sendiri, dan tamunya wajib pakai yukata.

Tottori

Tidak menyangka di Jepang ada Sand Dunes! Gurun pasir terluas di Jepang ini terletak di sepanjang 16 km pantai di Tottori dan setinggi sampai 50 meter yang terbentuk selama 30.000 tahun. Pasirnya halus banget berwarna kekuningan, padangnya luas, pantainya pun cantik, jadi sungguh spektakuler!

Di seberangnya terdapat Sand Museum atau museum seni pasir yang berisi berbagai patung dan pahatan terbuat dari pasir! Setiap tahun berbeda-beda temanya, tahun ini bertema South Asia. Patung Mahatma Gandhi dan Buddha, sampai Patan Durbar Square dan Varanasi dibuat besar dan detil banget dengan aktivitas orang-orang di latar belakangnya.

Yang unik lagi Nijisseiki Pear Museum di Kurayoshi. Museum ini berisi segala macam hal tentang buah pir di dunia, terutama pir jenis Nijisseiki yang banyak dihasilkan daerah ini. Kita bisa melihat sejarah pir, cara budidaya pir, sampai  pear tasting (mencoba aneka pir) dan makan es krim pir.

Rekomendasi
– Makan malam: Izakaya Gyoen – makanan di bar tradisional Jepang ini enak-enak, terutama aneka gorengannya.
– Hotel: St Palace Kurayoshi – hotelnya basic tapi lokasinya strategis di seberang stasiun kereta.

Osaka

Kota terbesar di Kansai adalah Osaka, jadi pasti mampir ke sini. Di luar Namba dan Dotonbori buat belanja dan makan-makan, masih banyak tempat menarik untuk dikunjungi.

Sebagai penggemar memandang kota dari ketinggian, saya suka ke Abeno Harukas. Gedung pencakar langit setinggi 300 meter ini memiliki observation deck pada lantai 60 yang dapat memandang Osaka 360°. Saat winter, ada iluminasi cahaya yang ditembakkan pada dindingnya.

Tau nggak kalau di dekat Osaka, tepatnya di Sakai terdapat situs yang termasuk ke dalam UNESCO World Heritage List? Di Sakai terdapat kofun atau makam kuno raja-raja Jepang abad 3-7 Masehi. Uniknya makam ini dari atas bentuknya seperti lubang kunci, namun sangat luas dan dikelilingi danau – lebarnya aja sampai 486 meter! Ada banyak kofun di sekitar Sakai, bakal gempor juga kalau mengelilingi semuanya. Paling mudah mempelajarinya adalah ke kluster Mozu dan Furuichi Tumuli, masuk ke Museum Kota Sakai, lalu nonton Virtual Reality-nya.

Sorenya minum teh matcha di Machiya Café Sacay, sambil belajar cara bikin kue Jepang yang disebut wagashi (semacam mochi yang dibentuk lucu-lucu). Sebelum kembali ke Indonesia, jangan lupa belanja di MEGA Don Quijote. Toko serba ada dan murah ini ada beberapa di Osaka, namun yang di Shinsekai adalah yang terbesar sehingga puas milihnya.

Rekomendasi
– Makan siang: Umeda Food Hall – banyak pilihan makanan dengan suasanya nyaman.
– Makan malam: Restoran Olympia di Hotel New Hankyu. Makan all-you-can-eat di sini termasuk sushi, wagyu steak, bebek peking, dan es krim sepuasnya!
– Hotel: Hankyu Respire Osaka. Ini hotel baru buka jadi segalanya masih kinclong. Lokasinya pun di tengah kota, nyambung ke stasiun kereta, bahkan di bawahnya langsung mal.

Cara Berburu Tiket Murah

$
0
0

Indonesia yang merupakan negara kepulauan membuat kita lebih mudah bepergian jarak jauh dengan menggunakan transportasi udara, termasuk ke luar negeri. Mau liburan, berkunjung ke rumah sanak saudara, atau business trip ke luar kota atau luar negeri, naik pesawat jadi alat transportasi yang paling efektif dibanding dengan alat transportasi lainnya. Apalagi jumlah hari cuti atau liburan orang Indonesia yang sangat terbatas, jadi waktu benar-benar harus diperhitungkan.

Dengan waktu tempuh yang jauh lebih singkat, wajar jika harga tiket pesawat lebih mahal dibanding alat transportasi umum lainnya. Untuk menyiasati agar harganya tetap terjangkau, tinggal pandai-pandainya kita memesan tiket pesawat yang murah.

Cari tiket pesawat murah di sini harus Anda lakukan jauh-jauh hari sebelum kehabisan tiket. Dengan duluan memiliki tiket maka sebagian besar urusan perjalanan sudah tertangani. Urusan itinerary, pemesanan hotel, dan kebutuhan Anda lainnya tinggal disesuaikan.

Tiket Murah Saat Tidak Promo

Kebanyakan orang senang berburu tiket pesawat murah ketika sedang ada promo. Orang akan berbondong-bondong booking tiket pesawat tersebut. Tapi, bagaimana jika Anda ingin menyegerakan agenda jalan-jalan namun promo tak segera turun? Ini dia kiatnya;

  1. Pilih Maskapai Penerbangan

Maskapai Low Cost Carrier (LCC) umumnya memiliki harga yang lebih murah, namun tidak selamanya. Bandingkan saja segala maskapai, baik LCC maupun full board airlines dengan rute yang sama agar tidak menyesal kemudian. Yang jelas, jika Anda mengusahakan pemesanan tiket jauh-jauh hari sebelum hari keberangkatan – minimal 3 bulan sebelumnya, Anda memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan tiket lebih murah.

2. Menentukan Waktu Keberangkatan

Hari dan tanggal yang akan Anda pilih sangat berpengaruh pada harga tiket pesawat. Terbanglah pada saat low season karena harga tiket bisa sangat tinggi ketika musim liburan atau ketika weekend. Peak season di dunia itu terjadi pada liburan akhir tahun atau liburan musim panas, sementara di Indonesia adalah pada saat liburan Idulfitri – saat itulah tiket pesawat memiliki harga tertinggi dan sangat jarang ada promo. Kiat lainnya, pesan tiket untuk keberangkatan pada hari Selasa dan Rabu karena biasanya lebih murah.

3. Saat tepat pemesanan

Saat memesan tiket, sudah dapat tujuan dan waktu keberangkatan, tinggal cari harga yang sesuai dengan budget. Perlu diketahui, harga tiket pesawat ke tempat-tempat populer sangat mudah dan cepat mengalami perubahan. Jadi, ketika Anda sudah menemukan harga tiket yang cocok, langsung segera pesan. Ingat, semakin murah harga tiket, semakin sedikit ketersediannya.

4. Mem-follow medsos Travel Agent

Kalau Anda membaca artikel ini, kemungkinan besar Anda memiliki smartphone dan punya media sosial. Manfaatkanlah sebaik mungkin kecanggihannya untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai tiket pesawat murah yang sedang ditawarkan. Caranya adalah dengan mem-follow akun media sosial sejumlah travel agent agar tidak kelewatan momen berharga berburu tiket pesawat murah.

Hal Penting Sebelum Naik Pesawat

Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan sebelum menikmati penerbangan Anda.

  1. Periksa Kembali Barang Bawaan Anda

Jangan malas dan lelah memeriksa dan memastikan barang-barang bawaan Anda. Apalagi dokumen-dokumen penting berkaitan dengan penerbangan Anda, seperti KTP untuk penerbangan domestik dan paspor untuk penerbangan internasional. Bila tujuannya ke luar negeri, pastikan bahwa masa berlaku paspor Anda enam bulan sebelum berakhir dan Anda sudah memiliki visa yang berlaku di negara tujuan, termasuk visa transit bila diperlukan. Selain itu, pastikan di tas atau koper kabin Anda tidak ada barang-barang berbahaya atau senjata tajam berupa pisau atau gunting, juga pastikan tidak membawa cairan lebih dari 100 ml per botol.

2. Perhatikan Jam Keberangkatan Anda

Ingat baik-baik tanggal dan jam berapa pesawat Anda terbang. Misalnya, keberangkatan jam 00:30 hari Selasa, berarti Anda harus check in di bandara pada Senin malam. Sebaiknya lakukan online check in sehari sebelumnya agar dapat memilih kursi sesuai keinginan dan agar lebih cepat proses check in di bandara. Usahakan tiba di bandara minimal 1 jam sebelum keberangkatan domestik dan 2 jam untuk penerbangan internasional.

3. Berikan Tanda Pada Koper Anda

Tidak menutup kemungkinan jika koper Anda memiliki kesamaan dengan koper penumpang lain. Makanya saya tidak pernah punya koper yang berwarna hitam karena terlalu banyak yang sama. Untuk menghindari kejadian tertukar, sebaiknya Anda memberi tanda pada koper dengan memberi bag tag atau pita berwarna.

Tiket dengan harga murah sudah di tangan, waktu penerbangan sudah jelas, barang-barang dan dokumen sudah tersimpan rapi di tas, maka Anda sudah siap menjalani penerbangan Anda. Enjoy your flight!

Cantiknya Shirakawa-go dan Jepang Tengah pada musim dingin

$
0
0

Gambaran Jepang pada musim dingin identik dengan Shirakawa-go. Desa cantik ini memiliki keunikan berupa rumah-rumah kayu beratap tinggi yang menyerupai kedua tangan yang sedang berdoa yang disebut bergaya gassho. Sejak 200-an tahun yang lalu dibuat seperti itu karena banyaknya salju yang turun di desa yang dikelilingi pegunungan, maka keunikan ini pun masuk ke dalam UNESCO Heritage Site.

Saya sudah dua kali mengunjungi Shirakawa-go pada musim dingin, pertama kali pada 2010. Meski sekarang semakin ramai, namun desa ini tetap tampak cantik. Saat turun salju tebal, sedesa terlihat hanya bangunan berbentuk segitiga, selebihnya hanya putih saja mulai dari atap sampai jalanan dan pohonnya. Bila matahari bersinar terik, salju pada atap jeraminya perlahan meluncur ke bawah.

Shirakawa-go. Photo by @marischkaprue

Untuk melihat interior rumah gassho dan kehidupan keluarga yang tinggal, bisa ke Kanda House, Wada House dan Nagase House. Yang suka museum bisa ke Myozenji Temple dan Gasshozukuri Minkaen Outdoor Museum. Kalau mau lihat keseluruhan desa dari ketinggian, tinggal berjalan kaki sekitar 20 menit atau naik shuttle bus dari terminal bus ke Observatory.

Shirakawa-go dapat ditempuh dari kota Nagoya atau Osaka, namun masih banyak destinasi cantik lainnya di Jepang Tengah yang dapat sekalian dilalui. Saran saya, untuk menghemat biaya transportasi, beli aja Japan Rail Pass (JR Pass) yang jenis “Takayama-Hokuriku Tourist Pass”. Harganya 14.260 Yen berlaku selama 5 hari berturut-turut dan bisa naik kereta/bus unlimited mulai dari Nagoya, Shirakawa-go, Kanazawa, Fukui, Kyoto, sampai Osaka dan Kansai Airport. Benar-benar worth it deh! Info lengkapnya bisa dibaca di sini.

Supaya nggak pusing mau ke mana aja selain Shirakawa-go, ini saya rekomendasikan destinasi dan aktivitasnya yang unik dan bisa dijadikan acuan bikin itinerary-nya:

Nagoya

Untuk menikmati arsitektur modernnya kota Nagoya, langsung aja ke Oasis 21 yang nyambung dengan Nagoya TV Tower. Bangunan pusat perbelanjaan di sini unik banget, atapnya berbentuk oval terbuat dari kaca dan berisi air! Kita bisa ke atapnya untuk memandang kota dari atas, sekaligus memandang ice skating rink di bawahnya.

Sebaliknya, pergilah ke Nagoya Castle untuk menikmati arsitektur kunonya. Kastil Nagoya ini dimiliki oleh Keshogunan Tokugawa yang dibangun pada 1610 dan telah direkonstruksi berkali-kali. Keunikannya ada pada atap bangunan yang terdapat patung mistikal berupa kepala harimau berbadan ikan bersalut emas sehingga berkilauan dari kejauhan. Jangan lupa untuk berjalan kaki di taman sekitarnya. Pada musim dingin, bunga plum (ume) bermekaran mirip sakura.

Takayama

Takayama Old Town pada saat salju turun terasa seperti setingan film-film Jepang kuno! Sepanjang jalan terdapat bangunan tradisional terbuat dari kayu kehitaman yang dibangun pada zaman Edo (1600-1868). Meski sekarang telah jadi area komersial berupa toko, kafe, museum, dan galeri, namun orisinalitasnya terpelihara dengan sangat baik. Yang terkenal dari Takayama adalah sake-nya yang dijual di beberapa toko. Saat winter, cobain sake panas deh!

Suvenir yang terkenal dari Takayama adalah Sarubobo atau boneka jimatnya orang Jepang. Nggak usah takut, ini boneka lucu kok terbuat dari kain. Mereka percaya Sarubobo warna pink bisa melancarkan jodoh, warna hitam untuk meningkatkan status sosial, kuning untuk meningkatkan keuangan, dan lain-lain. Kita bisa belajar membuatnya di kelas selama 30 menit di Hida Takayama Town Experience Centre.

Rekomendasi Hotel: Associa Takayama Resort – Hotel yang dikelilingi pegunungan ini memiliki onsen sendiri dengan beberapa kolam outdoor, bahkan bisa sewa onsen private. Buffet dinner-nya di Restoran Roriere menghadiri puluhan jenis makanan yang nikmat, terutama steak-nya.

Toyama

Rasanya semua orang suka dengan bunga tulip. Meski terkenal berasal dari Belanda, namun di Jepang pusatnya ada di Tonami Tulip Gallery. Kabar baiknya, mereka buka sepanjang tahun termasuk musim dingin! Selain display ribuan bunga tulip yang beraneka warna, di sini kita bisa belajar sejarah tulip dan penelitian kawin silang antar tulip yang memakan waktu puluhan tahun untuk membuat satu spesies baru.

Di pusat kota Toyama sendiri terdapat Kansui Park yang mengelilingi kanal dan danau asri. Mungkin karena pemandangannya lah ada Starbucks yang digadang sebagai yang tercantik di dunia. Namun bagi saya cantiknya justru di malam hari saat air mancur dan lampu-lampu hiasan menyala di tengah danau.

Kanazawa

Destinasi utama di Kanazawa adalah Kanazawa Castle (kastil Klan Maeda pada 1580-1871 yang dipakai jadi Uiversitas pada 1945-1989) dan terutama Kenroku Garden yang terletak persis di sampingnya. Tamannya memang cantik banget dengan penataan yang asri, danau berair tenang, dan dikelilingi pepohonan tua yang dililit tali demi melindunginya dari beratnya salju. Supaya berasa kayak di zaman kekaisaran, saya ikut tea ceremony di Gyokusenan Rest House. Saya dihidangi matcha (teh hijau) dan wagashi (mochi manis) oleh ibu-ibu berkimono.

Yang doyan ke pasar tradisional, wajib ke Omicho Market karena pasar ini menjual aneka seafood terutama kepiting berbagai jenis sampai yang harganya jutaan Rupiah seekor! Makan seafood segar bisa sekalian di restoran yang berada di dalam pasar, rekomendasi saya Restoran Ichi No Kura.

Kanazawa terkenal dengan gold leaf (daun emas) yang diproduksi sejak abad ke-16. Kunjungi saja old town Higashi Chaya District untuk berbelanja aneka kerajinan tangan berhiaskan daun emas, kosmetik serba mengandung emas, atau makan es krim bersalut emas. Saya sudah coba, rasanya kayak makan tisu. Hehe! Tapi kalau mau beli oleh-oleh berupa makanan khas Kanazawa, seperti aneka mochi, bisa beli di Kanazawa Station.

Gold Leaf Ice Cream

Rekomendasi Hotel: The Square Kanazawa – Suka banget dengan desain interior kamarnya yang berlantai kayu. Breakfast-nya adalah salah satu yang terbaik di hotel Jepang karena dibuat a la carte ditambah dengan aneka salad daun-daunan segar plus puding karamel yang luar biasa enak.

Fukui

Pemadangan alam terindah di Fukui adalah di Tojinbo yang memiliki tebing sepanjang 1 km di tepi pantai dengan tinggi 30 meter dari permukaan laut. Uniknya, sebagian batuan tebingnya berbentuk pentagonal dan heksagonal akibat digerus air laut pada belasan juta tahun yang lalu. Saat cuaca cerah, Tojinbo tampak cantik banget dengan latar belakang laut dan langit biru.

Namun Fukui terkenal dengan dinosaurusnya sampai-sampai sekota didekorasi serba dinosaurus! Mengapa demikian? Karena Fukui merupakan kuburan dinosaurus terbesar di Jepang! Iya, dinosaurus dulu tinggalnya di sini sampai ada 5 spesies khusus, antara lain Fukuisaurus dan Fukuiraptor. Semua fosil, tulang, dan sejarahnya bisa dilihat langsung di Fukui Prefectural Dinosaur Museum. Sungguh keren museum ini karena memajang aneka dinosaurus dengan ukuran aslinya, bahkan tampak hidup karena bisa bergerak-gerak! Uniknya lagi, makanan di Dino Cafe pun berbentuk dinosaurus, seperti roti burger dan kuenya.

Aktivitas yang unik di Fukui adalah belajar menenun di Yume Ole Katsuyama Textile Factory Memorial Hall. Tempat ini dulunya bekas pabrik pembuatan kain sutera dari mulai kepompong ulat sampai jadi kain, namun telah berubah menjadi museum. Kita belajar menenun dari benang dengan menggunakan alat yang disediakan. Lumayan saya akhirnya berhasil membuat tatakan gelas. Hehe!

Fukui pun memiliki Old Town untuk dijelajahi, yaitu di Monzen Machi. Disebut sebagai “Temple Town” karena sebenarnya adalah tempat berziarah yang berpusat di Kuil Eiheiji. Di sini khasnya bukan bangunan tua, namun jejeran pepohonan tua yang tinggi di sepanjang tepi sungai. Suasananya tenang, damai, dan pada saat salju turun menimbulkan kesan magis.

[Buku baru] The Naked Traveler: 1 Year Round-the-World Trip

$
0
0

Dua buku seri The Naked Traveler terlaris ini telah terbit dan dicetak ulang berkali-kali, sampai diterbitkan edisi Republish-nya! Sebelum kehabisan, silakan pre-order di bit.ly/tntrtw

Fakta menarik: kedua buku ini telah dijadikan program jalan-jalan di TV MNC Food & Travel channel sebanyak 26 episode!

Mengapa wajib baca buku ini?

Trinity berhasil mewujudkan mimpinya jalan-jalan selama 1 tahun penuh! Berbekal paspor hijau, Trinity telah mencapai hampir 150.000 km dan berkunjung ke 22 negara di dunia.

Bukan Trinity namanya kalau tidak punya cerita apes bin ajaib selama perjalanan. Saat perjalanannya baru dimulai saja, dia sempat sakit di udara. Namun, The Naked Traveler: 1 Year Round-The-World-Trip ini menuturkan pengalaman lain yang membuka pikiran.

Pengalamannya berlanjut dengan menangis di kamp konsentrasi Nazi di Auschwitz, menginap di penjara tua di Ljulbljana, menemukan surga dunianya di Rio de Janeiro (nanti kamu akan tahu kenapa), mendaki kota Inca yang hilang di Machu Picchu, memancing ikan piranha di Sungai Amazon, hingga berenang bersama ratusan singa laut di Galapagos!

Segala keseruan ini tidak akan terwujud tanpa adanya perencanaan yang matang. Banyak persiapan mendasar seperti pemilihan isi ransel, bahan makanan, akomodasi, mengurus transportasi, sampai urus visa ke sana kemari. Dan, berbekal tekad “gimana di sanalah ntar”, Trinity mantap melangkahkan kakinya dan bertualang mengitari bumi.

Judul buku: “The Naked Traveler: 1 Year Round-The-World Trip (Part 1)”
Penerbit: PT Bentang Pustaka (B first)
ISBN: 978-602-426-121-4
Jumlah halaman: 232
Harga: Rp69.000

Mengapa wajib baca buku terusannya?

Apa yang terlintas dalam pikiranmu tentang orang yang keliling dunia selama setahun penuh? Gimana kalau duitnya nggak cukup? Gimana kalau diculik? Setahun itu, kan, lama banget! Apa nggak takut gempor wara-wiri ke sana kemari?

It’s not that hard!” kata Trinity, travel writer terlaris di Indonesia, yang berhasil memenuhi rasa penasarannya berjalan-jalan  hingga mencapai 150.000 km, dan berkunjung ke 22 negara di dunia!

Dalam satu tahun, menginap di berbagai hostel dan naik bus dengan bermacam kondisi, dipaksa cepat beradaptasi dengan bahasa yang asing di telinga, dan mengatur menu makan sehemat mungkin, tentu bukan perkara yang mudah. Nyatanya, dengan persiapan matang dan tekad yang kuat, semua itu bisa diatasi. Dan, bukan Trinity namanya kalau tak berhasil mengubah situasi sulit jadi penuh gelak tawa.

Dalam bagian kedua dari seri The Naked Traveler: 1 Year Round-the-World-Trip ini, Trinity akan lebih  banyak berbagi rekomendasi dan highlight terbaik dari perjalanannya. Bersiaplah untuk berdebar-debar menyusup ke pusat kartel Kolombia, nyekar ke makam Che Guevara di Kuba, bertamu ke rumah Bob Marley di Jamaika, diving di gua suku Maya di Meksiko, hingga meluncur di air terjun di Guatemala.

Judul buku: “The Naked Traveler: 1 Year Round-The-World Trip (Part 2)”
Penerbit: PT Bentang Pustaka (B first)
ISBN: 978-602-426-122-1
Jumlah halaman: 248
Harga: Rp69.000

PRE-ORDER (PO) hanya pada 11-23 Maret 2020 di bit.ly/tntrtw dengan memilih toko buku online kesayangan Anda.

Keuntungan PO:
– Dapat diskon spesial. Beli dua sekaligus diskonnya lebih besar lagi!
– Dapat tanda tangan Trinity dan pesan istimewa di tiap buku.
– Jadi salah satu orang yang pertama yang punya buku ini, sebelum ada di toko buku seluruh Indonesia.
– Nggak usah repot pergi ke toko buku. Buku tinggal tunggu diantar ke depan pintu, jadi bisa mengurangi kesempatan ketemu virus Corona.
– Beli paket bundling dapat bonus postcard kece dari negara yang dikunjungi Trinity di buku.

Yuk ah, buruan cus ke bit.ly/tntrtw


Tinker Bell Kenthir!

$
0
0

Ini sepenggal cerita pada saat #TNTrtw (perjalanan saya keliling dunia setahun penuh ke 22 negara) yang tidak jadi dimasukkan ke dalam buku “The Naked Traveler: 1 Year Round-the-World Trip” di sini maupun di sini karena merupakan tindakan ilegal. Mohon tidak ditiru!

Moskow, Rusia, hari ke-1 #TNTrtw

Malam pertama di Moskow, saya berbelanja ke minimarket yang berjarak dua blok dari hostel. Setelah mengambil barang seperlunya, saya mengantri di kasir. Ternyata jumlah uang Rubel yang tertera di mesin kasir ada angka sen jadi mending bayar pakai uang koin. Saya pun merogoh dompet koin yang terpisah dari dompet utama. Karena antrian panjang, supaya cepat saya balik isi dompet sampai koinnya tumpah. Cring! Cring!

Saya terus membalik dompet sampai… sesuatu berwarna putih melayang… pelan-pelan jatuh di meja kasir tanpa bunyi… Jantung saya seketika berhenti. Mbak kasir melotot. Yasmin menjerit. Orang-orang menganga. Dunia seakan berhenti beberapa detik. Benda putih itu adalah… selinting cimeng! Oh, shit!

Belum sempat bernapas, saya sok cool memungut lintingan tersebut dengan tangan gemetaran. Dem, gimana ceritanya cimeng ada di dalam dompet? Doh, kenapa juga sebelum berangkat nggak diperiksa dulu dalamnya dompet? Eh, jadiiii… perjalanan dari Jakarta sampai Moskow via Doha saya bawa cimeng di dalam tas kabin?! Gimana kalo dipenjara di Rusia coba? Atau, mati digantung di Qatar?!

“LU GILA BAWA CIMENG KE RUSIA! GIMANA KALO KETANGKEP KGB? BUANG SANA CEPAAAT!”, tiba-tiba suara Yasmin yang melengking memecah kesunyian.

Kami pun buru-buru lari kabuuurrr!!! Sampai di hostel, saya segera membuang ke toilet dan mem-flush-nya. Ffuih! I love you but no thank you!

Isla Grande, Kolombia, hari ke-238 #TNTrtw

Di sebuah pulau terpencil di utara Cartagena, saya lagi asyik berenang di pantai berpasir putih. Tiba-tiba… ada cowok muncul dari dalam air! Aww, saya yang ‘nggak kuat’ sama cowok yang jago berenang otomatis langsung saya ajak kenalan. Cowok Kolombia ini mukanya biasa aja, tapi orangnya sangat menyenangkan, dan yang terpenting, jago bahasa Inggris – ia ternyata manager hotel sebelah. Entah gimana mulainya, lagi asyik ngobrol tiba-tiba saja kami membicarakan tentang cimeng. Mungkin karena melihat tampang saya yang mupeng, dia pun menawarkan saya, “Gue ada stok nih! Mau nggak?” Jeng! Jeng! Lucu juga nih bisa nyimeng di Kolombia, berasa kayak anak buahnya Pablo Escobar!

Dermaga Laguna Encantada pada siang hari

Singkat cerita, jam 8 malam cowok ini dateng ke hostel saya di tengah hutan. Saya pun mengajaknya nongkrong di Laguna Encantada – sebuah danau bioluminescence yang kayak di film “Life of Pi” dimana pada malam hari kalau kita bergerak di air, ada plankton yang menyala-nyala mengikuti gerak kita. Kami pun nyimeng sambil ngobrol dan ketawa-ketiwi di dermaga dengan kaki menjulur ke danau. Begitu kaki digerak-gerakkan, air sekeliling menyala kebiruan! Lama-lama kami nyebur dan menari-nari di dalam air. Wihh.. saya tiba-tiba berasa kayak Tinker Bell! Bisa terbang sambil dikelilingi cahaya dan mempunyai tongkat ajaib. CLING! CLING! Si cowok ini pun tiba-tiba mukanya berubah jadi Ariel Peterpan! Anjirr! Bener-bener perfect spot to get high!

Medellin, Kolombia, hari ke-248 #TNTrtw

Saat menginap di hostel di Medellin, dasar murah, toiletnya terletak jauh di ujung belakang rumah samping taman. Suatu pagi saat kebelet, saya buru-buru lari ke belakang, eh pintu toilet terkunci! Tak berapa lama kemudian pintu terbuka dan keluarlah asap rokok bergulung-gulung tebal! Asap pelan-pelan menghilang, lalu terlihat lah si pemilik hostel sambil terbatuk-batuk. Hmm, baunya nggak salah lagi… ini cimeng! Hayoo.. kegeb! Ide cemerlang saya pun keluar. Saya ancam, “I know what you did in the toilet. Give me one or I’ll tell everybody!” Pria botak ini pun menjawab, “Plis, plis, jangan bilang-bilang! Saya kasih kamu satu deh ntar malam!”

Jam 11 malam saat semua tamu hostel sudah tidur, saya mengendap-endap ke ruang tamu dan menagih cimeng ke bapak kos. Dia memberikan selinting sambil berkata, “Ini ya! Tapi syaratnya kamu harus nyimeng di dalam toilet terkunci di belakang juga, karena tetangga pernah komplen baunya. Dan hati-hati, cimeng ituvery strong!” Saya ketawa aja karena dia pasti nggak tau cimeng Indonesia juga strong banget.

Saya pun nyimeng di toilet sambil duduk di kakusnya. Baru juga tiga isap, eh saya udah terbang! Uh, gimana nggak cepet giting? Nyimeng di ruangan tertutup, asapnya kan berputar di situ-situ aja, dan terhirup lagi! Baru setengah linting, saya pun menyerah. Saya berjalan balik ke ruang tamu dan mengembalikan sisanya ke bapak kos. Dia tertawa terkekeh-kekeh, “See, I told you so!”

Lagi merasa kreatif, saya lalu membuka laptop untuk menulis. Eeeh.. tiba-tiba tuts di keyboard melayang satu per satu! Tanpa harus mengetik, kata-katanya sudah ada di udara yang tergabung dari tuts-tuts huruf melayang! Saya pun hanya tinggal menggeser-geser file di udara, kayak di film seri CSI! Anjirrr, efek cimeng ini keren banget!

Montego Bay, Jamaika, hari ke-295 #TNTrtw

Jamaika emang senegara tukang nyimeng! Harganya murah, dapatnya gampang, sehingga turis pun ikut merasakan, termasuk di hostel yang saya tinggali. Setiap malam fellow travelers dari berbagai bangsa ini ngakak-ngikik, main kartu, ngobral-ngobrol, nyebur ke kolam renang, sampe ketiduran di luar dan paginya sekujur tubuh bentol-bentol dimakan nyamuk.

Kolam renang hostel di Montego Bay

Malam terakhir di Montego Bay, di hostel saya asyik ngobrol sama seorang cowok kece berambut model dreadlock diiringi musik reggae dari laptop-nya di pinggir kolam renang. Perfect setting! Kurangnya cuma bahasa Inggrisnya aja kacau dengan logat Prancis yang mendengung-dengung. Entah gimana awalnya, tau-tau dia nawarin cimeng! Kami pun giting bareng, keketawaan karena bahasa Inggrisnya belibet.

Sampai pada suatu saat nggak sengaja kaki saya menginjak kakinya. Tiba-tiba dia menjerit keras, “Matamu suwek! Kenthir kowe!” Saya langsung terdiam. Masalahnya saya ngerti bahasa Jawa dan itu kasar banget! Ehh.. tapiii… dia barusan ngomong bahasa Jawa bukan sih? Belum sempat mikir lain, tau-tau mulai saat itu kami berdua ngomong dalam bahasa Jawa! Saya ngakak sampe kejungkel-jungkel! Bayangkan, denger bule Prancis ngomong bahasa Jawa dengan logat medok di Jamaika! Ternyata si bule pernah tinggal di Yogyakarta setahun. Ah, sungguh absurd malam itu!

Guadalajara, Meksiko, hari ke-352 #TNTrtw

Malam terakhir di Guadalajara, saya lagi sibuk ngetik di lobi hostel karena internet cuma nyala di situ. Resepsionisnya seorang cowok Meksiko Utara yang ganteng lewat. Dia menyapa saya basa-basi, “Hola! Como estas?”. Hmm… dari mulutnya saya mencium bau lain nih! Saya pun langsung nembak, “Baru abis nyimeng ya lo?” Dia pun tertawa, “Emang lo mau? Ntar malem ya?”

Katedral Guadalajara

Jam 11 malam saat hostel sepi, saya mengendap-endap ke lobi. Saya ditariknya ke balkon luar dan nyimeng bareng di sana. Wih, saya baru sadar hostel yang berusia ratusan tahun ini memiliki pemandangan spektakuler di malam hari karena langsung menghadap Katedral! Setiap jam, Katedral membunyikan belnya. DONG! DONG! DONG! Aduh, saya jadi tambah merasa bersalah: nyimeng di depan gereja! Namun cowok superganteng ini tidak boleh disia-siakan. Sayangnya dia nggak bisa berbahasa Inggris jadi saya terpaksa ngomong bahasa Spanyol dengan terbata-bata. Eh tapi lama-lama seru juga cowok ini karena kami keketawaan semalaman sampai berkali-kali dengar bel gereja. Ternyata kalau giting, saya makin lancar nyerocos bahasa Spanyol! Hahaha!

The Jomblo Traveler

$
0
0

Sudah setua gini, masih ada aja orang yang nanya ke saya, “Kapan menikah? Kok masih jomblo aja?”. Nah, ini saya kasih jawaban yang agak panjang mengenai pemikiran saya terhadap pernikahan dan status kejombloan saya.

Pertama, diperlukan lingkungan yang stabil untuk menjalin suatu hubungan percintaan. Makanya jauh lebih mudah pacaran zaman kuliah dan jadi MMK (Mbak-Mbak Kantoran) daripada setelah jadi full time traveler dan freelance writer. Ingat pepatah Jawa witing tresno jalaran soko kulino? Lingkungan kampus dan kantor itu membuat kita bertemu dengan orang yang sama dalam waktu yang lama – yang bikin lama-lama tumbuh rasa saling suka karena terbiasa bersama. Kerja kantoran pun udah jelas jam kerjanya, liburnya 2 minggu setahun. Makanya kalau diajak kencan jadi gampang: kalau nggak pas pulang kantor, ya weekend.

Masalahnya, dengan jenis pekerjaan saya, urusan percintaan ini menjadi sungguh rumit. Sahabat sendiri aja kalo mau ketemuan nanya dulu, “Lo lagi ada di Jakarta nggak?” – apalagi cowok yang mau ngajak kencan! Setiap mau ketemuan, ada aja jadwal trip.

Pembicaraan ini klasik banget dan sering terjadi;
“Sabtu ini ketemuan yuk!” tanya si cowok.
“Aduh, dari Jumat gue cabut ke negara X,” jawab saya.
“Minggu depannya?”
“Di negara Y.”
“Kalau bulan depan?”
“Masih kosong sih, tapi ada rencana ke kota Z cuman belum confirm.”
Aduh, mau ketemu aja susah banget! Lama-lama cowok-cowok pun jadi males dan berkata, “Sorry, I cant catch you up!”

Bagaimana dengan cinlok? Kan sering traveling ke seluruh dunia, masa nggak ada yang nyangkut? Gini ya. Cinlok sih sering. Pake banget malah. Tapi itu bisa dikatakan hanya sebatas “holiday fling” alias gebetan selama liburan doang.

Namanya juga liburan di tempat baru, segalanya jadi lebih indah, mood jadi baik, perasaan jadi bergejolak. Begitu ketemu yang cocok, rasanya langsung jatuh cinta. Makan bareng, minum bareng, jalan bareng… sampai akhirnya berpisah. Dari awal juga udah sadar bahwa akhirnya akan begini. Sesama traveler itu sudah tahu bahwa yang satu akan menuju ke tempat lain, yang satunya lagi juga. Kadang memang bisa berubah destinasi karena salah satu mau ngikut barengan, tapi waktu juga akhirnya yang bikin kisah selesai. Salah satu liburannya habis, salah satu harus pulang. Yaaaah…!

Memang tidak semua berakhir kayak begini. Saya lah saksi dari sekian banyaknya teman jalan saya yang berjodoh karena ketemu pas lagi traveling antara orang asing dan orang lokal atau antara sesama traveler antarbangsa. Cewek Inggris dengan cowok India, cowok Amerika dengan cewek Kolombia, cowok Prancis dengan cewek Spanyol, cewek Austria dengan cowok New Zealand, dan lain-lain. Dengan paspor dari negara maju, mereka sih enak aja tinggal pindah ke negara manapun ngikutin pasangannya. Mereka bisa tinggal dan kerja di mana saja. Apalagi kulit putih yang tinggal di negara berkembang, mereka dipuja dan lapangan kerja lebih terbuka.

Nah, gimana caranya dengan pemegang paspor Indonesia? Wah, sulit banget! Udah visa dapetnya susah, lama tinggal terbatas, mau kerja juga nggak bisa karena cuma punya visa turis. Karena paspor ini lah kita nggak bisa seimpulsif bule yang main pergi aja demi mengejar cinta. Kalau untung, bisa sih kita disponsori pasangan untuk tinggal di sana. Dengan kondisi belum dinikahin, jadi mikir gimana dengan keluarga kita di sini? Trus, di sana kita ngapain?

Sebaliknya kalau cowoknya mau tinggal di Indonesia, gimana caranya? Kalau bukan expat yang bekerja di kantor besar atau pengusaha beneran, bikin KITAS itu susah, harganya pun mahal bener. Kecuali mau bela-belain cara visa run yang tiap sebulan sekali ke luar negeri baru masuk Indonesia lagi.

Pernah mencoba LDR (long distance relationship), tapi lama-lama siapa yang kuat? Mau chatting beda zona waktu, mau saling mengunjungi ongkosnya mahal. Hadeuh, pelik!

Kalau sudah nonton film Trinity Traveler, tokoh Paul yang diperankan Hamish Daud itu adalah contoh standar hubungan saya dengan cowok. Kenalan pas traveling, jalan bareng, trus bubar entah ke mana. Mungkin karena sesama traveler yang susah dipegang buntutnya.

Cinta bagi saya maknanya dalam banget, tapi pernikahan itu jauh lebih dalam. Saya berprinsip menikah itu hanya sekali seumur hidup, jadi pertimbangannya makin panjang. Memang benar zaman masih muda kita bebas milih yang kita suka, semakin tua pilihan semakin nggak ada. Tapi itu bukan berarti kita memilih sembarangan hanya demi menikah. Makanya saya paling sebal kalau dituduh, “Elo sih picky!” Ebuset! Beli baju aja kita kudu milih yang terbaik, masa suami kita nggak milih – padahal akan tidur seranjang sepanjang hidup kita!

Prinsip saya yang lain: saya nggak bakal bela-belain menikah kalau hidup saya nantinya tidak lebih baik, atau minimal sama, dengan hidup saya sekarang. Pembokat saya aja punya prinsip, “Kalo udah kawin tapi gue masih jadi babu juga mah males!” Nah, kan?

Maklum, orang Indonesia itu kebanyakan memang live in fear (hidup dalam ketakutan). Takut nggak laku, takut nggak menikah, takut nggak punya anak, takut nggak ada yang ngurus saat tua, takut jadi omongan, takut ini, takut itu. Akhirnya jadi menikah karena segala ketakutan-ketakutan itu.

Beberapa kenalan saya “berhasil” menikah dengan sistem dijodohin pemuka agama karena tekanan lingkungan, ada juga yang menikah karena orang tua udah sakit-sakitan, karena ini-itu. Sungguh saya salut dengan mereka yang mau berbuat demikian demi “kebahagian” orang lain.

Kalau zaman dulu memang menikah itu merupakan suatu norma, suatu keharusan. Tapi sekarang kita punya pilihan untuk tidak menikah kok – asal berani tidak live in fear. Bodo amat kata orang kasarnya.

Coba kalian tanya kepada orang yang sudah menikah, “Enak nggak sih menikah?”, jawabannya kalau beneran jujur kebanyakan adalah, “Kalo gue boleh milih untuk nggak nikah, mending nggak deh. Enakan single. Bebas!”. Tapi kalau kalian tanya kepada jomblo, “Mau nggak menikah?”, kebanyakan jawabannya, “Gue tetep pengen nikah!” Rumput tetangga memang tampak lebih hijau, tapi coba tanya lagi ke diri sendiri: apakah alasanmu ingin menikah?

Kalau ditanya apakah saya mau menikah, saya tetap mau. Alasannya karena belum pernah. Penasaran aja dari milyaran lelaki di muka bumi, siapakah lelaki beruntung itu yang bisa menaklukan saya? Hehe! Yang jelas, menikah itu bakal jadi the biggest adventure in my life! Meski tidak punya beban dan tekanan, saya masih perempuan normal yang naksir cowok dan usaha kok.

Tapi memang saya tidak mau punya anak. Mohon tidak menuduh saya macam-macam. Menurut saya, punya anak itu merupakan suatu tanggung jawab yang amat besar. Dan terus terang saya malas bertanggung jawab sebesar itu. Lagipula, bumi kita sudah kebanyakan manusia yang makin lama makin mengancurkan bumi sendiri.

Kebanyakan orang Indonesia punya anak alasannya pamrih – supaya ada yang mendoakan, supaya ada yang mengurus saat tua. Setelah “berinvestasi” kepada si anak dengan harapan si anak akan membalas nantinya, maka orang tua punya banyak harapan kepada si anak. Ketika si anak tidak memenuhi harapan orang tua, aduh bayangkan betapa kecewanya. Saya tidak mau jadi orang yang pamrih begini. Nah ini jadi tambah susah bagi saya. Siapa juga orang yang mau menikahi perempuan yang tidak mau punya anak?

Tapi mungkin Tuhan punya jalan lain. Seringnya ada seorang anak di dalam keluarga yang “dibiarkan” jomblo karena untuk mengurus orang tuanya yang renta dan sakit. Saya adalah salah satunya diberi berkah begitu. Bahkan saya merasa bersyukur nggak punya anak karena anak saya nggak bakal merasakan sedihnya ditinggal orang tua, dan sebaliknya.

Saya sendiri pede aja nggak punya anak. Yang penting saya tidak menyusahkan orang lain. Tujuan finansial saya adalah bila nanti saya jompo dan sakit-sakitan, uang tabungan dan asuransi saya mampu bayar suster atau perawatan di RS. Sedangkan dalam kepercayaan saya, masuk surga atau tidak itu adalah hak prerogatif Tuhan, jadi tidak tergantung doa anak dan anakpun tidak tergantung doa saya.

Pertanyaan selanjutnya: apakah karena kebanyakan traveling maka saya jomblo? Atau karena jomblo maka saya traveling? Tenang aja, ada banyak cewek lain yang masih jomblo yang nggak traveling kok. Jadi jelas traveling bukan faktornya!

Sementara itu, di sisa hidup saya, ya enjoy to the fullest aja. Menikah syukur, tidak menikah pun syukur. Kebahagiaan itu bukan tergantung dari orang lain kok. Life is too short to live in fear!

Mari bantu warga di destinasi wisata!

$
0
0

Sudah hampir tiga bulan kita semua #dirumahaja demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Ini rekor terlama saya tidak traveling kemana pun. Walau sudah gatel pengen jalan-jalan, tapi sepertinya kita semua masih harus bersabar, demi keadaan yang lebih baik.

Suatu hari saya teringat warga lokal yang ada di destinasi wisata. Kalau tidak ada pengunjung, lalu bagaimana mereka mendapatkan penghasilan?

Mereka yang menggantungkan hidupnya di tempat wisata, jalanan dan tempat-tempat umum lainnya penghasilannya terputus dan kini harus berjuang melawan ancaman kelaparan. Bukan hanya mengancam dirinya, tapi juga keluarganya.

Selama ini mereka menjaga destinasi yang kita cintai, sekarang saatnya kita tolong mereka melewati masa pandemi. 

Saya mau mengajak teman-teman menyisihkan bantuan untuk mereka dengan cara berdonasi. Donasi yang terkumpul akan diberikan dalam bentuk sembako. Sembako ini akan didistribusikan ke berbagai kota dan diberikan kepada warga di daerah wisata terdampak Covid-19. Setiap paket sembako berisi kebutuhan pangan selama 1 bulan.

Walaupun kita tidak bisa memberikan bantuan langsung ke tempat itu, tapi kepedulian kita akan sampai di sana. Inilah kepedulian sederhana yang bisa kita lakukan dari rumah.

Selamatkan puluhan ribu orang dari ancaman kelaparan dengan cara:
– Masuk ke situs https://kitabisa.com/campaign/trinityberbagi
– Klik “DONASI”
– Masukkan nominal donasi
– Pilih Metode Pembayaran (GO-PAY, Transfer Bank, Virtual Account, Kartu Kredit)
– Segera transfer sesuai nominal jika menggunakan Transfer Bank & Virtual Account.

Terima kasih!

Drama Bolivia

$
0
0

Dari dulu cita-cita saya ke Bolivia karena pengin ke Salar de Uyuni, ladang garam terbesar di dunia. Kalau sudah baca buku The Naked Traveler: 1 Year Round-the-World Trip, pada 2013 saya udah pernah segitu dekatnya dengan Bolivia, eh sampai di perbatasan Peru-Bolivia saya ditendang! Kesempatan itu datang lagi ketika saya mendapat beasiswa Residensi Penulis lima tahun kemudian.

Tapi masuk Bolivia tidak semudah itu, Ferguso! Di medsos dan media online diberitakan bahwa WNI yang mau masuk Bolivia bisa pakai e-visa atau bermodalkan paspor doang, tapi itu hoax! Tau nggak, menurut Bolivia, Indonesia itu masuk ke Negara Kategori 3 alias yang kasta terendah barengan Afghanistan, Syria, Iraq dan Sudan! Kasian banget ya kita? Intinya kita tetep harus apply visa. Sialnya lagi, di Indonesia nggak ada Kedutaan Besar Bolivia. Paling dekat ada di Beijing, Seoul atau Tokyo – yhaa, bikin visa lagi!

Untungnya saya lagi tinggal sementara di Peru, maka saya apply visa di Kedutaan Besar Bolivia di Lima yang jaraknya hanya dua blok dari rumah. Formulirnya memang online (kayak e-visa), tapi abis itu harus diserahkan sendiri ke kedutaan. Syarat lain adalah punya kartu kuning (vaksin yellow fever), booking-an hotel per hari, tiket pesawat pp, dan rekening koran. Sebelum masuk kedutaan aja masih harus antre panas-panasan di trotoar, udah kayak mau nyari suaka ke negara adidaya.

Dokumen visa

Oh ya, ngomong sama satpam dan petugas visa harus dalam bahasa Spanyol lho ini! Pas rekening koran saya diperiksa, saya diketawain karena berupa fotokopi buku tabungan bank di Indonesia yang dia nggak ngerti bahasanya. Saya jelaskan kondisi saya dan minta dicarikan solusi. Katanya boleh fotokopi kartu kredit aja. Saya pun minta izin pulang dulu untuk kasih berkasnya. Cus, dalam waktu setengah jam saya udah balik lagi ke kedutaan. Setelah dokumen diserahkan, katanya akan dikabari ke nomor hape Peru saya.

Eh, sampai dua minggu kemudian nggak ada kabar! Saya minta tolong teman orang Peru telepon ke kedutaan biar lancar ngoceh. Kata kedutaan saya harus bayar visa USD 30 ke bank dulu berdasarkan nomor aplikasi. Saya sampe senewen harus transfer duit di bank dalam bahasa Spanyol! Sialnya, berkali-kali ditolak karena salah nomor. Saya pun lari ke kedutaan untuk komplain, lalu dikasih nomor lain, ke bank lagi, ke kedutaan lagi. Tiga hari kemudian barulah visa saya jadi. Itu pun berbentuk kertas fotokopian yang ditempel di paspor. Huu, dasar kismin!

Beberapa hari kemudian saya terbang dari Lima tengah malam dan mendarat di Santa Cruz jam 3.45 pagi. Drama belum selesai. Begitu saya menyerahkan paspor ke petugas imigrasi Bolivia, tiba-tiba dia berteriak, “INDONESIAA!” sambil berdiri mengacung-acungkan paspor saya di udara dan menunjuk-nunjuk saya dengan jari telunjuknya. Seketika semua orang menoleh ke arah saya. Anjir, kayak ketemu buronan FBI aja! Saya pasang muka blo’on aja. Si petugas pergi ke kantor bosnya, ngomong-ngomong, lalu balik lagi. Mulailah saya ditanya macam-macam: mau ngapain, berapa lama, ke mana aja, duitnya berapa, dll, dsb – dalam bahasa Spanyol. Bangga juga saya bisa jawab semua. Akhirnya paspor saya dicap dan saya mencari ransel saya yang sudah digeletakkan di lantai saking lamanya interogasi.

Pesawat Bolivia

Sebenarnya di Santa Cruz saya hanya transit sebelum terbang ke Guayaramerin. Di sana saya akan bertemu narasumber seorang pastor WNI yang bertugas di pedalaman Amazon. Penerbangan selanjutnya jam 10 pagi, jadi masih lama. Saya pun menyalakan hape, eh mati! Bukan internet aja, tapi mati seluruh service karena tidak ada kerja sama jaringan, baik dengan operator hape Peru maupun Indonesia! WiFi gratis di bandara? Boro-boro! WiFi di sana sama sekali nggak terdeteksi. Widih, udah kayak di Kuba aja!

Karena lapar, saya makan di kafe. Eh, mereka tidak terima kartu debit maupun kartu kredit, jadi harus cash. Pergi lah saya ke ATM di lantai dua. Ada 10 ATM dari bank berbeda tapi tidak satupun bisa narik duit pake 2 kartu debit bank besar di Indonesia, meski ada lambang Visa dan Cirrus sekalipun! Gila banget ini negara! Akhirnya saya balik lagi ke kafe dengan membayar pake uang Sol Peru yang tersisa – untungnya cukup. Lalu saya berpikir keras: gimana caranya hidup di Bolivia kalo nggak punya duit sama sekali?

Jam 10 saya terbang dengan rute Santa Cruz – Trinidad – Riberalta – Guayaramerin. Iya, tiga kali naik pesawat! Nama maskapainya Amaszonas. Pesawatnya kecil model baling-baling dengan kapasitas 30-an kursi. Drama pun berlanjut di dalam pesawat. Ternyata peragaan keselamatan dari pramugari hanya dalam bahasa Spanyol! Kirain bahasa Inggris itu bahasa standar maskapai seluruh dunia, tapi tidak berlaku di Bolivia. Yang bikin stres adalah kelakuan penumpang Bolivia: hampir semuanya ngobrol di hape dengan suara keras, bahkan sampai pesawatnya sudah take off! Saya yang udah naik darah menyuruh ibu-ibu di sebelah saya untuk mematikan hapenya, eh dicuekin! Tiga kali naik pesawat, tiga kali kejadian tadi terulang.  

Karena tiap transit kami harus turun, yang bikin syok adalah bandaranya. Di Trinidad masih mending lah karena merupakan ibu kota kabupaten, jadi masih ada temboknya. Tembok? Iya, bandara Riberalta itu nggak ada temboknya, malah merupakan bandara terburuk di dunia yang pernah saya datangi! Booo, itu kayak bengkel jorok berlantai tanah dan beratap seng dengan bangku-bangku kayu yang reyot! Terakhir di Guayaramerin bandaranya kayak garasi, cuman dikasih tiang dan atap seng, ya nggak ada tembok juga. Setelah nyaris 5 jam terbang, saya cuman bisa ngakak sendiri melihat koper-koper bagasi digeletakin aja gitu di tanah dan kita berebutan ngambilnya!

Bandara Riberalta (RIB)

Singkat cerita, urusan perduitan pun beres karena ada yang minjemin. Dalam dua minggu di Bolivia, saya sempat ke Brazil dari Guayaramerin (hanya tinggal menyebrangi sungai), keliling Santa Cruz (kota terbesar di Bolivia dan ibu kota finansial), keliling La Paz (ibu kota tertinggi di dunia dengan ketinggian 3.640 mdpl atau setinggi Gunung Semeru), dan akhirnya tercita juga capai-capai saya ke Salar de Uyuni (padang garam terbesar di dunia)!

(Not so) Fun fact: Udah segitu susahnya WNI masuk Bolivia, eh kalo WN Bolivia masuk Indonesia dapat BEBAS visa dan gratis! Duh, nggak ada harga dirinya ya? 🙁

Lokasi Film “Trinity Traveler” yang Kece!

$
0
0

Film “Trinity Traveler” (2019) yang diadaptasi dari buku The Naked Traveler 2 sudah bisa ditonton di Netflix Indonesia mulai 16 Juli 2020. Meski filmnya berdiri sendiri-sendiri namun bisa dibilang film ini adalah sekuel dari film “Trinity, The Naked Traveler” (2017), jadi sebagian adegannya ada juga di film ini.

Yang masih penasaran kenapa yang jadi Trinity adalah Maudy Ayunda, atau pengen tahu cerita tentang behind the scene dari film pertama bisa dibaca di buku The Naked Traveler 7.

Dengan judul film yang ada kata “traveler”-nya, maka pasti isinya ada tentang jalan-jalannya. Nah, ini saya bocorin tempat-tempatnya ya? Kali bisa jadi inspirasi untuk destinasi jalan-jalan selanjutnya.

  1. Filipina
    – Liburan bareng ke Filipina sebenarnya dijelaskan di film pertama, namun saat Trinity menerangkan tentang Bucket List-nya dan jajan makanan lokal di pasar itu syutingnya di Quiapo Market. Pasar ini dibangun sejak abad ke-19 yang awalnya merupakan tempat belanja orang kaya di daerah Quiapo. Seabad kemudian pasar ini semakin penuh dan bikin macet sehingga dipindahkan oleh pemerintah ke Quinta Market. Dulu saya kadang ke pasar ini untuk mengantar teman-teman Muslim yang sholat di Golden Mosque.
    – Saat sahabat-sahabat Trinity, si Yasmin dan Nina, juga sepupunya Ezra mengunjungi Trinity yang lagi kuliah di di Manila, mereka makan di Casa Roces. Disebut sebagai restoran favoritnya Presiden Aquino, menunya makanan campuran Filipina-Spanyol. Ingat, Filipina dulu dijajah Spanyol selama 333 tahun jadi banyak budaya dan bahasa yang berasal dari Spanyol.
    – Lalu mereka jalan-jalan di sekitar Intramuros di mana Ezra berlagak jadi tour guide. Intramurous adalah cikal bakal kota Manila sekarang. Dibangun oleh bangsa Spanyol pada 1571, Intramuros dikelilingi oleh tembok besar yang berfungsi sebagai benteng pertahanan – makanya dinamai Intramuros, yang dalam bahasa Latin berarti “di dalam tembok”. Di dalamnya lah terdapat bangunan bersejarah, antara lain Balluarte San Diego (benteng yang terdiri dari dua lingkaran tembok sebagai sistem pertahanan) dan Casa Manila (museum berisi rumah dan furnitur zaman kolonial yang dibangun oleh Imelda Marcos).
    – Kuliahnya Trinity di kampus Asian Institute of Management. Ini kampus beneran saya pas ambil S2 dulu! 🙂
  2. Nusa Tenggara Timur
    – Semua syuting dari berenang bareng, nongkrong di pantai, tur melihat komodo lokasinya di sekitar Taman Nasional Komodo, antara lain di Pulau Rinca, Pulau Padar, Pink Beach. Sebagian dari kalian pasti udah pernah ke sini dong? TN Komodo adalah satu-satunya tempat di dunia yang merupakan habitat komodo, spesies kadal terbesar di dunia! Juga merupakan salah satu UNESCO World Heritage Site dan terpilih sebagai New7Wonders of Nature. Bukan hanya karena komodonya, namun sekawasan ini memang kece banget baik di darat maupun di lautnya!
    – Adegan Trinity nongkrong di kafe sama Paul, video call sama gengnya, dan jalan-jalan di pelabuhan, syutingnya di Labuan Bajo. Kota ini merupakan tempat berlabuhnya kapal-kapal menuju Taman Nasional Komodo dan pusat fasilitas pariwisatanya, termasuk bandara.
  3. Lampung
    – Sekilas adegan Trinity berlari dan di atas puncak gunung dan nongkrong pake ransel itu di Gunung Anak Krakatau. Psst, di film pertama saya jadi cameo di lokasi ini lho! Anyway, letusan Gunung Krakatau pada 1883 merupakan salah satu yang terdahsyat sepanjang sejarah dunia, bahkan debunya sampai mengubah cuaca dunia selama setahun! Pada kawasan kalderanya muncul lah Anak Krakatau yang jadi tempat syuting.
    – Pertemuan Trinity dan Paul pertama kali di Way Kambas. Ini adalah Taman Nasional perlindungan gajah dan sekolah gajah pertama di Indonesia.
    – Trinity dan Ezra vlogging di pantai itu di Pulau Mahitam yang dapat ditempuh naik kapal sekitar 1,5 jam dari Pelabuhan Ketapang. Pantainya berpasir putih, bahkan pasirnya timbul saat air surut.
    – Saat vlogging di dalam museum itu ada di Museum Ruwa Jurai yang berisi 4.735 buah benda koleksi tetang perjalanan sejarah propinsi Lampung.
    – Trinity minta nomor telepon Paul dan Trinity bertemu Paul dan Raline itu di Taman Wisata Lembah Hijau. Ini kompleks aktivitas outdoor yang lengkap, mulai dari kebun binatang sampai waterpark.
    – Trinity dan Paul duduk di atas tebing itu di Gigi Hiu. Pantai ini tidak berpasir dan bukan untuk berenang leyeh-leyeh namun penuh dengan batu karang yang tajam bak gigi hiu yang sangat fotogenik.
    – Mendekati akhir film, Trinity curhat ke Erza di Pantai Sari Ringgung. Ini salah satu pantai favorit di Lampung karena airnya tenang dan dangkal serta lumayan bersih, letaknya sekitar sejam berkendara dari kota Bandar Lampung.
  4. Maldives
    Flashback pertemuan Trinity dan Paul di Maldives disyuting di Club Med Kani dan Club Med Finolhu Villas. Kedua pulau kece ini ekslusif dimiliki oleh jaringan resor global Club Med.
  5. Sulawesi Selatan
    – Di awal film Trinity naik perahu dan jalan-jalan di antara perbukitan karst itu lokasinya di Rammang-Rammang. Tempat ini merupakan gugusan pegunungan di Maros yang berjarak 40 km dari Makassar.
    – Trinity makan coto Makassar, syutingnya di Aroma Coto Gagak. Terletak di Jl. Gagak, ini coto (semacam soto daging sapi) legend di Makassar yang bukanya 24/7.
    – Adegan di taksi sama supir garing disyuting di kota Makassar.

Ada yang sudah pernah ke tempat-tempat yang disebutkan di atas? Kalau belum, yuk lah cus ditonton aja di Netflix!

Viewing all 194 articles
Browse latest View live